Ana seorang pekerja keras yang memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan ibu dan kedua adiknya setelah kepergian ayah nya.
Hingga suatu hari dia menderita penyakit leukimia stadium akhir membuatnya hanya dapat bertahan selama 3 bulan saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Sri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Anna tersadar setelah tiga hari memejamkan mata, perawat yang memang tengah berada di ruang rawatnya segera mengecek keadaan nya.
" Semuanya sudah normal."
Perawat langsung menekan tombol darurat di samping ranjang pasien untuk memanggil dokter.Mata Anna bergerak ke segala arah mencoba memahami situasi yang terjadi.
" Anda, tidak sadarkan diri selama tiga hari ini."
" Astaga itu lama sekali, lalu bagaimana dengan pekerjaan ku." Seketika Anna merasa panik karena sudah cuti tanpa memberitahu.
" Kamu tidak perlu khawatir, aku sudah memberitahu cuti mu ke kantor."
Ryan masuk bersamaan dengan dokter yang akan merawat Anna. Anna begitu senang saat melihat sahabat baik yang sudah lama tidak dia temui.
" Ryan, kamu ngapain disini." Anna hampir berteriak saking senangnya.
" Hei tenanglah kamu baru sadar, istirahatlah agar kamu cepat pulih."
" Maaf."
" Aku tidak sengaja melihat mu diantar taxi ke sini, kebetulan saat itu aku sedang mengantar kakekku untuk chek up, saat tahu kamu masih belum sadar aku langsung memberi tahu pihak kantor untuk mengambil cutimu."
Anna hanya mengangguk dengan penjelasan yang Rian berikan.
" Terima kasih, kau tidak bekerja."
" Hahaha, kelamaan tidur kau jadi lupa ini hari Sabtu dan kantor libur."
" Oh iya, aduh aku bahkan tidak tahu aku bisa tidur selama itu."
" Kau tidak pernah bilang hal ini padaku, kau menyembunyikan nya dari ku, kenapa."
" Soal apa."
" Dokter sudah memberitahu ku."
Anna melihat ke arah dokter yang tengah memeriksa nadinya. Dokter menghela nafas.
" Huh, harus ada orang yang tahu kondisi mu Anna, kau tidak bisa menyembunyikan semua nya sendiri, disaat seperti ini kau harus ada orang yang selalu menjaga mu." Dokter segera mengemasi barangnya setelah memastikan keadaan Anna yang sudah stabil.
" Kondisi mu sudah mulai membaik, hanya butuh beristirahat beberapa hari lagi, kalau begitu saya pamit dulu, Anna jangan lupa minum obatnya."
" Iya dokter" Anna mengangguk pada dokter sebelum dokter itu berlalu pergi.
" Aku akan meminta pada joan untuk terus memperhatikan mu."
Ryan mengambil ponselnya berniat menelpon joan tapi segera dihentikan Anna.
" Jangan memberitahunya." Anna menggelengkan kepalanya agar Ryan berhenti mencoba untuk menelpon.
" Kenapa, joan juga berhak tahu Anna."
" Aku tidak ingin merepotkannya lagi, selama ini dia sudah banyak membantuku, aku tidak bisa berhutang Budi lebih banyak lagi padanya."
Ryan menghela nafas dia mengerti perasaan Anna tapi hanya joan yang bisa menjaga nya.
" Baiklah, tapi menurutku joan tidak akan merasa keberatan, kulihat dia sangat peduli pada mu."
" Tidak , tidak seperti itu." Ntah kenapa pipinya memanas mendengar perkataan Ryan.
" Kurasa dia menyukai mu." Tebak Ryan
" Itu tidak mungkin." Anna merasa lucu dengan pemikiran Ryan yang begitu tidak berdasar.
" Lalu bagaimana dengan mu." Tanya Ryan pada Anna.
" Apa? Aku" tunjuknya pada dirinya sendiri.
" Iya , bagaimana dengan mu kau menyukainya."
Anna terdiam dia berpikir sejenak, tidak mungkin dia menyukai joan kan terlebih joan baik padanya hanya karena mereka teman dan mungkin dia juga hanya merasa nyaman karena joan yang begitu baik dan perhatian padanya. Tapi kenapa jantungnya berdetak lebih cepat begini. Ini tidak boleh terjadi.
"Anna, kenapa kau diam."
" Oh, itu.. kurasa tidak mungkin, aku tidak ada waktu untuk itu, aku terlalu sibuk kau tahu sendiri kan." Ucap Anna disertai tawa mirisnya.
" Cobalah untuk menjalani kehidupan yang normal, jangan terpaku dengan tanggung jawab itu, kau sudah melakukannya dengan baik. Sudah waktunya untuk memikirkan diri sendiri juga."
Ryan sudah pulang sejak dua jam yang lalu, kini Anna memikirkan perkataan Ryan tadi. Ryan dan joan benar, mungkin sudah saatnya ia mencoba memikirkan diri sendiri, tapi dia tidak bisa egois, keluarganya hanya punya dia untuk bergantung hidup, tidak seharusnya ia berpikir egois begini.
Telponnya kembali berbunyi, dengan susah payah ia mencoba bangkit sedikit dari pembaringannya mencoba meraih ponselnya.
Tertera nama ibu di layar ponselnya, Anna mengangkat sambungan telepon tersebut.
" Kemana saja kau hah! Apa kau sudah tidak peduli dengan ibu mu ini lagi." Bentakan ibunya menjadi hal yang pertama kali ia dengar.
" Aku ... Maaf ibu aku tidak bermaksud mengabaikan telepon mu tapi aku agak kurang sehat beberapa hari ini." Anna tidak mau memberitahu penyakit nya takut ibunya khawatir.
" Hanya sakitkan, kau harusnya masih bisa mengangkat telepon ibu." Ujar ibunya.
Anna terdiam mendengar perkataan ibunya, apakah ibunya tidak mengkhawatirkannya , padahal jelas sekali ia mengatakan keadaannya yang kurang sehat bukannya nada khawatir ibunya melainkan bentakan ibunya yang ia dapat.
" Kamu kok diam, ibu minta kamu kirimin uang belanja kita."
" Nggak ada buk. Anna nggak ada duit lagi."ucap Anna.
" Kamu usaha nyari dong." ucap ibunya tanpa mempedulikan kondisi Anna saat ini.
" Buk, bisa ngga sekali ini aja, Anna capek buk. Anna benaran nggak ada duit lagi, Anna lagi sakit buk, Anna sekarat.Apa nunggu Anna mati dulu baru ibu ngerti aku cuma butuh istirahat sebentar, aku capek buk dan aku nggak ada duit sekarang ,utang aku juga udah numpuk." Anna merasa putus asa menghadapi ibunya yang terlalu banyak menuntut padanya.
" Kamu marahin ibu." Anna menghela nafas nya berusaha menahan air matanya yang akan keluar. Dia tidak lagi mengerti lagi entah seperti apa keluarganya menganggap nya, apakah dia hanya dijadikan sapi perah. Bukankah dia memiliki nasib yang begitu malang.
" Bukan gitu buk tapi aku benaran nggak punya saat ini, mau diusahain kemana juga nggak ada yang bakalan bantu Anna lagi, Anna udah keseringan minjam buk."
Anna mematikan sambungan teleponnya karena tak sanggup lagi mendengar ocehan ibunya yang bahkan tidak mempedulikan keadaan nya. Amarah seketika menguasainya tapi Anna tidak tahu cara melampiaskan nya sehingga dia hanya bisa menangis. Miris sekali, Bahkan saat dia sudah berkorban sejauh ini, dia bahkan tidak bisa mendapatkan hal baik.
Yudha tengah memasuki salah satu club yang paling populer bagi anak muda. Dia berjalan masuk terus kedalam ruangan judi, disana ia melihat seorang pria paruh baya yang tengah diapit dua wanita penghibur di kedua sisinya. Yudha mendekati pria itu yang disambut dengan baik oleh pria itu.
" kemarilah yud, duduk disini." pintanya pada Yudha yang langsung duduk di tempat salah satu wanita tadi.
"Katakan apa yang kau inginkan sekarang."
ucap si pria itu sambil meneguk wine yang ada di tangan nya.
" saya kesini ingin setoran pak" ucapnya pada pria itu sambil menyerahkan segepok uang padanya. Pria itu menghitung jumlah uang yang ada di amplop lalu mengernyit. Pria itu menarik kerah kemeja Yudha dengan keras membuat Yudha gemetar.
" kau mau bermain-main dengan ku hei anak muda, uang yang kau setorkan ini tidak sesuai dengan perjanjian kita ini bahkan tidak sampai dari setengahnya, kau ingin mati hah." ucap nya ke telinga Yudha membuat Yudha meringis takut.
" tapi saya hanya ada segitu pak, nanti kalau saya ada duit lagi bakalan saya bayar deh pak " ucap Yudha memohon.
" begini saja, saya kasih kamu kerja hutang mu di anggap lunas."
" pekerjaan...pekerjaan apa pak."
Pria itu meminta ajudan nya mengambil koper berisikan serbuk ganja dan memperlihatkannya pada Yudha.
Yudha langsung shock dengan isi koper itu.
" ini.... Ini ganja pak." jawabnya tergugup.
" seperti yang kau lihat, kau harus mengedarkan ini dan aku anggap hutang mu lunas."
" tapi pak ini berbahaya bagaimana kalau..."
" saya akan berikan kamu uang lima juta tiap Minggu nya bagaiman." tawar pria itu yang tidak mungkin tertolak oleh Yudha. Kapan lagi begini dapat uang mudah dan utang banyak juga lunas. Yudha akhirnya membuat keputusan untuk ikut bekerja dengan pria itu, untuk resiko dia tidak mau ambil pusing itu belakangan saja.
" iya pak, saya mau." pria itu tersenyum dan menawarinya bersulang yang langsung di sambut Yudha dengan baik, tanpa Yudha sadari ia telah terjebak dengan komplotan mafia yang tidak akan melepaskan nya begitu saja.