Netha Putri, wanita karir yang terbangun dalam tubuh seorang istri komandan militer, Anetha Veronica, mendapati hidupnya berantakan: dua anak kembar yang tak terurus, rumah berantakan, dan suami bernama Sean Jack Harison yang ingin menceraikannya.
Pernikahan yang dimulai tanpa cinta—karena malam yang tak terduga—kini berada di ujung tanduk. Netha tak tahu cara merawat anak-anak itu. Awalnya tak peduli, ia hanya ingin bertanggung jawab hingga perceraian terjadi.
Sean, pria dingin dan tegas, tetap menjaga jarak, namun perubahan sikap Netha perlahan menarik perhatiannya. Tanpa disadari, Sean mulai cemburu dan protektif, meski tak menunjukkan perasaannya.
Sementara Netha bersikap cuek dan menganggap Sean hanya sebagai tamu. Namun, kebersamaan yang tak direncanakan ini perlahan membentuk ikatan baru, membawa mereka ke arah hubungan yang tak pernah mereka bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai Merasa Nyaman
Tak lama setelah Netha bersantai di sofa, suara bel rumah berbunyi. Ia bangkit dengan malas, menyeka keringat di dahi, dan berjalan menuju pintu.
"Kurir pengantar barang," ucap seorang pria di luar dengan senyuman sopan.
“Oh, sudah datang,” Netha mengangguk, membuka pintu lebih lebar. “Silakan letakkan semua di dalam, di ruang keluarga saja.”
Para kurir mulai membawa masuk barang belanjaan yang tadi ia pesan. Satu per satu barang diletakkan dengan rapi, hingga hampir memenuhi separuh ruang tamu. Setelah selesai, Netha memberikan tips kepada kurir tersebut dan mengucapkan terima kasih.
Saat pintu ditutup dan ia melihat tumpukan barang di ruang keluarga, Netha hanya bisa mendesah panjang.
“Banyak sekali,” gumamnya sambil meletakkan tangan di pinggang. “Kalau dikerjakan sendiri, bisa sampai malam ini selesai.” Ia menggeleng sambil tersenyum lelah. “Tunggu si kembar saja. Mereka harus ikut bantu.”
Namun, Netha tahu ada barang-barang yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ia mengambil beberapa bahan makanan yang mudah busuk, seperti daging ayam, ikan, dan sayuran segar, lalu menyimpannya di dalam kulkas.
Setelah itu, ia menuju dapur, mengenakan apron, dan mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk memasak. Ia memutuskan untuk membuat tiga hidangan besar sekaligus, cukup untuk dirinya dan kedua anak kembarnya.
🫕Daftar Hidangan Netha
Ayam Goreng Tepung Rempah
Ayam yang dilapisi tepung berbumbu bawang putih, kunyit, dan ketumbar. Digoreng hingga renyah.
Sup Ayam Sayuran
Sup hangat dengan potongan ayam, wortel, kentang, dan brokoli, dimasak dengan kuah kaldu yang gurih.
Tumis Bayam dan Jagung Manis
Bayam segar ditumis bersama jagung manis, bawang putih, dan sedikit kecap asin.
Tak lupa, ia juga menanak nasi putih untuk melengkapi hidangan.
Selesai memasak, Netha menyeka keringat di dahinya. “Akhirnya jadi juga,” gumamnya puas sambil memandangi tiga hidangan besar yang tersusun rapi di atas meja makan.
Ia membersihkan peralatan memasak dengan cepat dan memastikan dapur kembali rapi. Selesai semua, ia melihat ke arah lantai atas. Kedua anak kembarnya masih belum turun.
“Anak-anak ini, tidurnya seperti kebo,” keluhnya pelan sambil melepas apron. Ia menaiki tangga dan berjalan ke kamar mereka.
Netha mengetuk pintu kamar pelan beberapa kali. Tidak ada jawaban. Ia mengetuk lebih keras.
Dari dalam kamar, suara Al terdengar, sedikit serak karena baru bangun. “Ada apa kamu mengetuk pintu?” tanyanya sambil menguap.
Netha menghela napas pendek. “Waktunya makan sore. Bangun sekarang, dan bangunkan kembaranmu juga,” katanya tegas.
Al mengangguk, meski matanya masih setengah terpejam. “Oke, aku bangunin dia.”
Netha menunggu sebentar di depan pintu, memastikan Al benar-benar membangunkan El. Beberapa saat kemudian, ia mendengar suara berisik di dalam kamar. Dengan puas, ia berbalik dan turun ke ruang makan.
📍Di Ruang Makan
Beberapa menit kemudian, Al dan El muncul di ruang makan. Wajah mereka masih sedikit mengantuk, tapi terlihat lebih segar setelah mencuci muka dan berkumur.
Ketika mereka duduk di meja makan, aroma masakan Netha langsung menyeruak. El yang biasanya tidak banyak bicara melirik ke arah hidangan, matanya tampak berbinar. Al, seperti biasa, langsung mengomentari.
“Wah, banyak banget! Ini semua kamu yang masak?” tanya Al dengan nada kagum.
Netha hanya tersenyum kecil. “Ya. Cepat makan sebelum dingin.”
Ketiganya mulai makan dengan lahap. Netha menyajikan porsi besar untuk El dan Al, sementara dirinya mengambil porsi lebih kecil.
Sambil makan, El dan Al diam-diam berpikir dalam hati.
El: “Masakannya enak sekali. Aku nggak tahu dia bisa masak. Kalau dia terus seperti ini, aku rasa aku nggak mau dia pergi.”
Al: “Dia berubah sekali. Ia jauh lebih baik. Tapi kenapa rasanya aku sedih kalau harus berpisah dengan dia nanti?”
Meski mereka tidak mengungkapkan pikiran tersebut, ekspresi wajah mereka sudah cukup berbicara.
Selesai makan, seperti biasa, Netha menyuruh mereka untuk mencuci peralatan makan mereka sendiri. “Bersihkan piring dan sendok kalian masing-masing. Jangan malas,” katanya tegas.
Al mengangguk sambil bersungut-sungut, sementara El mengangguk singkat tanpa komentar. Mereka segera membawa piring masing-masing ke wastafel dan mencucinya dengan bersih.
Setelah selesai mencuci piring, Netha memanggil mereka ke ruang tamu yang masih penuh dengan barang-barang belanjaan.
“Sekarang, bantu aku membereskan semua ini,” katanya.
El dan Al mengangguk patuh. Mereka mulai bekerja sama mengangkat barang-barang ke tempat yang sudah ditentukan. Netha mengarahkan mereka dengan jelas, memastikan semuanya diletakkan di tempat yang tepat.
“Makanan ringan kalian taruh di lemari penyimpanan bahan dapur,” kata Netha sambil menunjuk rak di sudut dapur.
El dan Al mengambil makanan ringan yang mereka pilih di supermarket tadi dan menaruhnya di tempat yang diminta.
“Dengar, sehari kalian hanya boleh makan dua makanan ringan itu,” tambah Netha. “Jangan lebih.”
Al, seperti biasa, langsung bertanya dengan nada protes. “Kenapa cuma dua? Kan aku bisa makan lebih.”
Netha menatapnya tajam. “Karena aku yang bilang begitu. Kalian mau jadi anak yang nggak sehat karena kebanyakan jajan?”
Al mendengus pelan, tapi tetap mengangguk. “Baiklah,” katanya.
Sementara itu, El hanya mengangguk dingin tanpa berkata apa-apa.
Setelah itu, mereka melanjutkan bekerja sama menata barang-barang lain. Beberapa bahan dapur dimasukkan ke dalam lemari penyimpanan, peralatan mandi diletakkan di kamar mandi, dan perlengkapan dapur seperti panci dan pisau ditata di dapur.
Netha merasa puas melihat kerja sama kedua anak kembarnya. Meskipun Al sedikit cerewet dan suka berkomentar, ia tetap membantu dengan baik. El, meskipun pendiam, bekerja dengan cepat dan efisien.
Setelah semua barang tertata rapi, mereka bertiga duduk di sofa ruang tamu sambil meminum segelas air dingin. Wajah El dan Al tampak lelah, tapi ada kepuasan tersirat di mata mereka.
“Bagaimana? Capek?” tanya Netha sambil tersenyum kecil.
“Lumayan,” jawab Al sambil merebahkan tubuhnya ke sofa.
El hanya mengangguk singkat, seperti biasa.
Netha tersenyum lagi. Dalam hati, ia merasa lega. “Mungkin ini awal yang baik,” pikirnya. “Aku akan terus mencoba jadi orang yang lebih baik untuk mereka. Akan aku buat kalian lebih berisi dan sehat. Agar, nanti jika aku pergi, aku tidak akan bersalah meninggalkan kalian dengan papanya.”
To be continued