Luna terpaksa menjadi istri ke-3 dari seorang Tuan yang bernama Daru. Suami Luna sebelumnya di nyatakan telah meninggal dunia dan rupanya memiliki banyak hutang.
Mereka harus Menjadi Pelunas Hutang Suami nya yang katanya berjumlah puluhan Triliun. Luna hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang tidak memiliki penghasilan sendiri.
Ia tidak sepenuhnya percaya bahwa suami yang sangat di cintai nya meninggalkan penderitaan untuk nya dan anak-anak.
Ibu dari tiga orang anak itu harus membayar semua hutang suaminya dengan menikah dan menjadi budak. Luna hanya bisa pasrah menerima namun kesedihan selalu melanda kala anak-anaknya harus ikut mendapatkan siksaan.
Mampukah mereka menjadi takdir yang mengejutkan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jumli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama
Pagi hari bersinar terang, hari ini Luna akan mengantar anaknya ke sekolah. Dengan berat hati Luna tidak bisa menyekolahkan Putri karena rupanya anak itu tidak bisa mengikuti pembelajaran, begitu juga dengan para guru yang takut terjadi apa-apa pada Putri saat berada di lingkungan sekolah.
Bayu dan Putri hanya bisa menemani Luna sampai di luar rumah, anak gadis itu juga tidak bisa terlalu lama berada di bawah sinar matahari yang pagi ini begitu terik.
"Sayang, kamu dan adik baik-baik di rumah ya dan jangan kemana-mana. Ibu tidak lama, cuma mau mengantar Kak Rio," kata Luna dan kedua anak kecil itu mengangguk serta dengan takzim mencium punggung tangan Luna juga Rio selaku Kakak mereka.
"Kevin tidak mau sekolah...!"
Ibu dan anak-anaknya itu melihat ke asal suara.
Terlihat Kevin yang nampak juga akan pergi ke sekolah, anak itu juga di gendong oleh supir yang mengantar nya pergi.
"Sayang, kalau kamu mau di sayang sama Papa..., Kevin harus sekolah."
Marni terdengar menasehati anaknya, namun sang anak nampaknya masih tetap cemberut.
"Tidak mau, Kevin tidak mau sekolah!" rengek Kevin masih tetap meronta ingin di turunkan dari gendongan pak Supir.
"Kalau tidak mau sekolah, berarti mau jadi anak bodoh," tutur Rio.
Luna kaget dan langsung mendekap mulut Rio yang sepertinya masih ingin kembali berbicara.
Marni yang juga mendengar ucapan itu langsung menoleh pada asal suara. Tanduknya seperti keluar karena perkataan Rio tersebut.
"Rio, apa yang kamu katakan barusan? Hah!"
Marni langsung mendekati Rio dengan wajah merah dan amarah. Berani sekali anak ingusan ini mengatai Kevin anak bodoh.
"Tidak Mbak, Rio tidak mengatakan apa-apa," jawab Luna agar Marni tidak marah pada Rio.
"Oooh, jadi kamu mau bilang kalau aku ini tuli. Begitu maksud mu, Luna?"
"Marni, ada apa?"
Ani juga datang saat mendengar suara ribut-ribut.
"Ini, Mah. Rio anak penghianat ini mengatai Kevin bodoh," jelas Marni pada Ibu nya itu.
"Tidak, Mbak. Maksud Rio tadi bukan seperti itu," potong Luna cepat.
Ia khawatir Rio kembali mendapat hukuman karena hal ini. Padahal niat Rio baik ingin mengingatkan saja, tapi malah di anggap buruk oleh Marni.
"Mbak, anak-anak sudah hampir telat ke sekolah. Jika kita masih di sini mereka bisa terlambat," lanjut Luna berharap Marni tidak memperpanjang masalah ini.
"Heh. Memang nya apa peduliku? Malah bagus kalau anak itu terlambat. Mah, pergi antar Kevin di sekolah," kata Marni yang sepertinya tidak mau berdamai dengan baik-baik. Ani juga segera pergi masuk menyusul Kevin ke dalam Mobil dan menemani anak itu ke sekolah.
"Ayo sayang, sebaiknya kita juga ke sekolah."
Luna segera membawa Rio agar segera pergi dari sana. Bisa terlambat kalau mereka masih meladeni Marni.
Apalagi mereka juga harus jalan kaki, berbeda dengan Kevin yang pergi ke sekolah sambil menaiki mobil mewah.
Sedangkan Rio, sudah syukur di izinkan untuk bersekolah walau di sekolah murah sekalipun. Rio juga tidak mempermasalahkan itu selama dia bisa sekolah dan belajar.
"Mau kemana kalian," tahan Marni pada Ibu dan anak itu.
Terlihat Marni melepaskan sendal mahalnya sendiri, wanita itu membawa alas kaki tersebut ke depan nya lalu meludah di sana dan membuangnya tepat di depan Luna dan Rio.
"Bersihkan sendal ku dulu sebelum kalian pergi. Kalau tidak, jangan harap Rio bisa pergi ke sekolah hari ini," ancam Marni bersama senyum mengejek dan penuh kemenangan.
Dengan cepat Luna segera mengambil benda itu dan ingin melap nya dengan baju sendiri.
"Tunggu, jangan di lap. Tapi jilat sampai bersih," cegah Marni membuat Luna terdiam seketika. Ia merasa bajunya di tarik dan ternyata Rio lah yang menariknya. Luna beralih melihat sang anak.
"Bu, Rio tidak usah ke sekolah hari ini," ujar anak itu dengan pelan. Nampaknya dia tidak rela jika sang Ibu harus melakukan hal menjijikkan itu.
Ingin rasanya Rio mengambil sendal jelek itu dan melemparkan benda tersebut ke pemiliknya. Tetapi dia tidak mau mereka semakin mendapat masalah jika menuruti ke inginan batin nya itu.
"Tidak sayang, Rio harus belajar setiap hari," kata Luna sambil tersenyum.
Dengan ragu-ragu Luna kembali melihat sendal Marni yang kini Ia pegang, rasanya dia tidak sanggup jika harus melakukan apa yang Marni katakan. Tapi demi Rio pergi ke sekolah dan mendapatkan ilmu untuk masa depannya, Luna harus melakukan ini.
"Cepat Luna! Apa yang kamu tunggu. Cepat jilat!" bentak Marni dan juga menatap Luna dengan wajah jijik serta ingin muntah. Namun Marni sangat suka menyiksa orang-orang itu dan juga sebagai bentuk pelampiasan kekesalan selama ini.
Marni selalu di buat kesal setiap kali melihat Daru bersama Nisa, walau ada dirinya di dekat mereka, tetapi Marni seakan tidak pernah nampak. Kebutuhan batin Marni juga tidak pernah tercukupi karena Daru hanya mendatangi Nisa seorang. Hanya Nisa! Nisa! Dan Nisa saja!
Karena rasa jengkel nya melihat Luna tidak segera melakukan apa yang Marni perintahkan, wanita dengan satu anak itu segera mendekati Luna dan juga membawa sendal yang sudah berludah tersebut ke arah mulut Luna.
Luna yang kaget menutup rapat bibirnya tapi Marni tetap saja memaksakan kehendak. Rio tidak tinggal diam saat Ibunya di perlakukan dengan kasar.
Anak itu dengan berani menggigit tangan Marni membuat wanita itu menjerit dan menjauh dari Luna.
"Anak sialan! Kau berani menggigit tangan ku?!"
Rio memejamkan mata saat melihat telapak tangan Marni akan mendarat di wajahnya, namun sampai beberapa detik bocah itu tidak merasakan sakit apa-apa. Ia membuka mata perlahan dan mengintip serta melihat tangan Marni di tahan oleh tangan seseorang.
"Ibu Mertua," kata Marni pelan karena rupanya Kartika lah yang menahan pergelangan tangannya.
"Marni, kenapa kamu selalu saja mencari masalah dengan mereka? Anak itu cuma mau pergi belajar, tidak perlu ada drama setiap hari," kata Kartika setelah Marni menarik pelan tangan nya.
"Rumah ini seperti tidak memiliki ketenangan lagi. Saya pusing dan berhenti membuat masalah!" lanjut Kartika bersama perintah nya.
"Baik, Bu," jawab Marni sambil menunduk patuh. Namun dalam hati Ia sangat membenci Luna dan semakin tidak suka kepada nya karena Kartika malah ikut-ikutan membela wanita itu.
"Kamu Luna, cepat pergi antar anak mu di sekolah," ujar Kartika dingin.
Kartika adalah Ibu mertua Luna, wanita itu kadang hanya melihat sikap dan perilaku menantu-menantu nya. Namun dia tidak tahan lagi karena rumah besar itu sudah penuh dengan drama yang tiada habisnya setiap hari.
Padahal jika di putar lebih awal, semua ini salah satu kesalahan Kartika juga. Wanita tua itu selalu memaksa putranya untuk kembali menikah demi mendapatkan penerus.
Sudah bertahun-tahun Daru menikahi Nisa, tapi wanita mandul itu masih belum bisa memberikan pewaris untuk keluarga ini. Sehingga datang lah Marni dan hadir lah Kevin di kehidupan mereka.
Tapi entah mengapa, Kartika malah tidak suka pada cucunya itu. Di tambah dengan asuhan Marni yang membuat Kevin semakin tak terdidik dengan baik.
Setelah kepergian Luna dan Rio, pandangan Kartika jatuh pada anak-anak Luna lainnya. Jiwa tua wanita itu sangat tertarik pada mereka, tetapi mengingat perlakuan dan penghianat Hendra, Ayah mereka. Kartika lagi-lagi hanya bisa acuh dan terkesan tidak peduli mereka seperti apa dan mendapatkan perlakuan seperti apa selama ini.
"Kalian, kemari," panggil Kartika pada kedua bocah yang dari tadi hanya saling berpelukan dalam ketakutan melihat perdebatan Luna dan Marni.
Marni yang kesal sudah lama berlalu dari sana setelah kepergian Luna dan Rio. Kedua bocah itu dengan langkah pelan mendekati Kartika.
"Iya, Nek?" tanya Putri kecil sambil menggandeng tangan Bayu, anak itu seakan sangat takut jika adik dan dirinya kenapa-napa.
"Ayo, ikut Nenek ke taman," ajak Kartika walau dengan ekspresi dingin terlihat. Putri nampak enggan tapi Ia takut di hukum jika tidak patuh pada perintah ajakan itu. Akhirnya Putri kecil ikut juga dan pegangan tangan nya semakin erat untuk Bayu, jangan sampai Kartika berbuat buruk pada Adik nya tanpa sepengetahuan Putri.
.
.
.
Jangan lupa kembali besok pagi untuk membaca kelanjutannya. Langsung ikuti cerita ini agar tidak ketinggalan jam Update 🤗
Jika cerita di atas menarik minat kalian, semoga berkenan meninggalkan jejak berupa Like👍
Jika berkenan Author juga meminta agar teman-teman bersedia membagikan cerita ini pada yang lain agar semakin banyak yang membaca dan membuat cerita ini berkembang dengan baik.
Maaf bila merepotkan dan Terimakasih atas bantuannya 🙏