Tahu masa lalunya yang sangat menyakitkan hati satu minggu sebelum hari pernikahan. Sayang, Zoya tetap tidak bisa mundur dari pernikahan tersebut walau batinnya menolak dengan keras.
"Tapi dia sudah punya anak dengan wanita lain walau tidak menikah, papa." Zoyana berucap sambil terisak.
"Apa salahnya, Aya! Masa lalu adalah masa lalu. Dan lagi, masih banyak gadis yang menikah dengan duda."
Zoya hanya ingin dimengerti apa yang saat ini hatinya sedang rasa, dan apa pula yang sedang ia takutkan. Tapi keluarganya, sama sekali tidak berpikiran yang sama. Akankah pernikahan itu bisa bertahan? Atau, pernikahan ini malahan akan hancur karena masa lalu sang suami? Yuk! Baca sampai akhir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 33
Seketika. Dunia Arya benar-benar rusak parah untuk saat ini. Ketika dia melihat Zoya yang berjalan semakin menjauh meninggalkan dirinya, semakin kuat pula rasa takut yang menghampiri.
'Tidak-tidak. Aku tidak siap jika harus kehilangan kamu. Apapun itu caranya, aku tidak akan membiarkan kamu pergi.'
....
Ucapan Seno tadi sore terus saja bermain-main dalam ingatan Arya.
"Jika ingin mempertahankan seseorang, maka jadikanlah dia sebagai milik kita seutuhnya. Gitu, mas. Kata kakek ku dulu," ucap Seno lewat pesan singkat yang dia kirimkan pada Arya setelah chat panjang lebar antara keduanya.
Ya. Sejak kejadian tadi siang, Arya benar-benar seperti orang gila. Cari solusi ke sana ke sini tanpa henti. Karena dia tidak sanggup Zoya tinggalkan. Susah payah dia kejar, mana mungkin dia siap untuk melepaskannya lagi.
"Jadikan dia milik kita sepenuhnya."
Pikiran Arya malah langsung mengembara ke gurun yang berbeda. Beberapa saat kemudian, ponsel langsung dia keluarkan dari saku celananya.
Lincah tangan itu menekan layar ponsel dengan wajah yang sangat serius. Lalu, sebuah panggilan pun langsung terhubung.
"Usy. Pesan kan aku sesuatu."
"Ya. Barang itu. Barang yang baru saja aku kirimkan padamu fotonya."
"Ya, segera, Usy. Setelah kamu beli, kamu antarkan langsung ke rumah ku. Jangan biarkan ada yang tahu. Kamu paham maksud aku, bukan?"
"Ya. Kamu selalu bisa aku andalkan."
Setelahnya, panggilan itupun langsung berakhir. Dengan perasaan gelisah, Arya menunggu apa yang telah dia pesan kan pada seseorang yang bernama Usy. Sementara itu, di kamar, Zoya masih mengurung diri tanpa berniat untuk beranjak sedikitpun.
Yah, sejak kejadian tadi siang, dia terus berdiam diri di kamar. Berulang kali ketukan di pintu pun terus ia abaikan. Dia ingin sendiri, dan terus sendiri. Tidak ingin bertemu dengan siapapun. Termasuk, bi Nari.
Pikirannya terus mengembara. Pemandangan tadi siang di cafe tempat dirinya bertemu Desi dan Gilang, sungguh tidak bisa dia lupakan sedikitpun. Pemandangan yang sangat menyakitkan hati.
Ketika Arya menggendong anak perempuan dengan diikuti oleh seorang wanita di belakangnya. Itu adalah pemandangan yang sangat jelas mengambarkan bahwa, mereka adalah keluarga yang utuh dengan beranggotakan tiga orang.
Berapa kali pun Zoya membayangkan hal itu, air matanya tetap saja jatuh. Rasa sakit yang menyapa terus saja kekal tanpa berkurang sedikitpun.
"Apa ini? Kenapa begitu?"
"Tuhan ... kenapa rasanya terlalu sakit?"
"Aku sudah berusaha supaya tidak memikirkannya. Tapi kenapa? Kenapa masih saja terpikirkan?"
Zoya lalu menyembunyikan wajahnya di antara lengan yang sedang memeluk erat kedua lutut. Air mata sudah berulang kali jatuh. Tapi perasaannya masih juga tidak kunjung membaik.
"Hu hu hu."
"Harus apa aku sekarang, ya Tuhan ku?"
Zoya terus memikirkan langkah apa yang harus dia ambil selanjutnya. Perasaan tidak nyaman itu semakin menghampiri. Lalu, dia putuskan untuk pergi besok pagi.
Mungkin, kepergiannya akan di halang dengan keras oleh Arya. Lalu, kedua orang tuanya juga akan menunjukkan sikap yang tidak dia inginkan nantinya. Tapi, dia tidak ingin tetap bertahan. Karena semakin lama, batinnya akan semakin tersiksa.
Zoya langsung bangun dari duduknya. Beranjak menuju lemari, lalu mengeluarkan koper. Dia akan bersiap-siap untuk pergi. Tidak akan tinggal di sini lagi. Kali ini, dia tidak akan memikirkan siapapun. Karena yang harus dia pikirkan hanyalah dirinya. Dirinya sendiri.
....
"Bi Nari. Antarkan susu ini ke kamar Zoya. Sejak tadi siang, dia belum makan."
Si bibi yang tahu apa yang sedang terjadi, tanpa pikir panjang langsung menginjakan apa yang majikannya katakan.
"Baik, den."
Sigap, tangan paruh baya itu meraih napan yang ada di atas meja makan. Napan yang berisikan segelas susu hangat, plus sepotong kek yang baru saja Arya belikan tadi sore.
"Pastikan Zoya meminum susunya ya, Bi. Aku gak mau dia sakit."
"Baik, den. Akan bibi pastikan non Zoya meminumnya," ucap si bibi dengan wajah meyakinkan.
Si bibi pun langsung melanjutkan langkah menuju kamar Zoya. Sementara Arya, terus memperhatikan kepergian bi Nari dengan hati yang berdebar-debar.
'Maaf, Aya. Ini adalah satu-satunya cara agar aku bisa memiliki kamu seutuhnya. Maafkan aku jika aku terpaksa melanggar janji yang telah aku ucapkan padamu.' Arya berucap dalam hati.
"Aku tidak ingin kehilanganmu," katanya lagi.
Si bibi telah pun sampai ke depan pintu kamar.
"Non. Ini bibi. Bukain pintunya, Non. Biarkan bibi masuk."
Zoya yang sedang merapikan pakaian terdiam sejenak. Ingin dia abaikan, tapi tidak sampai hati. Karena dia sudah menolak panggilan si bibi berulang kali sejak tadi siang.
Mau tidak mau, Zoya beranjak menuju pintu. Dia buka pintu kamar tersebut dengan perasaan sedikit berat.
"Iya, Bi. Ada apa?"
"Ah, Non. Bibi bawakan susu hangat dengan kue. Ayo di minum susunya."
"Aku-- "
"Non Zoya sudah tidak makan sejak tadi siang. Jika sekarang tidak makan juga, non bisa sakit. Jangan abaikan tubuhnya, Non. Jangan sakiti. Makanlah. Setidaknya, sedikit saja agar perut terisi."
Paham akan kekhawatiran si bibi, Zoya pun tidak ingin menolak lagi. Senyum kecil dia perlihatkan. "Baiklah, Bi. Aku akan makan."
Zoya menerima napan yang si bibi sodorkan. Lalu, meletakkan di atas meja yang ada tak jauh dari tempat dia berdiri. Setelahnya, dengan tidak ada rasa curiga sedikitpun, Zoya langsung meneguk susu yang ada dalam gelas tersebut.
Dua kali teguk, susu itu kini tinggal setengah. Setelahnya, Zoya berpindah ke kue yang sebelumnya masih ada di atas nampan.
"Kue ini .... "
"Den Arya yang membelikannya tadi, Non. Di makan yah."
"Bibi sengaja gak bawa nasi. Karena bibi tahu, non Zoya gak akan mau memakannya. Jadi, bibi bawakan saja cemilan dan susu," ucap si bibi cepat berusaha mengalihkan perhatian Zoya dari kata-kata yang sebelumnya dia ucap.
Zoya pun tidak merespon lagi. Karena bagaimanapun, dia juga sudah tahu, Arya pasti akan tetap memperhatikannya. Ditambah, setelah kejadian tadi siang, Arya sudah pula berulang kali mengetuk pintu kamar ini.
Arya memang masih tetap perhatian. Kasih sayangnya masih sama seperti sebelumnya. Tatapan matanya masih tulus. Dan, perasaannya masih terasa sangat nyata murni hanya untuk Zoya.
Namun, Zoya lah yang tidak ingin mengakui kalau dia tahu sebesar apa cinta Arya untuknya. Semua itu hanya karena masa lalu Arya yang sangat amat dia takuti. Cinta Arya memang besar, tapi Arya tidak bisa dia miliki sepenuhnya. Karena itu, dia lebih memilih mengalah sekarang dari pada berlanjut dengan saling menyakiti untuk waktu yang lebih lama.
Terus memikirkan masalah yang sedang dia alami. Perlahan, makanan dan juga minuman yang si bibi bawa dia habiskan juga. Sementara itu, si bibi dengan wajah bahagia melapor pada Arya yang saat ini masih menunggu kabar dari si bibi di lantai dasar.
si arya jadi laki kurang tegas,,, dn tdak mau terbuka dn jujur...
, kan jahat q 😣