NovelToon NovelToon
The Line Of Destiny

The Line Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Spiritual / Hamil di luar nikah / Konflik etika / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Menunggu selama empat tahun lebih tanpa kepastian, Anya bahkan menolak setiap pinangan yang datang hanya untuk menjaga hati seseorang yang belum tentu ditakdirkan untuknya. Ia tetap setia menunggu, hingga sebuah peristiwa membuat hidupnya dan seluruh impiannya hancur.

Sang lelaki yang ditunggu pun tak bisa memenuhi janji untuk melamarnya dikarenakan tak mendapat restu dari keluarga. Di tengah hidup yang semakin kacau dan gosip panas yang terus mengalir dari mulut para tetangga, Anya tetap masih berusaha bertahan hingga ia bisa tahu akan seperti apa akhir dari kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siapa Dia?

"Apa yang terjadi di sini?" tanya pak Faisal dengan nada sedikit tinggi.

Anya tidak merasa berbuat kesalahan, jadi dia tetap tenang. Ia lalu menceritakan apa yang barusan dilihatnya dari kamar Sasha, tentang seorang lelaki yang keluar dari kamarnya, bau asap rokok, dan juga korek api yang ditemukannya di dalam kamar Sasha.

Semua jadi deg-degan menunggu respon dari sang ayah.

"Anya, sebaiknya kamu masuk ke dalam kamarmu sendiri!" suruh pak Faisal, "ayah tidak melihat sendiri apa yang barusan kamu katakan. Jadi, ayah enggak bisa percaya sebelah pihak. Ayah juga tidak mau dengar lagi ada pertengkaran di antara kalian, berhenti membuat keributan! Kamu enggak perlu sibuk ngurusin Sasha, dia biar jadi urusan ayah dan ibu," ucap ayahnya menengahi.

Sasha menarik napas lega mendengar sang ayah yang masih membelanya. Sedangkan Anya cuma bisa merasakan kekecewaan, setelah berusaha keras untuk bisa mendapatkan bukti itu, berusaha membuat mereka percaya, tapi pada akhirnya tidak ada satu pun yang berada di pihaknya.

"Ayah, aku sudah mencoba untuk mengatakan apa yang aku lihat. Jika suatu hari nanti terjadi hal yang akan membuat kalian malu, tolong jangan seret Anya ke dalam masalah itu." Anya berlalu dari hadapan mereka, bahkan matanya tak lagi memandang wajah ayah dan juga ibunya, hatinya terlanjur sakit.

Bu Aila diam, namun dalam diamnya beliau tetap kepikiran soal omongan Anya tadi.

"Tidur! Ini yang terakhir, ayah tidak mau lagi mendengar keributan seperti tadi." Pak Faisal menatap ke sisi ranjang Sasha, meski sudah paruh baya, namun matanya masih bisa melihat dengan jelas, termasuk puntung rokok yang jatuh di dekat tempat tidur anaknya.

Sasha tidak menyadari akan hal itu, Sasha mengangguk patuh dan tersenyum senang. Dia tidak tahu kalau sang ayah sedang menahan amarahnya kala itu.

Kali ini, pak Faisal percaya akan omongan Anya.

Beliau sengaja berpura-pura tidak percaya supaya bisa menyelidiki lebih jelas apa yang sebenarnya terjadi.

***

"Yah, ibu rasa Anya tidak berbohong sama kita," ujar bu Aila mengungkapkan apa yang ada di hatinya.

"Yang dia katakan benar, Bu."

"Jadi ayah juga percaya sama Anya kan?"

"Ada puntung rokok di bawah ranjang Sasha, ayah rasa dia tidak menyadari hal itu." Pak Faisal berjalan ke dekat pintu dan mematikan lampu sebelum tidur.

Beliau naik ke atas ranjang, menarik selimut, dan menutup sebagian tubuhnya.

Kamar mereka menjadi gelap, bu Aila kemudian menekan lampu tidur yang ada di atas nakas. Dirinya tidak bisa memejamkan mata, pikirannya teralihkan pada masalah Sasha.

Putri bungsunya berulah lagi, beliau bingung kenapa suaminya tidak memarahi putrinya itu.

"Kalau sudah tahu itu semua benar, kenapa Ayah tidak memarahi Sasha?"

"Kita juga tidak tahu pasti apa yang dia lakukan itu, Bu. Apa benar yang dikatakan Anya, atau mungkin dia sendiri yang merokok, dan bau asap rokok itu adalah miliknya. Kita tidak tahu bagaimana pergaulan Sasha di luar sana, apalagi kita sudah memberi dia kebebasan," ujar pak Faisal. Bukan tidak yakin, tapi beliau sedang berusaha menghilangkan rasa curiga terhadap Sasha, beliau tidak mau menerima kenyataannya.

Kenyataan bahwa sang anak sudah melewati batas kebebasan yang mereka berikan.

"Sasha tidak merokok, Yah. Itu pasti rokok milik lelaki yang dikatakan Anya," bantah bu Aila.

"Aku capek, Bu. Soal ini kita bahas besok saja ya. Sudah saatnya tidur," ucap pak Faisal. berdalih lelah dan ingin tidur, nyatanya beliau tidak bisa tidur sampai pagi menjelang, pak Faisal hanya tidak ingin membahas tentang Sasha yang membuat kepalanya semakin mumet.

****

Pagi ini Anya berangkat kerja dengan wajah ceria, dia berusaha menutupi masalahnya dari teman-temannya.

"Wah, cantik banget Mbak Anya pagi ini," puji Revi yang masih sibuk mengatur meja dan kursi supaya lebih rapi.

"Makasih, Revi. Danang mana?"

Revi menunjuk ke arah dapur kafe, di sana tampak Danang yang sedang menata daging dan bahan makanan lainnya dalam lemari pendingin. "Itu dia!"

"Wow, dia sudah berubah rupanya," cicit Anya senang.

"Pasti dong, An. Tuh anak kan udah kebelet_" Windi yang menimpali omongan Anya langsung diam begitu sepasang mata elang Danang menatapnya tajam.

"Kebelet apa, Win?" tanya Anya.

"Kebelet BAB kali, Mbak," sambung Revi sambil terkekeh.

"Ssttt!" Windi memberi mereka isyarat untuk diam. "Kebelet kawin," sambungnya kemudian.

"Hahaha!" mereka tertawa bersamaan.

"Lagi ngomongin saya ya, Mbak?" tanya Danang yang kebetulan mendengar sedikit dari obrolan mereka.

"Idih, ya enggaklah!" sahut Anya.

"Kalau Danang sih kayaknya masih lama ya, tapi kalau Mbak Anya pasti enggak lama lagi kan?" goda Revi sembari senyum-senyum.

Windi yang berdiri di depan meja kasir tepat di samping Anya, langsung menyenggol lengan sahabatnya. "Gimana kabar pertunangan lo sama Rizki, kapan jadinya?"

"Wah, Mbak Anya mau tunangan?" tanya Danang penuh semangat, dia mulai ikut gabung sama mereka.

"Jangan lupa pas pestanya undang Revi yo, Mbak. Soalnya aku mau makan-makan gratis," seloroh gadis itu.

Danang mencubit gemes pipi chubby Revi. "Ni anak yang dipikirin makan mulu, heran deh."

Anya masih belum menjawab, dia tidak tahu harus jawab jujur atau bagaimana. Kalau mengatakan yang sebenarnya, dia takut nanti mereka akan mengambil kesimpulan kalau Rizki sudah ketemu penggantinya, apalagi sudah hampir dua bulan mereka tidak saling berbagi kabar.

Entah apa yang terjadi sama cowok itu, Anya benar-benar dibuat bingung olehnya, dia merasa diberi harapan yang tak pasti.

"Kok diem, Anya?" tanya Windi.

Revi melambaikan tangannya di depan wajah Anya, mata Anya menatap lurus ke depan, sepertinya dia tengah melamunkan sesuatu. "Hello, Mbak Anya! Jangan bengong!"

"Hah," desah Anya, ia tersadar begitu mendengar omongan Revi. "Tadi kalian ngomong apa?" Anya tampak kebingungan menatap tiga orang di sekelilingnya.

"Mbak Anya lagi punya masalah ya?" tebak Danang.

"Apa pertunangannya batal?" tanya Revi.

"Apa dia udah punya yang lain?" lanjut Windi bertanya.

Pertanyaan dari mereka semakin membuat Anya frustasi, ketiga pertanyaan itu semua sulit untuk dijawab.

Anya berusaha tersenyum, mencoba membuat mereka tidak berpikir yang aneh-aneh.

"Kalian tenang aja, enggak usah khawatir gitu. Pertunangannya tetap jadi kok, mungkin mas Rizki lagi butuh waktu," jawab Anya.

Mereka baru saja mau lanjut ngobrol lagi, tapi para pelanggan sudah masuk satu per satu. Terpaksa mereka harus kembali ke posisinya masing-masing, obrolan mereka berakhir di tengah jalan, dan masih belum kelar.

Windi menatap Anya yang tampak menghela napas berat, sahabatnya itu sedang memendam masalah seorang diri.

Ia tidak akan bertanya sekarang, tapi nanti setelah pekerjaannya selesai, dan kafe tutup, Windi pasti akan menanyakan hal tersebut pada Anya.

****

"Sudah berapa lama Rizki enggak ngasih Lo kabar, Anya?"

"Eh, aku lupa sesuatu. Aku ke dapur dulu ya, mau cek stok bahan makanan, siapa tahu udah habis." Anya bangun berniat pergi dari sana, tidak mau menjawab pertanyaan Windi, ia mencari-cari alasan supaya bisa menghindar dari obrolan seputar Rizki.

"Enggak usah nyari-nyari alesan, Danang sama Revi baru belanja kemarin. Stoknya masih banyak, lo enggak usah ngehindar, Anya. Gue tahu lo lagi punya masalah sama Rizki, mending lo cerita sama gue, biar hati lo plong," cetus Windi menahan Anya supaya tetap duduk di dekatnya.

Anya kembali menghempaskan bokongnya di sana, ribuan rasa rindu terus menyelimuti hatinya. Banyak pesan yang belum dibaca Rizki, sudah berkali-kali dia menelpon, bertanya kabar, namun tak satu pun ada jawabannya.

Rizki seolah hilang ditelan bumi, Anya menatap sendu wajah sahabatnya itu. "Aku sudah berkali-kali ngehubungi dia, Win. Enggak ada respon sama sekali, WA-nya aktif, tapi pesan aku enggak dibalesnya. Aku tahu, dia udah baca pesan itu, entah apa yang terjadi."

"Mungkin ada kendala sama nyokap dan bokapnya."

"Bisa jadi," lirih Anya.

"Gimana kalau kita cari tahu dari adiknya?" tanya Windi berpendapat.

"Liana maksudnya?"

"Yups, lo benar! Liana pasti tahu hal ini."

Anya memindahkan cangkir tehnya ke samping, lalu matanya melihat ke arah luar jendela.

Di luar sana terlihat banyak kendaraan berlalu lalang.

Anya begitu fokus hingga obrolannya dengan Windi tadi terlupakan.

Windi mengikuti arah tatapan Anya, di luar sana, tepat di depan sebuah minimarket yang berada tidak jauh dari kafe mereka.

Minimarket yang juga berada di depan kafe Windi, di sana mereka melihat Liana. Liana bersama Rizki, lelaki itu membawa satu kantong plastik besar diikuti Liana dari belakang.

"Itu Liana!" tunjuk Anya.

"Panjang umur, baru aja diomongin eh udah nongol tuh anak. Perlu gue panggil ke sini enggak?"

Windi meminta persetujuan dari sahabatnya, tapi Anya tidak mengizinkan Windi melakukannya.

"Enggak usah, Win. Aku mau nunggu dia sendiri yang ngasih kabar, mungkin benar kalau saat ini dia lagi punya masalah. Bisa jadi kan kalau orangtuanya ragu sama pilihan anaknya sendiri," ujar Anya, dia berusaha menenangkan hatinya dari rasa curiga terhadap Rizki.

"Anya, coba lo tengok itu!" tunjuk Windi. "Wanita yang baru keluar dari mobil Rizki, lo kenal?"

Anya memperhatikan dengan seksama, wanita berpakaian muslimah dan bercadar itu membantu Rizki mengangkat belanjaannya. Tampak Liana tersenyum ramah ke arah wanita itu, siapa dia?

"Aku enggak kenal, Win." Anya menggeleng pelan.

Windi lalu meninggalkan kursinya dan berlari ke luar dengan tergesa.

"Win, kamu mau ke mana?"

"Gue mau memastikan sesuatu, Anya!" seru Windi.

Dia cukup hati-hati saat menyeberangi jalanan kota yang ramai dari pengendara.

"Rizki!" teriak Windi, teriakannya sukses membuat beberapa pasang mata pejalan kaki di sana beralih menatap dirinya.

"Windi?"

???

****

1
P 417 0
/Sleep//Sleep/haih ini juga teguran langsung mungkin
🥑⃟Riana~: teguran untuk siapa?/Shame/
total 1 replies
P 417 0
oh ternyata si ibu to/Slight/
P 417 0
siapA lgi ini yg ikut nimbrung🤔
P 417 0
/Sneer//Sneer/tokoh utama jago silat ternyata
P 417 0
makin rumit emng klo bca drama/Silent//Shy/
P 417 0
/Sleep/klo dah bgitu knpa harus saling nyalahin
P 417 0
udah bgus/Hey/
TrixJeki
wehh keren Anya gadis tegas dan berani, aye suka aye suka. semangat Author Rican💪💐
🥑⃟Riana~: Hehe, terima kasih kk.. udh mampir/Kiss//Sneer/
total 1 replies
P 417 0
mbak syifa dong/Sleep/
P 417 0: mkanya jgn buru2/Proud/
🥑⃟Riana~: salah ya/Shame//Facepalm//Facepalm//Joyful/ makasih otw revisi 🚴🚴🚴
total 2 replies
P 417 0
hanna🤔🤔anya kali
🥑⃟Riana~: repot/Shame/
P 417 0: /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/kn jd ada kerjaan kmu/Silent/
total 3 replies
P 417 0
windi ini mnurt aku sahabat terbaik buat anya/Hey/
P 417 0
keinginan orang tua itu emng mlihat anakny bhgia dan itu udah pasti.namun terkadang mreka tidak pduli dengan perasaan anknya dan lbih kpda memaksakn kehendak .emng sih nggk semua orang tua bgitu /Sleep/
P 417 0
emng demit bisa jatuh juga kah🤔
🥑⃟Riana~: bisa, kalau punya kaki/Sweat/
total 1 replies
P 417 0
membiarkan/Silent/
P 417 0
insyaallah bukan in sha allah/Hey/
P 417 0
hmmm.dri sini keknya bncana mulai terjadi😌
P 417 0
ini ayah kndung bukn sih🤔
P 417 0: lah /Proud/aku jga mna tau
🥑⃟Riana~: masa ayah tiri/Shame/
total 2 replies
P 417 0
"nggk mau punya mntu"...lbh enk deh kyaknya/Silent/
P 417 0
terkadang temen emng lbih mengerti apa yg kita rasa dripada kluarga sendri/Sleep/
🥑⃟Riana~: Betul, tumben bener/Shame/
total 1 replies
P 417 0
di bab ini nggk ada koreksi.ada pesan di dlmnya😊mnrt aku sih ini bgus krna di zmn sekarng ank2 muda lbh mngikuti egonya .nggk pnh berpikir apa yg terjdi kmudian.dan bila sdah trjdi yg ada cmn pnyesalan. dri itu peran orang tua izu sangat pnting
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!