Gadis muda, bernama[Resa anggraini], yang haus kasih sayang dan perhatian,pertemuan dia dengan seseorang yang bernama [Hari ramadhan],berusia 32 tahun mempersatukan dua insan itu dalam sebuah ikatan di usianya yang masih 18 tahun.Konflik muncul ketika [Resa] berusaha menemukan kebahagiaan dan kasih sayang dalam pernikahan tersebut,berawal dari perkataan frontal gadis itu membawanya pada takdir yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28 Berita yang mengejutkan
Beberapa orang berkumpul di kediaman Rima, bukan sekedar berkumpul karena tidak ada kerjaan, namun mereka datang untuk membeli sarapan yang biasa Rima dagangkan di pagi hari. Sambil menunggu gorengan yang akan mereka beli matang, mereka berbincang-bincang satu sama lain.
"Rim, udah ada yang mateng belum? Masih lama gak? Mana yang ngantri banyak gini lagi. Biasanya jam segini udah pada mateng loh," tanya seorang pelanggannya beruntun.
"Eh, iya... Ini sebentar lagi mateng, ko, Bu Ibu. Sabar, yah! Maaf jadi pada nunggu lama. Tadi saya kesiangan ke pasar. Semalam habis ada lamaran di rumah Bapak, jadi tidurnya kemaleman deh," jawab Rima sambil membolak-balik gorengan dalam wajan.
"Oooh... Pantesan atuh. Emangnya siapa yang habis lamaran, Rim?" tanya Elsa dengan penasaran.
"Resa, bi," jawab Rima singkat.
"Walah, Resa toh. Padahal belum lama ini baru lulus sekolah, yah. Ko, udah lamaran aja. Sayang loh, emang gak mau lanjut sekolah lagi?" tanya Elsa lagi.
"Yah, kalau jodohnya udah deket, mah, bi, buat kita yang keadaannya sudah lebih dari cukup, ya, alhamdulillah aja. Lagian, kan, kalau lanjut sekolah lagi, perlu biaya yang besar. Dari mana uangnya? Bapak kan cuman seorang pekerja serabutan, mana banyak tanggungannya, pan," ucap Rima menjelaskan keadaannya.
"Iyah, sih. Tapi Bapak kamu itu, hebat loh. Pantang menyerah. Rela bekerja siang malam demi menghidupi keluarganya tanpa membedakan anak kandung dengan anak sambungnya," puji Ce Dedeh menimpali perbincangan mereka yang di anggukin para ibu-ibu.
"Iya, ce. Alhamdulillah," jawab Rima sekenanya.
"Eh, Rim. Ngomong-ngomong. Siapa dan orang mana yang beruntung jadi calonnya Resa? Secara, dia kan gadis idaman para pemuda sini," tanya Fitri dengan antusias.
Rima tersenyum kemudian menjawab pertanyaan temannya, "Katanya, sih, adik sepupunya yang punya konveksi di tempat Resa bekerja, Fit."
Lalu, terdengar de heman dari seseorang yang kebetulan lewat dan mendengar perbincangan hangat mereka.
"Eheemm... Permisi, Bu Ibu... Pagi-pagi udah ramai di warung aja nih. Lagi ngegosip apa, sih? Kayanya seru banget," ucap Ika yang berhenti terlebih dahulu saat mendengar perbincangan mereka menarik perhatiannya.
"Eh, Ika. Iya, ini nih. Katanya, Resa habis dilamar sama adik sepupunya yang punya konveksi di tempat kamu bekerja. Apa betul? Kamu pasti tahu, dong. Secara, kamu kan sama-sama bekerja di sana. Mujur banget, yah, si Resa bisa dapat calon secepat ini!" tanya Ce Dedeh beruntun pada rekan kerja Resa.
Namun, alih-alih menjawab, Ika malah tersentak kaget dengan berita yang baru ia ketahui saat itu juga. Pikiran sedang mencerna dan menduga-duga. Apa mungkin yang dibicarakan mereka benar adanya? Sedangkan ia tidak mengetahui sama sekali perihal hubungan mereka.
"Siapa orang yang dimaksudnya? Apakah Hari atau Doni? Ah, iya, pasti di antara dua orang itu yang dimaksud. Siapa lagi, saudara Bu Amel cuman mereka berdua,"
Keadaan di konveksi menjadi riuh setelah kedatangan Resa yang beriringan dengan Hari.
"Wah... Wah.. Lihat, siapa yang datang, bro! Udah gak malu-malu lagi dateng barengan sekarang," ledak Andi saat melihat kedatangan mereka berdua sambil tersenyum.
Resa bergegas masuk ke dalam ruangan yang terpisah, sedangkan Hari acuh tak menanggapi guyonan dari teman-temannya.
"Wiih.... Bener-bener gak nyangka, bro! Ternyata lo diam-diam menghanyutkan. Tau-taunya udah lamaran aja. Gak bilang-bilang kita lagi," ucap Andi sambil menepuk pundak Hari saat dirinya tiba di tempatnya bekerja.
Sedangkan orang yang dituju hanya tersenyum tipis tanpa memberi klarifikasi apa pun pada rekan kerjanya.
"Yang bener nih, Hari udah ngelamar Resa? Gak salah dengar, kan, gue?" tanya salah satu karyawan tak percaya sambil turun dari arah tangga menghampiri rekan kerjanya.
Sedangkan Doni hanya diam dengan kebisuannya, padahal biasanya dia yang paling heboh di antara yang lain.
"Yah, bener lah! Semalam Bu Amel sama Pak Sopian ikut mengantar juga bersama keluarga besarnya," jelas Andi pada sahabatnya.
"Widih... Gilaaaa... Gak nyangka, gue! Yang bener, Har? Lo, lo lamar si Resa?" tanya nya sekali lagi, tapi matanya melirik ke arah Doni yang sedang duduk bersandar sambil memainkan HP-nya.
Sedangkan Hari masih diam, acuh tak menanggapi semua pertanyaan demi pertanyaan dari rekan-rekannya.
"Don, lo gak papakan? Di tikung paman lo sendiri. Njirrrr... Nasib, nasib. Sabar, yah, bro," ledaknya mengacungkan satu jari telunjuknya ke arah Doni, lalu menggelengkan kepalanya tak menyangka.
"Ssstt... gak boleh gitu, ah," imbuh Kayla menegur.
"Hehehehe, apa si, Bu? Emang bener, pan?" Belanya
Namun, Doni hanya tersenyum sinis, melirik pada mereka semua. Lalu, datanglah Ika dari arah luar, menghampiri kerumunan di ruangan itu.
"Hello... Ada kabar terbaru apa nih... Kayanya gue ketinggalan jauh nih. Cerita, dong," tanya Ika penasaran sambil mengedarkan pandangannya, dan tatapannya berakhir pada Doni yang sedang duduk bersandar, mengasingkan diri.
"Don, lo...?" tunjuk Ika, namun sebelum tika melanjutkan pertanyaannya, Doni sudah lebih dulu menggelengkan kepala dan tertunduk lesu, tak bersemangat.
"Jadi, jadi yang ngelamar si Resa?" tanya Tika dengan raut kagetnya dan melirik pada Hari yang sedang asik membenahi meja mesinnya di pojokan, lalu di angguki oleh Kayla.
"Ah... Yang bener nih," tanyanya lagi memastikan sambil melirik kesana-kemari menunggu jawaban yang pasti.
"Noh, tanya aja sama orangnya langsung, kalau gak percaya," usul Andi yang menunjuk ke ruangan tempat Resa bekerja.
Kemudian, Tika pun bergegas menghampiri Resa, dan matanya langsung ter tuju pada tangan kiri Resa yang sudah tersemat cicin di jari manisnya.
"Bener-bener yah, kamu, Res? Kamu ko, tega, sih? Res, lamaran ko gak bilang-bilang? Kamu ingat, kan, kalau bukan karna gue, lo gak mungkin berada di tempat ini?" bentak Ika dengan emosi.
Kayla yang mendengar keributan di ruangan sebelah, segera beranjak menghampiri mereka. Sedangkan Resa hanya diam menunduk, tersentak kaget akan reaksi Ika pada dirinya yang seperti itu.
"Udah, udah, bi, sabar. Nanti kedengeran Bu Amel, loh. Kalau ribut-ribut gini!" lerai Susi beranjak mendekati Ika dan berusaha memenangkannya.
"Apaan sih? Ribut-ribut?" tanya Kayla mendekati mereka.
"Halah, diam deh, Bu Kay. Gak usah ikut campur! Ini urusan aku sama si Resa," bentak Ika berapi-api.
"Dia ini, nih. Gak tau diri banget. Yang masukin dia kerja ke sini tuh aku. Tapi giliran dia dilamar Hari, malah orang lain yang tahu duluan," sinis Ika tak terima.
"Loh, loh. Kamu ini yang apa-apa, Ika? Emang kamu siapa Resa? Ngapain harus minta restu kamu dulu sebelum nerima lamaran orang? Itu kan haknya dia, kenapa kamu marah?" bela Kayla.
"Ckk, ikut-ikutan aja, sih, Bu. Udah, sana. Udah masuk jam kerja juga," usir Ika pada rekannya.
"Kamu, yah, ka. Awas, loh. Si Resa jangan di-apa-apain, loh," ancam Kayla menakut-nakuti Ika.
Namun, Ika tak menghiraukan ucapan dari rekannya tersebut. Keadaan semakin mencekam dengan tatapan sinis menghunus tajam, hingga keadaan yang tegang itu berakhir ketika Bu Amelia masuk ke ruangan tempat Resa dan Ika berada.
"Pagi, Bi Ika, Resa, Susi," sapa Bu Amelia ramah saat menghampiri mereka. Namun, langkahnya terhenti di depan Resa, gadis remaja yang berpenampilan anggun dengan balutan gamis berwarna biru yang senada dengan hijab yang dikenakannya, membuat aura kecantikan terpancar.
"Pagi juga, Bu," jawab mereka serempak.
"Ah... Yah, Res, benar kamu yang bikin aksesoris ini?" tanya Amelia sambil menunjukkan beberapa aksesoris yang ia bawa di tangannya. Kemudian, Resa mengangguk sambil tersenyum, tanda membenarkan pertanyaan atasannya.
"Kalau ditanya, itu, jawab. Jangan diam aja," sinis Ika, yang tak melihat anggukan Resa karena terhalang oleh Amelia yang berdiri di antara mereka berdua.
"Shut... Ika, gak boleh gitu, ah," tegur Amelia, kemudian melanjutkan percakapannya. "Mmmm... Sebelumnya, selamat ya. Teteh ikut bahagia dan gak nyangka juga. Hari bisa melanjutkan kehidupannya lagi, setelah hubungannya di masa lalu kandas."
Resa yang mendengarnya hanya tersenyum. Amelia mengelus kepala Resa yang terbalut jilbab, sedangkan Ika mendengus kesal dengan tatapannya yang masih tak bersahabat.
"Oh ya, Teteh kesini mau minta kamu buatin aksesoris yang ini. Kebetulan costumer meminta dress anak yang sedang dikerjakan minggu ini, ingin memakai aksesoris yang bisa dilepas-pasang. Gimana, kamu sanggup gak?" tanya Amelia sambil menunjukkan contoh barang yang akan dibuatnya.