NovelToon NovelToon
Titik Koordinat Mimpi

Titik Koordinat Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Harti R3

Zefanya Alessandra merupakan salah satu mahasiswi di Kota Malang. Setiap harinya ia selalu bermimpi buruk dalam tidurnya. Menangisi seseorang yang tak pernah ia temui. Biantara Wisam dosen tampan pengganti yang berada dalam mimpinya. Mimpi mereka seperti terkoneksi satu sama lain. Keduanya memiliki mimpi yang saling berkaitan. Obat penenang adalah satu-satunya cara agar mereka mampu tidur dengan tenang. Anehnya, setiap kali mereka berinteraksi mimpi buruk itu bak hilang ditelan malam.
Hingga sampai saat masa mengabdinya usai, Bian harus kembali ke luar negeri untuk menyelesaikan studinya dan juga merintis bisnis. Saat keberangkatan, pesawat yang diduga ditumpangi Bian kecelakaan hingga menyebabkan semua awak tewas. Semenjak hari itu Zefanya selalu bergantung pada obat penenang untuk bisa hidup normal. Mimpi kecelakaan pesawat itu selalu hadir dalam tidurnya.
Akankah harapan Zefanya untuk tetap bertemu Bian akan terwujud? Ataukah semua harapannya hanya sebatas mimpi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harti R3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bian Tertidur Pulas

Setelah melewati perjalanan kurang lebih lima menit dengan berjalan kaki, mereka sampai dikost. Bian memperhatikan sekeliling kost. Kost yang cukup nyaman, pelataran yang luas membuat ia menikmati setiap langkahnya. Kamar Zizi berada di lantai tiga dari bangunan tiga lantai.

“Masuklah.”

“Apa boleh?” Tanya Bian melihat kiri-kanan.

Zizi yang sudah masuk, kembali lagi ke pintu. Kemudian ia menutup pintu kamarnya. Bian terheran-heran dibuatnya. Ia pun menyenderkan badannya pada tembok dan menunggu apa gebrakan Zizi selanjutnya. Tak lama kemudian Zizi membuka kembali pintunya lebar-lebar dan menyambut Bian ala-ala pegawai hotel.

“Selamat datang, silakan masuk Bapak Biantara Wisam.”

Bian terkekeh dibuatnya. Zizi menghela nafas kesal.

“Silakan duduk dan tunggu sebentar.”

Zizi masih saja bertingkah bak pegawai hotel yang ramah dan lembut. Ia mengambil minuman dingin untuk Bian dan meletakkan di meja. Ia pergi ke kamarnya untuk mengambil kotak obat.

“Kost kamu nyaman juga, jatuhnya seperti apartemen ala-ala drama korea.”

“Makanya saya betah di kost, Pak.” Kembali dengan kotak obat.

Zizi meraih tangan Bian yang terluka. Ia dengan sigap membersihkan luka pada siku Bian.

“Emang boleh bawa temen cowok masuk?”

“Boleh aja, biasanya kalau hari libur mereka pada keluar, kalau engga ya ngamar.”

“Ngamar? Maksudnya mereka... Arggghhh!” bicaranya terpotong ketika Zizi sengaja menekan lukanya saat memberi obat merah.

“Harap pelankan suara, mungkin saja tetangga sebelah masih tidur.”

“Orang macam apa jam segini masih tidur?”

“Mungkin saja mereka tidur larut. Kalau Pak Bian udah selesai, pulangnya pake motor saya aja nanti saya ambil pas mau keluar.”

“Kamu mau pergi?”

“Hmm. Membeli beberapa buku untuk tambahan referensi.”

“Jam berapa?”

“Mungkin setelah ini. Pak Bian kenapa kepo sih?”

“Boleh saya ikut?”

“Pak Bian emang kurang kerjaan sampe mau ngikutin saya?”

“Darimana kamu tau? Mandilah, saya tunggu disini.”

“Mesum!” memeluk dirinya sendiri.

“Emang kamu mau, pergi tanpa mandi?”

Bener juga, gue belum mandi setelah jogging.

“Tapi Pak Bian jangan lihat ke arah kamar mandi!”

“Saya gak seperti yang kamu pikirkan, saya juga punya attitude Zizi. Boleh saya duduk meja kamu?”

“Gak boleh! Duduk itu di kursi Pak!” jawabnya ngegas.

“Maksudnya di sini, kursi meja belajar.” Kali ini Bian menjawab dengan suara baritonnya. Tak habis pikir rasa kesal timbul karena Zizi.

“Ooh! Boleh.” menjawab dengan cengiran malu.

Zizi bergegas mandi. Sementara Bian memperhatikan satu persatu barang yang ada di meja Zizi. Banyak fotonya terpajang di bingkai, termasuk saat ia menjuarai lomba foto. Pandangan Bian tertuju pada sebuah botol dengan tulisan dokter Jee di pojok kanan meja. Ia mengambil, membaca sekilas lalu meletakkannya kembali.

“Dia masih mengonsumsinya? Pasti sulit melewatinya.”

Menunggu Zizi yang mandi membuatnya terasa mengantuk. Ia beralih ke sofa dan memilih berbaring sambil memainkan ponsel. “Biasanya orang akan bilang, anggap saja rumah sendiri kan?”

Zizi keluar kamar mandi dengan berhati-hati, melihat sekitar. Ia temukan ponsel Bian di balik sofa. Pasti sedang main game. Ia bergegas ke kamar untuk mengganti pakaian. Tak lupa Ia juga meengeringkan rambutnya yang basah.

“Mau berangkat sekarang? Saya udah selesai.” Tak ada suara menyahut. “Kenapa cowok kalau udah main game gak denger suara apapun.”

Zizi menghampiri Bian yang tengah di sofa. “Pak.... Hah rupanya dia tertidur? Bisa-bisanya tidur tapi masih megang hp,”

Ia mendekati Bian, hendak mengambil ponsel ditangannya. Ia takut ponsel itu terjatuh mengenai kepalanya. Saat mendekat, Zizi dibuat terpesona oleh ketampanan Bian. Bahkan ia tak berkedip dalam waktu lama memandang wajah tampan itu. Ia menelan salivanya begitu melihat setiap inci wajah Bian yang saat ini tertidur di sofa kostnya. Ia menggigit bibir bagian bawahnya berkhayal dapat melihatnya setiap hari. Ia lalu menurunkan ponsel yang tengah dipegang Bian dan membenarkan posisi tangannya.

Zizi memilih membuka laptop di meja belajarnya, mengurungkan niat untuk membangunkan Bian. Menunggu laptopnya menyala, Zizi kembali menengok ke arah Bian yang tertidur pulas. Entah apa yang ada dibenaknya, ia mengambil ponselnya dan mengarahkannya pada Bian. Krikk! Ia mengambil foto Bian dan kembali berkutat dengan tugasnya.

Andai saja kau mengerti isi hatiku. Betapa bahagianya melihatmu yang bahkan tak sengaja tertidur di sofa kostku. Aku berharap, bisa memiliki pemandangan ini setiap hari. Mungkin aku sudah gila. Kau begitu tampan, diam-diam aku menyukaimu, Bian.

Waktu menunjukkan pukul 09.55. Satu jam Bian tertidur. Perlahan Ia membuka mata dan mendapati Zizi duduk di kursi. Mengalihkan pandangan ke arah jam dinding. 09.55.

“Kenapa gak bangunin saya?” sapanya dengan suara serak khas bangun tidur.

“Pak Bian tidur pules banget, mana mungkin saya bangunin.” Jawabnya menjeda aktivitasnya.

Ia berbalik melihat Bian yang sudah terduduk mencoba menyadarkan dirinya. Betapa beruntungnya dia melihat pemandangan indah selain jalanan kota. Senyum menghiasi wajahnya.

“Boleh saya numpang ke kamar mandi?”

“Hmm.” Jawab Zizi mengangguk.

Zizi menatap punggung lebar Bian yang berjalan menuju kamar mandi. Lagi-lagi senyum terbit di bibirnya. Ia lalu membereskan pekerjaannya yang belum selesai. Menutup laptop dan menunggu Bian selesai mencuci muka.

Di dalam kamar mandi Bian membasuh wajahnya. Ia melihat dirinya di kaca yang tepasang di atas watafel. Ia tersenyum dengan wajah yang masih basah dengan air.

“Bagaimana bisa aku tertidur di sini?”

Ia kembali membasuh wajahnya, kemudian mengeringkan dengan tisu yang tersedia di sana. Ia keluar kamar mandi dengan rambut yang setengah basah dan mengacak-acaknya. Zizi terpesona melihatnya. Ia bagai patung yang sedang duduk di kursi. Sampai akhirnya Bian membuyarkan lamunannya.

“Sorry, gara-gara saya ketiduran kamu jadi kesiangan ke toko buku.”

“Gapapa, lagian ini hari minggu.” Jawab Zizi mengambil air minum di kulkas. Ia berdiri lama dengan kulkas tetap terbuka. Berharap wajahnya tidak menjadi kepiting rebus karena Bian.

“Are you okay?” tanya Bian heran melihatnya.

“Ah mmm hmm. Pak Bian mau?”

“Gak usah. Oh iya sebagai gantinya, saya temenin kamu kemanapun hari ini.”

“Ahh boleh. Mmm yaudah berangkat sekarang aja, Pak Bian juga perlu mandi.” Jawabnya mencoba menetralisir kegugupannya.

Akhirnya mereka keluar dari kamar kost. Saat di depan pintu ada sepasang kekasih yang sedang lewat yang sedang bergandeng mesra sambil bercengkrama.

“Gimana? Puas gak?”

“Puas banget. Kamu memang bisa diandalkan sayang.”

Sontak Zizi dan Bian mematung di depan pintu. Bian mengerjapkan mata dan menelan salivanya. Entah apa yang dia pikirkan. Ia melihat ke arah Zizi yang juga mematung.

“Pak Bian mikir apa?” Bian kembali melihat kedua pasangan yang sudah berlalu itu. “Mereka suami istri. Dasar mesum!” Zizi meninggalkan Bian yang masih berdiri.

“Ah begitu rupanya.” Monolognya sambil menggelengkan kepala. Ia pun mengikuti Zizi.

Saat berjalan di lorong kost, beberapa pasang mata gadis melihat ke arah Bian. Zizi yang menyadari merasa kesal sendiri. Ia memperpendek langkahnya, sengaja menunggu Bian. Mungkin Bian menyadari gerak-gerik Zizi, tanpa basa basi Bian menggenggam tangan Zizi.

“Pelan-pelan, tunggu aku.”

Blush! Kepiting rebus bersarang di wajah Zizi.

1
Anonymous
jjk
Rami
Karya yang luar biasa. Membacanya seakan larut dalam setiap situasi. Bahagia, sedih, lucu bisa ditemukan di karya ini. Jangan lupa membacanya 🥰
☆☆D☆☆♡♡B☆☆♡♡: Iya, semangat🙏✌
Rami: salam kenal juga kak, karyamu udah banyak semoga nular di aku yaa /Pray/
total 3 replies
Yume✨
Lanjutkan terus, aku bakal selalu mendukungmu!❤️
Rami
Sabar kakak, bentar lagi rilis. Jangan merana lagi yaa hihihi
Yusuo Yusup
Lanjutin thor, jangan biarkan kami merana menunggu~
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!