Pasti ada asap, makanya ada api. Tidak mungkin seseorang dengan tiba-tiba membenci jika tidak ada sebab.
Itu yang di alami Adara gadis 25 tahun yang mendapatkan kebencian dari William laki-laki berusia 30 tahun.
Hanya karena sakit hati. Pria yang dulu mencintainya yang sekarang berubah menjadi membencinya.
Pria yang dulu sangat melindunginya dan sekarang tidak peduli padanya.
Adara harus menerima nasibnya mendapatkan kebencian dari seorang yang pernah mencintainya.
Kehidupan Adara semakin hancur dikala mereka berdua terikat pernikahan yang dijalankan secara terpaksa. William semakin membencinya dan menjadikan pernikahan itu sebagai neraka sesungguhnya.
Mari kita lihat dalam novel terbaru saya.
Apakah 2 orang yang saling mencintai dan kemudian berubah menjadi benci. Lalu benci itu bisa kembali berubah?
Terus di ikuti dalam Novel ini. Jangan lupa like, koment dan subscribe.
Follo Ig saya.
ainunharahap12.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6 Masalah Baru Lagi.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya Adara yang langsung pulang kerumah. Seperti biasa jika sudah pulang pasti wajahnya tampak begitu lesuh yang sangat lelah dengan pekerjaan yang sangat banyak.
"Assalamualaikum!" sapa Adara sembari membuka pintu.
Adara melihat ke dalam rumah yang tampak sangat sepi dan bahkan ibunya yang biasa menjahit di depan jendela dan terlihat juga kosong.
"Nando kakak pulang, Ibu!" Adara memanggil-manggil penghuni rumah.
"Adara kamu baru pulang?" tiba-tiba seorang wanita yang muncul dari balik pintu yang membuat Adara menoleh ke belakang melihat wanita tersebut.
"Bu Marni," sahut Adara yang mana wanita itu adalah tetangganya.
"Adara kenapa kamu tidak bisa dihubungi. Ibu menghubungi kamu sejak tadi sore," ucap Marni dengan raut wajah yang tampak begitu cemas.
"Apa ada sesuatu Bu?" tanya Adara dengan hati yang mulai gelisah yang merasa ada yang tidak enak.
"Ibu kamu tadi dilarikan ke rumah sakit yang tiba-tiba saja jatuh pingsan," jawab Marni yang membuat Adara terkejut dengan bola mata yang hampir keluar.
"Apah!" pekik Adara.
"Benar Adara. Adik kamu juga ada di sana dan ibu sejak tadi menelpon kamu. Kamu sekarang buruan ke rumah sakit dan lihat keadaan ibu kamu. Ibu sangat khawatir terjadi sesuatu pada ibu kamu. Kasihan juga Nando pasti sedang menunggu kamu," ucap Bu Marni yang memberikan saran.
"Baiklah, Bu, kalau begitu saya permisi dulu," ucap Adara yang tidak membuang-buang waktu dan langsung bergerak yang keluar dari rumah dan bahkan hanya menutup pintu rumah dengan sembarangan tanpa mengunci.
Lagi pula siapa juga yang memaling di rumahnya, tidak ada barang berharga apapun di rumah itu.
**
Rumah sakit.
Adara yang sekarang berada di dalam ruangan Dokter yang sedang duduk di hadapan Dokter pria berkacamata itu.
Adara yang melihat beberapa lembaran hasil medis ibunya. Sebelumnya Dokter memanggilnya untuk berbicara serius mengenai kesehatan Ratih.
"Jadi Ibu saya mengalami masalah pada paru-parunya?" tanya Adara dengan kepalanya terangkat memastikan semua laporan medis yang sudah dia lihat.
"Benar, Adara! Kamu bisa melihat sendiri rekapan medisnya, permasalahan yang terjadi pada paru-paru ibu Ratih tidak main-main," ucap Dokter.
"Lalu apa ibu bisa sembuh?" tanya Adara.
"Pihak Dokter akan melakukan pengobatan serius pada ibu kamu," jawab Dokter.
"Kalau begitu! Tolong sembuhkan Ibu saya! Tolong cepat lakukan tindakan yang terbaik! Saya tidak ingin terjadi sesuatu pada ibu saya," ucap Adara di penuhi dengan rasa kepanikan.
"Ibu kamu harus di operasi," ucap Dokter.
Adara terdiam seketika.
"Berapa biayanya Dokter?" tanya Adara to the point. Belajar dari masalah Nando yang mana Dokter menyarankan untuk operasi dengan biaya yang cukup banyak dan sudah dapat dipastikan bahwa operasi ibunya akan dilaksanakan. Jika biaya sudah diselesaikan.
"Jika kamu ingin mengetahui total keseluruhan biaya operasi dan juga hal-hal yang lain-lain. Kamu bawa ini pada kasir mereka akan mengakumulasikan semua biaya yang diperlukan," Dokter kali ini tidak membicarakan nominal dan hanya memberikan selembar kertas kepada Adara.
"Dokter! apa ada cara lain selain operasi?" tanya Adara.
Dia tampak begitu putus asa yang mungkin pasti diberatkan soal biaya. Dia tidak memiliki uang sepeserpun dan uang yang dia dapatkan dari pekerjaan yang diberikan Raka waktu itu sudah habis untuk biaya Nando dan juga keperluan obat lainnya.
"Itu tindakan yang tercepat yang bisa dilakukan. Ibu kamu sudah mengalami komplikasi yang begitu banyak dan jika operasinya terus ditunda maka akan semakin parah. Saya juga tidak bisa menjamin apakah masih bisa diselamatkan atau tidak," ucap Dokter yang bertulis terang mengatakan resikonya kepada Adara.
Lagi-lagi Adara dihadapkan oleh permasalahan yang begitu sangat sulit, permasalahan uang adalah masalah berat dalam hidup Adara. Betapa susahnya memiliki perekonomian yang sangat rendah. Bahkan rendahnya ekonomi itu sama sekali tidak melihat bahwa mereka sangat susah dan malah ditambah ujian dengan sakit.
**
Adara tampak lemas yang berjalan di koridor rumah sakit, langkah kakinya sama sekali tidak ada semangat, dengan tangan yang memegang kertas yang hampir jatuh dari genggaman jemarinya itu. Bagaimana tidak! dia baru saja bertemu dengan Suster yang berada di kasir dan mempertanyakan semua biaya yang dibutuhkan ibu untuk melakukan tindakan operasi.
"300 juta! Dari mana aku mendapatkan uang itu," ucapnya dengan nada yang tidak ada harapan.
Mengingat sangat mudah dia mendapatkan uang waktu masalah adiknya dengan uangnya dilemparkan William kepadanya dan hanya membutuhkan pekerjaan beberapa jam saja.
Nominal yang dibutuhkan ibunya saat lebih-lebih banyak daripada sang adik.
"Ya, Allah kenapa semua ini begitu berat sekali. Aku tidak mungkin mendapatkan uang itu dalam waktu dekat! tapi jika aku tidak mendapatkan uang itu, itu sama saja aku menunggu ibu .... itu sama saja aku menyerah dan tidak memiliki usaha sama sekali," Adara yang benar-benar sekarang dilanda frustasi dengan kebingungan yang tidak tahu harus mencari jalan apa.
Hanya media Harapan satu-satunya dan jika bukan dirinya Lalu siapa lagi dan tidak mungkin Nando yang berusaha.
***
Hotel Himalaya
"Adara saya benar-benar pusing melihat kamu. Kemarin kamu datang meminjam uang sebesar rp150 juta dan sekarang 300 juta. Kamu pikir saya Atm berjalan yang memiliki uang sebanyak itu dan langsung memberikan saja kepada kamu," oceh Manager Adara.
Adara memang mencoba kembali meminjam kepada manajernya yang walau dia sudah tahu bahwa tidak akan mendapatkan uang tersebut karena sudah mendapatkan penolakan beberapa hari yang lalu.
Adara hanya berusaha berpikir positif yang sangat berharap jika kali ini manajernya bisa memberikan belas kasihan kepadanya.
"Saya tidak tahu lagi harus meminjam kepada siapa, pak. Saya mohon untuk kali ini membantu saya. Hanya bapak yang menjadi harapan saya!" pinta Adara memohon belas kasihan kepada pria yang pernah menolak itu.
"Kamu itu selalu saja mencari masalah, adik kamu ibu kamu besok siapa lagi yang akan kamu bawa-bawa hah! Kamu pikir Hotel ini hanya mengurus satu karyawan saja!" tegas Manager semakin emosi dengan berkacak pinggang.
Adara tertunduk yang sudah tidak tahu lagi harus mencari uang dari mana, bukannya dikasih pinjam dan dia malah dimarah-marahi.
"Jika sekali lagi saya mendengar kamu berbicara tentang uang kepada saya. Saya akan pecat kamu!" ucap sang Manager memberikan ancaman dengan tegas.
Manager itu juga langsung meninggalkan Adara.
"Membuat kepalaku stress aja!" ucap sang Manager masih terdengar ngedumel saat meninggalkan Adara.
Adara mengangkat kepala yang melihat kepergian pria itu tanpa memberikan uang yang dia minta. Adara kembali putus asa. Entah bagaimana lagi caranya dia mendapatkan uang dengan jumlah yang sangat banyak.
"Kamu butuh uang?"
Tiba-tiba terdengar sebuah suara lembut, membuat Adara menoleh ke belakang.
Dahi Adara mengkerut yang berusaha mengenali wanita paruh baya dengan rambutnya yang diberi sanggul dan sedikit terlihat uban, wanita berkacamata itu mulai melangkah mendekatinya yang semakin memperlihatkan wajah tegasnya.
"Nenek!" ucap Adara yang mengenali wanita itu.
"Maksud saya, Nyonya Ambar!" Adara tiba-tiba saja meralat kata panggilannya kepada wanita yang sudah berdiri di depannya dan Adara menundukkan kepala.
"Nyonya…" lirih Adara, tak percaya dengan apa yang dilihatnya di depan mata.
Dia adalah orang yang dihormati oleh semua karyawan di hotel ini karena wanita yang menatapnya itu pemilik dari hotel Himalaya.
Bersambung