Lima tahun yang lalu, Damien dan Amara menandatangani perjanjian pernikahan demi menunjang keberlangsungan bisnis keluarga mereka. Tidak pernah ada cinta diantara mereka, mereka tinggal bersama tetapi selalu hidup dalam dunia masing-masing.
Semua berjalan dengan lancar hingga Amara yang tiba-tiba menyodorkan sebuah surat cerai kepadanya, disitulah dunia Damien mendadak runtuh. Amara yang selama ini Damien pikir adalah gadis lugu dan penurut, ternyata berbanding terbalik sejak hari itu.
---
“Ayo kita bercerai Damien,” ujar Amara dengan raut seriusnya.
Damien menaikkan alis kanannya sebelum berujar dengan suara beratnya, “Dengan satu syarat baby.”
“Syarat?” tanya Amara masih bersikeras.
Damien mengeluarkan senyum miringnya dan berujar, “Buat aku tergila kepadamu, lalu kita bercerai setelah itu.”
---
WARNING : CERITA INI ITU TIPE ADULT ROMANCE DENGAN VERSI ROMANCE SLOWBURN !!!
[ROMACE TIPIS-TIPIS YANG BIKIN JANTUNGAN DAN TAHAN NAPAS]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon redwinee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 10
Amara berusaha menghubungi Damien tetapi panggilan pertama berlanjut ke panggilan kelimanya tidak diangkat oleh Damien sama sekali. Ponsel Damien tidak aktif.
Amara menjadi khawatir. Damien kemana? Seketika rasa bersalah berhasil menyergap diri Amara, apa perkataannya di mobil tadi membuat pria itu sakit hati? Apa Damien marah kepadanya?
Tetapi nyatanya, sedari dulu, mereka berdua memang tidak pernah sekalipun mencampuri urusan satu sama lain. Pernikahan kontrak yang mereka jalani benar-benar hanya karena untuk mengembangkan bisnis kedua keluarga. Pernikahan yang dijalani oleh Amara dan Damien benar-benar dingin, hampa dan hening selama lima tahun belakangan.
Mereka berdua hanya berpura-pura layaknya sepasang suami istri yang bahagia di depan publik, bahkan saat ada gosip publik mengenai kehamilan Amara yang tak kunjung tiba berhasil menimbulkan desas-desus gosip apakah pernikahan mereka bersifat palsu atau sebenarnya adalah masalah yang disembunyikan dari pihak mereka berdua.
Dan Amara masih ingat jelas, bagaimana sikap Damien dalam menanggapi berita atau gosip panas yang menyeret nama mereka berdua itu.
‘Tubuh istriku adalah miliknya sepenuhnya, jika diberi kehendak dan diizinkan olehnya, aku benar-benar akan menyambutnya dengan bahagia. Tetapi jika tidak ada, berdua untuk selamanya juga tidak menjadi masalah bagiku.’
Itu adalah jawaban panjang Damien saat seorang wartawan sempat memberikan pertanyaan mengenai privasi kehidupannya di tengah-tengah konferensi pers yang seharusnya membahas bisnis yang baru ia bangun.
Saat itu Amara terkagum dengan kecerdikan sekaligus kelicikan Damien. Bagaimana pria itu bisa menyembunyikan pernikahan pura-pura mereka, menghapus gosip yang beredar dengan kalimat semanis itu. Memikirkannya saja membuat Amara ingin kembali tertawa. Setelah pernyataan itu dirilis, Damien dipuji habis-habisan sebagai seorang suami yang baik dan mengatakan kalau Amara merupakan istri yang beruntung.
Publik hanya tidak tahu saja fakta dibaliknya, ketika mereka berdua selesai dengan pekerjaan di kantor dan kembali ke apartemen, Damien dan Amara akan bertindak layaknya orang asing.
Amara disergap kebingungan, jika tidak menemukan Damien dan memastikan pria itu dalam keadaan baik-baik saja, maka Amara yakin dirinya tidak akan bisa tidur. Amara melirik ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
Amara mengacak rambutnya frustasi, berusaha memikirkan ide bagaimana untuk mencari Damien hingga ia kepikiran dengan Harlos, sekertaris ataupun tangan kanan Damien itu.
Amara segera menelepon Harlos dan dalam dering pertama saja pria itu langsung mengangkatnya.
“Halo, Mrs. Amara?” suara Harlos terdengar di seberang ujung telfon, terbesit keterkejutan dalam nada bicaranya, sebab Amara menghubungi pria itu secara tiba-tiba.
“Halo Harlos, maaf menganggu waktumu,” ujar Amara kemudian.
“Tidak apa-apa Mrs. Amara, ada yang bisa saya bantu?”
Amara membasahi bibirnya yang kering sejenak sebelum berujar, “Kau tahu keberadaan Damien sekarang?” Amara akhirnya membuang egonya dan bertanya mengenai keberadaan Damien kepada Harlos.
Terdapat keheningan dan Amara yakin, Harlos juga kaget dengan pertanyaan Amara. Harlos tidak tahu mengenai pernikahan kontrak mereka, tetapi baru sekali Amara menghubungi pria itu dan untuk menanyakan Damien. Harlos pasti terkejut.
“Maaf Mrs. Amara, saya sedang tidak bersama dengan Mr. Damien sekarang. Tetapi tadi sore, Mr. Damien pulang lebih cepat untuk menjemput anda,” balas Harlos lagi.
Amara refleks menangguk kecil, “Benar, tapi dia pergi lagi.”
Amara mengusap leher belakangnya tampak panik sebelum kembali bertanya, “Apakah kalian ada janji temu malam ini atau ada meeting?”
“Tidak ada Mrs. Amara.”
Amara menghembuskan napas kasarnya, “Aku benar-benar harus mengetahui keberadaannya sekarang, dia pergi secara tiba-tiba dan aku…”
Kalimat Amara terhenti saat jata selanjutnya yang ingin ia keluarkan seolah tersangkut di ujung tenggorokannya. Terbesit keraguan sejenak sebelum akhirnya Amara berhasil melanjutkan kalimatnya.
“Sedikit khawatir karena ini adalah malam natal,” ujar Amara sebab Harlos juga tahu mengenai trauma yang Damien alami.
“Saya akan mencoba untuk melacak keberadaannya Mr. Damien.”
Amara melebarkan matanya senang begitu Harlos menyampaikan informasi tersebut, “Kau bisa?”
“Saya dan Mr. Damien saling meletakkan pelacak lokasi pada mobil kami agar kalau terjadi sesuatu, lokasi kami bisa diketahui keberadaannya dengan cepat,” ujar Harlos menjelaskan.
Amara merasa sangat lega, “Tolong kirimkan alamatnya secepatnya Harlos.”
“Baik Mrs. Amara, apakah situasinya membutuhkan saya untuk ikut?” tanya Harlos yang langsung dijawab gelengan kepala oleh Amara seolah ia tengah bicara langsung dengan Harlos padahal mereka tengah bertelefon.
“Tidak perlu Harlos, aku sendiri saja.”
“Baik, kalau anda membutuhkan bantuan, bisa segera menghubungiku Mrs. Amara.”
“Terima kasih Harlos.”
Kemudian panggilan itu terputus. Amara sibuk berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya sembari menunggu informasi dari Harlos. Beberapa detik kemudian, ponsel Amara bergetar sekali.
Ia segera mengeceknya dan itu adalah pesan dari Harlos.
Harlos mengirimkannya sebuah link berupa titik lokasi keberadaan Damien. Amara menekannya dan itu adalah sebuah hotel yang jaraknya tidak jauh dari apartemen mereka.
Hotel?
Langkah Amara terhenti dan hatinya tertegun untuk sesaat. Tiba-tiba sekumpulan pikiran negatif mulai bermunculan dalam benaknya.
Bagaimana jika ketika Amara sampai di hotel itu nanti, Amara malah menemukan Florynn, wanita menjijikkan itu disana sedang menemani Damien. Memikirkannya membuat Amara tidak nyaman, ia merasa kesal dan marah. Jika hal itu sampai benar terjadi, maka Amara akan benar-benar terlihat seperti seorang wanita yang bodoh dan menyedihkan.
Amara terus saja memikirkan berbagai spekulasi kejadian yang akan dihadapi hingga sebuah helaan napas keluar dari bibirnya.
Ah, masa bodoh. Apapun yang terjadi, Amara tetap akan pergi, setidaknya sampai ia mengetahui keadaan Damien dalam kondisi yang normal, Amara akan pergi dari sana dan bisa tidur dengan tenang.
Kalaupun memang nantinya Amara menemukan kehadiran Florynn disana, Amara tetap tidak akan mundur, sebab Amara tetap memiliki hal untuk merawat Damien karena ia adalah istrinya.
---
Amara sudah sampai di area lobby hotel saat beberapa pegawai disana menunduk hormat ke arahnya. Bahkan beberapa mereka tampak menampilkan reaksi kagetnya saat menemukan kehadiran Amara disana.
Bagaimana tidak? Sosok yang belakangan ini sering dibicarakan oleh publik dan menjadi pusat perhatian semua orang berkat acara fashion show yang ia gelar dan mengait banyak artis papan atas itu dilaksanakan secara megah dan berhasil menarik perhatian banyak kalangan. Ditambah posisi Amara sebagai istri Damien semakin membuat para pegawai disana segan dengannya.
Amara membalas menunduk kecil dan segera berlari kecil ke arah meja resepsionis. Tanpa memerdulikan napasnya yang terengah-engah sebab sehabis berlari, Amara segera bertanya kepada seorang wanita yang bekerja sebagai front officer di hotel itu.
“Selamat malam Mrs. Amara, ada yang bisa saya bantu?” tanya pegawai itu begitu Amara berhenti tepat didepannya.
“Aku ingin bertanya mengenai kehadiran Mr. Damien, apakah sekitar dua jam yang lalu dia datang ke sini dan memesan kamar?” tanya Amara lagi.
Dia sudah tidak perduli dengan opini orang-orang yang mengatakan kalau Amara sebagai seorang istri, tetapi tidak tahu tentang keberadaan suaminya itu.
“Benar Mrs. Amara, kehadiran Mr. Damien tadi bahkan sempat mengundang perhatian para pengunjung hotel,” jawab pegawai wanita tersebut.
“Boleh aku tahu di kamar nomor berapa dia menginap dan kalau boleh berikan kunci cadangan kamar itu untukku,” ujar Amara lagi.
Pegawai wanita itu terdiam sejenak dan Amara bisa membaca dari raut wajahnya, ada sesuatu yang salah. Wanita itu dengan sedikit menyesal berkata, “Untuk nomor kamarnya, saya bisa memberitahunya Mrs. Amara. Tetapi untuk kunci cadangan kamar, tidak bisa.”
“Kenapa? Seharusnya kalian tahu, aku adalah istrinya,” ujar Amara lagi kepada pegawai wanita itu.
“Karena ada ketentuan dari hotel ini sendiri mengenai privasi para pengunjung,” ujar wanita itu lagi.
“Baiklah, berapa nomor kamarnya?” tanya Amara pasrah, sebenarnya bisa saja Amara mendesak wanita itu dan menghubungi Mr. Tom yang merupakan manajer utama hotel itu, sebab bagaimanapun Damien adalah pemilik hotel itu. Tetapi memikirkan bagaimana banyak waktu yang akan terbuang hanya untuk berdebat mengenai hal itu, Amara memilih untuk langsung menghampiri kamar pria itu saja tanpa kunci.
“Mr. Damien menginap di kamar vvip, lantai paling atas di hotel ini Mrs. Amara. Di lantai itu hanya ada satu kamar, anda bisa menemukannya dengan mudah,” ujar pegawai wanita itu yang diangguki cepat oleh Amara.
Amara mengucapkan terima kasih kemudian segera berlari ke arah lift. Entah Damien akan membukakan pintu untuknya atau jangan-jangan pria itu sudah terkapar lemas dikasurnya.
“Dia adalah Mrs.Amara, istri Mr. Damien Catherine!”
Teman kerja Catherine segera menghampirinya dan berseru kuat membuat Catherine segera menoleh ke arahnya dengan tatapan bingung.
“Tapi aku hanya mematuhi peraturan kerja,” ujar Catherine, mendadak lututnya terasa lemas. Apakah ia sudah melakukan kesalahan dengan tidak mengijinkan Amara mendapatkan kunci cadangannya.
“Tidak apa-apa, Mrs. Amara adalah wanita berpendidikan tinggi yang tahu hukum dan peraturan. Dia juga baik, jadi jangan khawatir,” ujar pekerja lainnya yang sedikit mengurangi kecemasan Catherine.