Elise, Luca dan Rein. Mereka tumbuh besar disebuah panti asuhan. Kehidupan serba terbatas dan tidak dapat melakukan apa-apa selain hanya bertahan hidup. Tapi mereka memiliki cita-cita dan juga mimpi yang besar tidak mau hanya pasrah dan hidup saja. Apalah arti hidup tanpa sebuah kebebasan dan kenyamanan? Dengan segala keterbatasannya apakah mereka mampu mewujudkannya? Masa depan yang mereka impikan? Bagaimana mereka bisa melepaskan belenggu itu? Uang adalah jawabannya.
Inilah kisah mereka. Semoga kalian mau mendengarkannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeffa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Penebusan Dosa
Pagi setelah sarapan bersama Rein memutuskan untuk mencoba gerobak yang telah mereka buat kemarin. Apakah sudah bagus atau masih ada yang perlu diperbaiki. Luca sudah sibuk diladang. Dirinya mengatakan ada hal lain yang perlu diurus sehingga meninggalkan Rein dan Elise berdua untuk mengecek keadaan gerobak. Pertama Rein mengeluarkan gerobak dari dalam kantong dengan cara yang sama. Yaitu menarik dan melemparkan kantongnya ke langit membuat lubang black hole kecil yang akan menjatuhkan gerobak dari atas dengan posisi aman. Elise pun tidak paham bagaimana cara kerjanya. Tetapi gerobak mendarat dengan mulus tanpa kerusakan apapun.
"Bagaimana kalian membuatnya?" Tanyanya Carla mengagumi gerobak yang baru dilihat dilihatnya. Membuat Elise dan Rein terkejut. Semoga saja saja Carla tidak melihat kantong yang mengeluarkan gerobak itu. Doanya dalam hati.
"Aku tadi sedang berjalan kearah gudang saat melihat gerobak ini dari kejauhan." jelas Carla dengan tawa kecilnya saat melihat raut wajah Rein dan Elise yang masih terkejut melihatnya. Tampaknya Carla memang tidak melihat kejadian sebelum gerobak berada di gudang penyimpanan.
"Ah iya Carla. Terima kasih pujiannya. Kami hanya menggunakan bahan bekas pakai." Rein menjawab asala.
"Tapi terlihat seperti baru." Ucapnya heran.
"Karena kami menggunakan kayu terbaik yang ada di tempat pembuangan. Ingatkan beberapa waktu lalu sudah meminta izin kesana dan kami pergi kesana untuk mencari kayu bekas. Dan melihat banyak perabotan layak pakai dengan kualitas kayu yang sangat bagus. Nah ini dia salah satu perabotannya yang ikut kamu bawa digerobak." Ucap Elise memperlihatkan perkakas meja dari pohon oak. Yang tidak sengaja ikut tertarik keluar.
"Apakah memang iya? Sepertinya kalian tidak pernah meminta izin untuk ke tempat pembuangan." tanya Carla bingung.
"Kami pergi saat pergi mengantar buah dan sayur ke toko Paman Josh." Elise menjelaskan dengan gugup. Lupa jika mereka menerobos keluar panti untuk pergi ke tempat pembuangan terakhir kali.
"Ooh begitu. Pantas saja kalian pulang malam ya." jawab Carla siap mengintrogasi Elise yang terlihat berbohong. Membuatnya menatap Elise dengan tatapan galaknya.
"Oh ya Carla, menurutmu bagaimana gerobak ini?" tanya Rein meminta pendapat Carla sekaligus untuk mengalihkan pembicaraan.
"Menurutku gerobak ini sangat bagus. Kayunya pun terlihat masih sangat bagus. Begitupun dengan mejanya. Sayang sekali. Kenapa dibuang ya?" Ucap Carla bingung. Sebenarnya meja itu merupakan hasil karya uji coba Rein. Sementara Elise dan Rein menghela nafas lega. Untunglah Carla percaya. Untung juga mereka berhasil mengakhiri topik pembicaraan itu.
"Bisakah bisa bawa kedalam? Meja diruang kerja Bu Violet tampaknya sudah rapuh. Ini bisa dijadikan sebagai penggantinya." Tanya Carla
"Tentu saja. Sekalian kita juga perlu uji coba kekuatan gerobaknya. Apakah kamu mau membantu kami Carla? Untuk menjadi uji coba tambahan beban gerobak." Ucap Rein sedikit mengalihkan pembicaraan.
"Eh tapi aku terlalu kurus untuk dijadikan beban muatan jika dibandingkan dengan berkarung-karung apel dan kentang." ucap Carla sedikit malu.
"eyy,, tenang saja. Berat badanmu pasti cocok karena mirip dengan apel. Lihat saja pipimu Carla—" sebuah jitakan mendarat mulus dikepala Rein membuatnya menganduh kesakitan.
"Jadi kamu bilang aku gendut?!" Carla melengos pergi tanpa mengatakan sepatah katapun. Berlarian marah. Sejujurnya Carla tidak bisa dikatakan gendut hanya saja pipinya yang chubby diantara tubuh rampingnya.
"ckckck Rein bodoh. Mengatakan tentang berat badan didepan wanita." cibir Elise merasa heran.
"Apa? Apa salahnya? Memang pipinya Carla chuby? Memang aku salah?"
Mereka pun tidak menghentikan perdebatan hingga hari mulai siang. Melupakan jika seharusnya mereka melakukan uji coba. Setelah lelah berdebat mereka mulai kembali bekerja dengan sisa tenaga yang ada.
"Kalian masih disini?" tanya Carla kembali lagi memperhatikan Elise dan Luca yang masih sibuk mencoba gerobak.
"Iya kami belum bisa mencobanya karena kurang beban." Elise kembali melotot ke arah Rein yang kelepasan dengan kata terakhirnya.
"Baiklah. Aku akan bantu. Aku hanya perlu duduk diatasnya kan?" tanya Carla sedikit sinis. Mungkin masih marah karena dikatakan gendut tetapi dirinya juga khawatir dengan anak asuhnya. Sementara Carla dan Elise sudah sebagai bebannya Rein berusaha menjadi kudanya. Gerobak berjalan lancar bahkan tanpa masalah apapun.
"Kita berhasil." Ucap Elise saat gerobak sudah berputar dihalaman panti selama dua kali putaran. Terlihat Rein kelelahan dengan nafasnya yang tersengal. Carla terlihat senang menatap gerobak yang mereka buat berhasil.
"Iya tapi kita butuh kuda untuk menariknya. Kita tidak akan kuat jika harus bolak balik menarik gerobak dari panti ke pasar." Ucap Rein sambil merebahkan tubuhnya di rerumputan.
"Bagaimana jika kita menggunakan Erie sebagai kuda?" Elise memberi ide.
"Aku setuju." Jawab Rein.
"Siapa Erie?" Tanya Carla. Mereka lupa jika disini ada Carla.
"Begini Carla. Sebenarnya—" ucap Elise gugup.
"Ayo ikut aku." Ucap Rein bangkit dan menarik tangan Carla menuju tempat yang sepi. Mereka pun mengekor dibelakangnya meninggalkan gerobak yang terparkir dihalaman panti begitu saja. Mereka tiba dibelakang pohon tua itu. Rein memanggil Erie tanpa disuruh.
"Erie keluarlah." Ucap Rein. Dibalik semak-semak muncullah seekor serigala perak dengan bulu tebal dan gigi tajam menyeringai menatap Carla membuat Carla terkejut.
"KKYAAAA!!!!" Carla pun pingsan. Membuat mereka cemas dan anak-anak keluar mencari sumber suara. Tidak lama Bu Violet menghampiri mereka dengan keadaan terkejut melihat Carla yang pingsan tergeletak ditanah. Sementara Erie sudah bersembunyi dibalik semak-semak lainnya.
"Apa yang terjadi?" Ucap Bu Violet takut.
"Begini bu—"
"Nanti saja, kita pindahkan Carla terlebih dahulu." Potong Bu Violet, kemudian memanggil Isabella agar membopong Carla hingga ke kamar. Meninggalkan mereka dalam keadaan termenung.
...****...
Elise dan Rein sudah diseret ke ruangan Bu Violet yang sudah siap untuk menyidang mereka. Dari balik meja tua yang biasa digunakannya untuk bekerja. Bu Violet menatap mereka penuh tanya sementara Elise dan Rein tetap diam menunggu Carla yang telah tersadar diantar keruangan oleh Isabella. Pintu diketuk perlahan dan pintu terbuka, menampilkan wajah pucat Carla dari balik pintu.
"Duduklah." Carla pun duduk kemudian menatap wajah pucat mereka. Isabella sudah pergi keluar ruangan. Membuat suasana semakin tegang.
"Baiklah. Jadi siapa yang mau menjelaskan terlebih dahulu?" Tanya Bu Violet membuka pembicaraan.
"Aku akan menjelaskan." Ucap Rein tanpa basa-basi mulai menjelaskan semuanya. Mulai dari perjalanan mereka ke hutan yang kedua bertemu dengan Tama. Elise mengeluarkan Tama dari kantong. Bu Violet dan Carla tampak terkejut tapi tetap fokus mendengar. Kemudian pertemuan dengan Erie. Hingga mereka membawanya ke panti.
"Baiklah. Ibu tidak bisa melakukan apa-apa mengenai hewan peliharaan kalian. Tapi kita harus melapor terlebih dahulu kepada petugas keamanan serta guild petualang."
Bu Violet memijat keningnya. Tidak percaya anak asuhnya memiliki hewan peliharaan yang menyeramkan tetapi karena mereka sudah menjalin kontrak mau tidak mau mereka dibiarkan memeliharanya. Karena monster yang sudah menjalin kontrak dengan manusia sama saja memiliki separuh jiwa dari pemiliknya.
"Biar aku yang pergi bu bersama mereka." Ucap Carla menyakinkan.
"Kamu yakin? Wajahmu masih sangat pucat Carla." Bu Violet tampak khawatir .
"Tidak masalah bu. Saya baik-baik saja." Bu Violet pun mengangguk setuju.
"Baiklah. Kita sepakat untuk hal itu. Jadi apakah ada lagi yang kalian sembunyikan?" tanya Bu Violet kembali menatap mereka dengan tegas. Mereka saling tatap. Jadilah hari ini seperti hari penebusan dosa dimana Elise dan Rein mengatakan satu persatu hal yang kami tutupi. Termasuk skill ataupun kantong artefak milik Rein. untung saja Luca tidak ada disini. Bisa-bisanya mereka dimarahi oleh Luca juga