Alika tidak pernah menyangka kehidupannya akan kembali dihadapkan pada dilema yang begitu menyakitkan. Dalam satu malam penuh emosi, Arlan, yang selama ini menjadi tempatnya bersandar, mabuk berat dan terlibat one night stand dengannya.
Terry yang sejak lama mengejar Arlan, memaksa Alika untuk menutup rapat kejadian itu. Terry menekankan, Alika berasal dari kalangan bawah, tak pantas bersanding dengan Arlan, apalagi sejak awal ibu Arlan tidak menyukai Alika.
Pengalaman pahit Alika menikah tanpa restu keluarga di masa lalu membuatnya memilih diam dan memendam rahasia itu sendirian. Ketika Arlan terbangun dari mabuknya, Terry dengan liciknya mengklaim bahwa ia yang tidur dengan Arlan, menciptakan kebohongan yang membuat Alika semakin terpojok.
Di tengah dilema itu, Alika dihadapkan pada dua pilihan sulit: tetap berada di sisi Adriel sebagai ibu asuhnya tanpa mengungkapkan kebenaran, atau mengungkapkan segalanya dengan risiko kehilangan semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Bangga
Adriel terbangun di kamar lamanya dan langsung mencari Alika, mamanya. Ia memanggil pelan, “Mama? Mama di mana?” sambil mengucek matanya yang masih mengantuk.
Seorang pelayan yang kebetulan masuk untuk merapikan kamar menjawab dengan lembut, “Mama Tuan Muda tidak lagi tidur di kamar ini.”
Adriel memandang pelayan itu dengan mata membesar, ekspresinya berubah panik. “Kenapa? Mama nggak di sini? Mama pergi lagi?” tanyanya dengan suara sedikit gemetar, mengingat bagaimana ia pernah dipisahkan dari Alika sebelumnya.
Pelayan itu tersenyum menenangkan, berjongkok agar sejajar dengannya. “Tenang, Tuan Muda. Mama Anda sekarang tidur di kamar Papa Anda.”
Adriel mengerutkan dahinya, bingung dengan penjelasan itu. “Kenapa Mama tidur di kamar Papa?”
Pelayan terdiam sejenak, memutar otaknya untuk mencari penjelasan sederhana yang bisa dimengerti anak kecil. Akhirnya ia menjawab dengan nada ceria, “Karena Mama dan Papa sekarang sudah menikah, jadi mereka tidur di kamar yang sama.”
Adriel menatap pelayan itu, bibirnya sedikit mengerucut seperti berpikir. Setelah beberapa saat, ia mengangguk kecil meski tidak sepenuhnya paham. “Oke. Aku mau cari Mama.”
Pelayan itu tersenyum lembut melihat reaksi Adriel. “Silakan, Tuan Muda. Mama Anda pasti senang melihat Anda.”
Adriel bergegas menuju kamar papanya. Dengan tangan mungilnya, ia mengetuk pintu kamar dengan semangat, “Papa, Mama! Aku mau Mama!”
Arlan membuka pintu dan mendapati putranya berdiri di sana. Ia menatap Adriel dengan alis sedikit terangkat. “Ada apa, Adriel? Kenapa pagi-pagi sudah ke sini?” tanyanya.
Namun, Adriel tak menjawab. Tatapannya langsung mencari ke dalam kamar. “Mama mana? Aku mau Mama,” ujarnya dengan suara ceria namun mendesak.
Berbarengan dengan itu, Alika keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah. “Adriel?” panggilnya sambil tersenyum.
Wajah Adriel langsung berseri-seri, senyum lebar merekah di bibir mungilnya. Ia berlari ke arah Alika dan memeluknya erat. “Mama! Aku kira Mama nggak ada lagi!”
Alika membungkuk untuk memeluk Adriel, mencium puncak kepalanya. “Mama di sini, Sayang. Mama nggak ke mana-mana.”
Arlan menyandarkan tubuhnya di pintu, memerhatikan keduanya dengan ekspresi lembut. Ia tak berkata apa-apa, hanya membiarkan momen itu berlangsung.
Pelayan yang mengintip dari jauh pun tersenyum lega, ikut merasa senang melihat interaksi hangat keluarga kecil itu.
Alika, Arlan dan Adriel pergi ke ruang makan. Alika merasa sedikit lega dengan kehadiran Adriel yang mencairkan suasana. “Adriel mau makan apa? Telur atau roti?”
Adriel tersenyum lebar. “Roti sama selai cokelat!”
“Oke, duduk dulu ya, Mama bikinin.”
Arlan duduk di tempatnya biasa duduk. Saat sarapan berlangsung, Adriel menjadi pusat perhatian. Ia terus berceloteh tentang mimpinya semalam dan rencananya untuk bermain hari ini. Kehadirannya menjadi peredam kecanggungan antara Alika dan Arlan.
"Kita main di taman habis makan, Papa ikut ya!" ujar Adriel dengan penuh semangat, matanya berbinar menatap Arlan.
Arlan tersenyum kecil, mengangguk lembut. "Iya, Papa ikut."
"Yayyy!" Adriel bersorak kegirangan, melompat-lompat kecil di tempat. Wajahnya memancarkan kebahagiaan yang murni. Jarang sekali ia bisa bermain dengan Alika dan Arlan secara bersamaan, membuat momen itu terasa begitu istimewa baginya.
Alika tersenyum, hatinya terasa hangat melihat keceriaan putranya. Ia melirik Arlan, yang kini menatap Adriel dengan tatapan lembut penuh kasih sayang. Meski hubungan mereka masih dalam tahap penyesuaian, melihat kebahagiaan Adriel membuat semua rasa canggung perlahan memudar.
"Adriel senang sekali," gumam Alika tanpa sadar.
Arlan menoleh padanya, tersenyum kecil. "Ya, anak ini mudah sekali bahagia. Kita harus menjaga senyumnya tetap seperti ini."
Alika tersentak mendengar perkataan Arlan, baru menyadari bahwa gumamannya tadi terdengar olehnya. Sesaat kemudian, ia mengangguk setuju, meski wajahnya masih memerah karena merasa malu.
Sementara Adriel terus bersenandung kecil, tak sabar menanti waktu bermain bersama mereka. Di momen itu, Alika dan Arlan sama-sama merasakan hangatnya kebersamaan keluarga kecil mereka.
***
Di sisi lain, Mulya dan Tari baru saja tiba di rumah setelah perjalanan panjang dari rumah Alika dan Arlan. Hal ini karena mereka tidak langsung diantar pulang setelah meninggalkan rumah Arlan kemarin. Sesuai arahan Arlan, Deni, sekretarisnya, mengajak Mulya dan Tari berkeliling kota terlebih dahulu. Mereka diajak mengunjungi beberapa tempat wisata, menikmati suasana kota, dan membeli oleh-oleh khas daerah tersebut.
Tari dan Mulya merasa sangat senang, apalagi Deni dengan ramah membantu mereka memilih oleh-oleh yang sesuai. Mereka membeli berbagai makanan khas, cenderamata, hingga beberapa barang kecil yang menarik. Selain itu, Deni juga memberikan kejutan dengan membawa mereka menginap di hotel. Ini dilakukan atas permintaan Arlan, agar mereka bisa beristirahat dengan nyaman setelah perjalanan yang cukup melelahkan.
Pagi tadi, setelah memastikan semua oleh-oleh mereka lengkap, Deni mengatur perjalanan pulang untuk Mulya dan Tari dengan layanan terbaik. Sesampainya di rumah, mereka membawa banyak oleh-oleh, mulai dari makanan khas hingga beberapa barang mewah kecil yang diberikan Arlan sebagai tanda perhatian. Wajah mereka berseri-seri, masih terbayang pengalaman menyenangkan yang baru saja mereka alami.
Tari tersenyum puas sambil menata oleh-oleh di meja ruang tamu. "Alhamdulillah, kita pulang nggak cuma bawa kebahagiaan, tapi juga banyak oleh-oleh. Arlan benar-benar perhatian, ya, Pak. Selama kita di kota, kita dimanjakan oleh Arlan."
Mulya mengangguk, duduk di kursi sambil mengelap keringat. "Bukan cuma perhatian, Bu. Tapi lihatlah bagaimana dia memperlakukan Alika dan kita. Bapak yakin cucu kita akan bahagia bersamanya."
Tari menatap suaminya dengan penuh haru. "Iya, Pak. Akhirnya Alika ketemu jodoh yang benar-benar sayang sama dia. Ibu lega sekali."
Tak lama kemudian, tetangga dekat mereka, Bu Ratna dan Bu Sri, mampir ke rumah setelah melihat kedatangan Mulya dan Tari.
"Pak Mulya, Bu Tari, bawa oleh-oleh banyak sekali! Dari acara nikahan Alika, ya?" tanya Bu Ratna dengan penuh rasa ingin tahu.
Tari tersenyum ramah. "Iya, Bu. Ini ada sedikit buat ibu-ibu juga." Ia membagikan beberapa makanan dan cenderamata yang dibawanya.
Bu Sri mengambil salah satu kotak kecil dengan kagum. "Wah, ini kok cantik sekali. Memang cucu mantunya siapa, Bu Tari? Kayaknya kaya raya, ya."
Tari tersenyum bangga. "Alhamdulillah, mantu kami memang orang berada, Bu. Tapi yang lebih penting, dia baik, sayang sama Alika, dan bertanggung jawab."
Bu Ratna tersenyum penuh arti. "Memang rezekinya Alika bagus sekali. Eh, apa sempat ada fotonya, Bu Tari? Penasaran mau lihat."
"Oh, ada, Bu!" Tari dengan sigap membuka ponselnya. Ia menunjukkan foto-foto pernikahan Alika yang baru saja ia terima dari Deni. Setiap foto begitu indah, menangkap momen bahagia Alika dan Arlan dengan sempurna.
Bu Sri dan Bu Ratna terkejut sekaligus kagum melihat foto-foto tersebut.
"Masya Allah, cantik banget Alika di gaun ini. Elegan sekali! Dan suaminya, ganteng ya, Bu, cocok banget sama Alika." Bu Sri menatap foto itu dengan penuh kekaguman.
"Iya, dekorasinya juga mewah sekali, seperti pesta orang kaya di televisi. Rumahnya itu besar sekali, kelihatan dari fotonya." Bu Ratna menambahkan dengan nada iri.
Tari tersenyum puas, menikmati pujian yang dilontarkan. "Iya, mereka benar-benar mempersiapkan acara ini dengan matang. Alhamdulillah, saya sebagai neneknya sangat bersyukur."
Bu Ratna masih asyik melihat-lihat foto-foto di ponsel Tari. Sesekali ia tersenyum kagum sambil memuji keindahan dekorasi pernikahan Alika dan Arlan yang terlihat begitu mewah. Namun, saat menggeser foto lebih jauh, Bu Ratna tiba-tiba menemukan deretan foto lain yang membuat alisnya terangkat. Foto Tari dan Mulya sedang berada di berbagai tempat wisata, tersenyum lebar dengan latar belakang kota yang megah.
“Eh, ini foto di mana, Bu Tari?” tanya Bu Ratna penasaran.
Bu Sri yang duduk di sebelahnya langsung ikut mendekat, ikut melihat layar ponsel itu. “Iya, iya! Kok banyak foto kalian di tempat wisata? Bukannya kalian langsung pulang?”
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
sungguh aku sangat-sangat terkesan.....
TOP MARKOTOP BUAT AUTHOR
semoga rejeki nya berlimpah.......
tetap semangat kak ...meski gak dapat reward yakinlah ada rezeki yang lain yang menggantikan .
sehat slalu dan rejeki lancar berkah barokah . aamiin 🤲
ditunggu karya selanjutnya kak Nana .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
di tunggu karya terbaru nya 🥰❤️❤️❤️❤️
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍