Istri yang dimanfaatkan olehnya telah tiada, meninggal dalam pelukannya. Wanita berwajah rusak yang tidak pernah lelah menunggunya.
"Bangun Foline..." gumamnya, tidak pernah mengijinkan pemakaman sang istri. Memeluk jenazah yang berada dalam peti mati dalam kamarnya.
Pemuda keji, yang menampik rasa kasih dari istrinya. Menghancurkan keluarganya, hanya demi ambisinya untuk memiliki segalanya.
"Sayang...jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu menangis, tidak akan membiarkan jarimu tergores..." gumamnya hendak mengakhiri hidupnya. Kala bahkan tidak ada lagi rasa kasih dari keluarganya.
*
Namun, ada yang aneh. Otto Celdric tidak meninggal. Matanya terbuka mengamati ruangan, dirinya kembali ke masa 12 tahun lalu.
Mencari keberadaan istrinya, melindungi keluarganya, itulah yang akan dilakukan psikopat itu kali ini.
Menginjak tubuh orang-orang yang akan menghancurkan keluarganya.
"Kalian tidak ingin bermain lagi denganku?"
"Aaggh!"
"Adios!"
Dor!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kill
Tangannya gemetar, wajahnya berusaha tersenyum ramah. Benar-benar mengingat bagaimana selama setahun dirinya bekerja gajinya selalu mendapatkan pemotongan dengan alasan yang tidak jelas. Bentakan? Segalanya selalu diterima olehnya.
Tapi sekarang? Lihat wajah orang-orang munafik ini.
"Terimakasih..." Ace tersenyum, berusaha terlihat ramah, baru saja turun dari mobil milik Carl yang mengantar dirinya pulang.
"Ingat! Besok kamu harus bekerja! Semangat!" Ucap Carl tersenyum.
"Semangat!" Bersamaan dengan itu Ace juga mengucapkannya. Melambaikan tangan melihat mobil Carl meninggalkannya.
Perlahan senyuman di wajah pemuda itu menghilang. Memasuki gedung apartemen murah sewaannya. Setelah menaiki tangga perlahan kunci dimasukkan ke dalam lubang.
Pintu yang terbuka menampakkan sosok seorang pemuda yang tengah menikmati segelas wine.
"Bagaimana kamu bisa masuk?" Tanya Ace pada Eric.
"Aku menyewa apartemen di sebelah apartemenmu untuk satu hari. Mengatakan dengan alasan syuting film dokumenter. Lalu tinggal melompat melalui balkon, menikammu berkali-kali saat sedang terlelap, atau memasukkan racun pada bahan makanan di kulkasmu. Tidak! Aku bercanda..." Eric tertawa, tapi tidak dengan Ace. Candaan itu benar-benar tidak lucu. Orang ini tidak waras...
Pada akhirnya Ace duduk di hadapannya. Menuangkan wine ke dalam gelas kosong, kemudian ikut minum bersama dengan Eric.
"Sudah dua kali. Seharusnya aku sudah mati." Ace memulai pembicaraannya.
"Aku bukanlah tipikal orang yang memiliki mental yang kuat. Jika kamu tidak membebaskanku, maka aku akan tetap mendekam di penjara. Kemudian mati karena bunuh diri. Itu yang pertama, dan yang kedua... saat Diego hampir membunuhku. Mana mungkin aku takut pada orang yang menyelamatkan hidupku." Lanjut Ace, meminum lebih banyak. Ini kenyataan baginya manusia-manusia munafik itu lebih mengerikan dibandingkan dengan Eric.
"Sebagai boss aku harus menjaga karyawan andalanku dengan baik kan?" Ucap Eric tanpa senyuman sedikit pun.
"Apa yang harus aku lakukan setelah ini." Ace menelan ludahnya, tangannya masih gemetar saat ini. Untuk pertama kalinya dirinya dapat membalas rasa sakit. Benar-benar bagaikan anak itik yang akan mengikuti langkah induknya.
"Kamu tidak boleh terlalu bergantung padaku. Bukankah kamu seharusnya tau apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?" Tanya Eric tersenyum, meminum red winenya. Sinar dari lampu perkotaan yang masuk melalui jendela menembus red wine. Hingga pantulan pupil mata Eric bagaikan terlihat merah sekelebat.
Bagaikan iblis yang diturunkan ke dunia. Untuk menarik kaki manusia serakah menuju neraka. Rambut hitam dengan sekelebat mata merah, akibat bias dari pantulan red wine.
"Kamu...aku akan melakukannya. Tuan muda..." Kala itulah Ace menyadari, dirinya ingin berlindung pada orang ini. Tidak mengetahui tentang bagaimana manusia dapat begitu mengerikan. Bersembunyi di balik sayap hitamnya? Mungkin itu lebih baik.
Eric hanya tertawa, pria yang bersungguh-sungguh. Akan jadi apa orang ini?
"Aku mengabadikan hidupku, pada orang yang menyelamatkanku. Jangan tertawa! Itu sepadan bukan!?" Geram Ace, tapi hanya sejenak. Pemuda itu ikut tertawa.
Akan menjadi seperti apa masa depan berubah? Ratu judi, koki terhebat di dunia, masih ada dua orang lagi.
Empat manusia mengerikan yang akan hanya setia pada Eric. Dua tahun, waktu yang cukup untuk memberikan pendidikan, membangun kepribadian mereka.
"Kehidupan kedua yang menyenangkan." Gumam Eric, kini memiliki teman-teman untuk bermain dengannya.
*
Bagaimana caranya menghancurkan hidup seseorang tanpa dapat bangkit lagi?
Bukan restauran biasa, seperti ide Luna, Secret Prince, itulah nama restauran yang akan mereka buka. Konsep restaurant, marketing, segalanya diatur oleh Luna.
Bahkan untuk pembukaan restauran mereka mengundang orang dari stasiun TV swasta. Tentunya dengan menjual nama Diego segalanya lebih mudah bukan?
"Paman membuka restauran kecil? Kenapa tidak bergabung ke perusahaan ayah saja? Paman kan lumayan pintar." Tanya Ryu mencoba makanan yang biasa-biasa saja baginya. Tentu saja semua makanan di tempat ini, resepnya dibuat sendiri oleh Diego.
"Kakakku memiliki anak sepertimu adalah sebuah kesialan baginya." Eric menghela napas kasar.
"Kenapa?" Tanya Ryu tidak mengerti.
"Ingin aku merebut perusahaan ayahmu, karena kamu tidak becus memegang perusahaan?" Eric berusaha tersenyum.
"Mana mungkin orang kocak dan lugu seperti paman merebut perusahaan ayahku." Ryu malah terkekeh mendengarkan kata-kata sang paman.
"Turun berapa kilo?" Tanya Eric dengan raut wajah datar.
"3 kilo, aku yakin timbangannya salah. Seharusnya 10 kilo." Jawab Ryu kembali mencicipi salah satu makanan.
"Kempeskan perutmu! Buat wanita baik-baik, pintar, cantik..." Eric menghela napas, melanjutkan kata-katanya."Ralat tidak perlu cantik, yang penting pintar, jatuh cinta pada pandangan pertama padamu. Jangan cari wanita bodoh yang bisanya hanya berselingkuh dan menghabiskan harta kakakku. Mengerti!?"
"Almira tidak berselingkuh." Ryu Dean mengenang tunangannya yang super cantik.
"Aku harus mulai berfikir untuk merubah isi otakmu." Keluh Eric melangkah meninggalkan keponakannya.
"Paman!" Ryu melangkah hendak mengejar sang paman. Tapi tidak jadi, makanan di atas meja terlalu menggoda untuk ditinggalkan.
*
Alunan suara musik masih terdengar. Menikmati cup cake, memakannya bagaikan anak kecil. Itulah yang dilakukan Eric saat ini, masih duduk di sudut ruangan. Mengamati Diego yang tengah diwawancarai pihak stasiun televisi.
Sejenak Diego menoleh ke arah Eric kemudian tersenyum. Eric mengangkat sedikit minumannya membalas senyuman Diego, semakin sombong, maka akan semakin menyakitkan kala terjatuh. Predator yang ingin mengetahui, bagaimana rasa sakit manusia secara psikologis.
"Restauran ini, aku yang mendirikannya. Modalnya karena ketekunanku. Konsepnya juga dariku." Ucap Diego menjawab pertanyaan reporter. Seakan-akan restauran ini adalah miliknya.
Tidak menyadari Luna yang duduk di samping Eric berusaha tersenyum memendam kekesalannya."Eric, kamu yakin dia adalah Chef terhebat di dunia?"
"Entahlah..." Jawab Eric dengan raut wajah tidak berdosa. Meminum sedikit alkohol. Memakai pakaian resmi, wajah rupawan yang dikagumi oleh Luna. Bagaimana mungkin wanita ini tidak mengangguk dan menurut.
"Aku akan menahan amarah selama bekerja dengan orang tua itu (Diego)." Gumam Luna, yang penting dapat bekerja dengan Eric.
"Luar biasa! Lalu mungkin ada sedikit bocoran tentang menu andalan restauran ini." Sang reporter kembali membahas hal-hal ringan.
"Menu andalan akan terbuat dari---" Kalimat Diego terhenti kala pintu depan yang terbuka menampakkan kedatangan Ace ditemani oleh Carl.
Pria yang berusaha tersenyum, mengepalkan tangannya memendam amarah. Carl dan Ace, mereka hanya pengganggu bagi Diego.
"Maaf, aku Carl dari Wallet restauran ingin membocorkan kebusukan Chef Diego." Ucap Carl tersenyum.
"Dia dari Wallet restauran. Hanya iri dan ingin menjatuhkan namaku. Sebenarnya---" Kalimat Diego disela.
"Menjatuhkan nama siapa!? Separuh dari buku resep yang diterbitkan Diego atas namanya adalah buatan chef muda ini. Semuanya buatan Ace. Kalian fikir kenapa saat kompetisi Ace yang lambat dimasukkan ke dalam tim!?" Kalimat penuh emosi dari Carl.
"Dia hanya koki yang menggunakan daging busuk meracuni pelanggan hingga mati." Diego tersenyum, benar-benar dua orang sial baginya.
Hingga.
Pada akhirnya Eric bangkit melangkah mendekati mereka. Membawa botol wine dan gelas, wajahnya tersenyum.
"Maaf, ada masalah apa?" Tanyanya menunjukkan raut wajah polos tanpa dosa. Namun, sedikit melirik ke arah Ace.
Pemuda yang awalnya terdiam (Ace) mulai tersenyum menyeringai, hanya disadari oleh Eric.
"Kill (bunuh)..." Satu kata yang ada di benak kedua orang ini. Dua orang yang bagaikan tidak berdosa. Namun tidak sabar menatap bagaimana kedua ekor ular ini saling melahap.
😁😁😁😁😁