Aluna, seorang penulis sukses, baru saja merampungkan novel historis berjudul "Rahasia Sang Selir", kisah penuh cinta dan intrik di istana kerajaan Korea. Namun, di tengah perjalanannya ke acara temu penggemar, ia mengalami kecelakaan misterius dan mendapati dirinya terbangun di dalam tubuh salah satu karakter yang ia tulis sendiri: Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang ditakdirkan membawa konflik.
Dalam kebingungannya, Aluna harus menjalani hidup sebagai Seo-Rin, mengikuti alur cerita yang ia ciptakan. Hari pertama sebagai Seo-Rin dimulai dengan undangan ke istana untuk mengikuti pemilihan permaisuri. Meski ia berusaha menghindari pangeran dan bertindak sesuai perannya, takdir seolah bermain dengan cara tak terduga. Pangeran Ji-Woon, yang terkenal dingin dan penuh ambisi, justru tertarik pada sikap "antagonis" Seo-Rin dan mengangkatnya sebagai selirnya—suatu kejadian yang tidak pernah ada dalam cerita yang ia tulis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Lestary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Babak Baru Diluar Naskah
Malam yang hening seakan merajut suasana penuh misteri di dalam istana. Angin malam berhembus lembut, membawa aroma bunga yang bermekaran di sekitar paviliun. Pangeran Ji-Woon seharusnya menuju paviliun Kang-Ji untuk menemaninya malam ini, namun langkahnya terhenti saat melihat sosok Seo-Rin yang duduk termenung di halaman paviliunnya.
Di bawah sorot cahaya bulan yang lembut, sosok Seo-Rin terlihat begitu anggun. Rambut panjangnya tergerai membingkai wajahnya yang berseri dalam balutan sinar bulan. Tanpa sadar, Pangeran Ji-Woon terpesona akan kecantikan Seo-Rin yang tak pernah ia sadari sebelumnya. Ada sesuatu dalam dirinya yang menahan langkah untuk melanjutkan perjalanan menuju Kang-Ji.
Pangeran Ji-Woon beralih, dan perlahan melangkah mendekati Seo-Rin, langkahnya begitu halus hingga hampir tak bersuara. Namun, kehadirannya tetap membuat Seo-Rin terlonjak kaget. Aluna—segera bangkit dari duduknya, menundukkan kepala untuk memberi hormat, walaupun hatinya berdebar kencang.
“Yang Mulia Pangeran … Apakah ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan nada bergetar, berusaha menutupi keterkejutannya.
Pangeran Ji-Woon tersenyum samar, pandangannya tetap terpaku pada Seo-Rin, seolah ia melihat sesuatu yang tidak pernah ia sadari sebelumnya. “Seo-Rin … apa yang sedang kau lakukan di sini seorang diri?”
Aluna ragu sejenak, sebelum menjawab dengan lembut. “Saya hanya … menikmati ketenangan malam, Yang Mulia. Cahaya bulan malam ini sungguh indah, jadi saya memutuskan untuk duduk sejenak.”
Pangeran Ji-Woon mengangguk pelan, namun tidak segera beranjak pergi. Ada keheningan yang terjalin di antara mereka, namun bukan keheningan yang canggung. Aluna merasakan tatapan Pangeran Ji-Woon yang begitu dalam, membuatnya merasa bagaikan tengah dilihat lebih dari sekadar kulit luar.
“Seo-Rin,” suara Pangeran Ji-Woon memecah keheningan, “Apakah kau pernah berpikir … hidupmu akan berbeda dari yang kau jalani sekarang?”
Pertanyaan itu membuat Aluna terdiam. Baginya, hidup di dunia ini memang sudah berbeda, sangat jauh dari apa yang ia tulis. Setiap hari adalah perjuangan antara keinginan untuk kembali dan kenyataan yang ia hadapi sebagai Seo-Rin.
“Entahlah, Yang Mulia. Mungkin ada takdir yang telah ditentukan bagi setiap kita, namun … ada kalanya aku merasa hidup ini adalah pilihan yang sulit,” jawabnya dengan jujur, berharap bahwa Pangeran tidak menyadari ketidaksesuaian yang ia bicarakan.
Pangeran Ji-Woon memperhatikan setiap kata yang diucapkan Seo-Rin. Sikapnya berbeda dari apa yang ia ingat tentang wanita ini—anggun, tenang, dan penuh kedalaman, tidak lagi kejam seperti yang dibicarakan orang.
“Pilihan yang sulit, ya …” gumam Pangeran Ji-Woon pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam hembusan angin malam. “Seo-Rin, aku berharap kau bisa menjadi sekutuku. Aku butuh seseorang yang benar-benar bisa kupercayai di tengah segala ketidakpastian ini.”
Aluna menatap Pangeran Ji-Woon, sedikit terkejut dengan permintaan tersebut. Di dalam hatinya, ia merasakan kehangatan dan kekaguman yang perlahan-lahan tumbuh. Namun, ia sadar, dirinya tak mungkin terus berada dalam peran ini. Setiap sentuhan emosi yang ia rasakan kini adalah sebuah beban tambahan dalam kehidupannya yang sudah rumit.
“Saya akan melakukan yang terbaik, Yang Mulia,” jawab Aluna, mencoba menyembunyikan keraguan dalam dirinya.
Pangeran Ji-Woon tersenyum hangat, seolah puas dengan jawaban itu. Dalam keheningan malam, tatapan mereka bertemu, dan sejenak waktu seolah berhenti. Aluna merasakan getaran yang kuat, menyadari bahwa ada sesuatu dalam hubungan ini yang lebih dari sekadar ikatan politik atau takdir yang ia tulis dalam novel.
Namun, sebelum kata-kata lebih lanjut terucap, langkah-langkah halus seorang pelayan menghampiri mereka.
“Yang Mulia Pangeran,” ucap pelayan itu pelan sambil membungkuk dalam-dalam, “Putri Kang-Ji menantikan kedatangan Anda di paviliun utamanya.”
Tatapan Pangeran Ji-Woon berubah serius kembali, seolah tersadar dari lamunan. Ia menoleh pada Seo-Rin, sedikit menundukkan kepala sebagai tanda hormat. “Aku akan pergi sekarang. Sampai jumpa, Seo-Rin.”
Aluna menunduk, mengangguk pelan. Saat melihat punggung Pangeran Ji-Woon yang menjauh, Aluna merasakan sesuatu yang mendesak di dadanya—keinginan untuk menahan Pangeran, untuk bertanya lebih lanjut, namun ia tahu bahwa tak ada lagi yang bisa ia lakukan.
Malam itu, di bawah sinar bulan yang indah, Aluna menyadari bahwa ia berada di tengah perasaan yang bercampur-baur, di antara takdir dan perasaan yang semakin membelenggunya di dunia ini.
Di bawah langit malam yang bertabur bintang, Aluna kembali merenung di paviliunnya, memandangi taman kecil yang dikelilingi cahaya lentera. Suara angin malam dan gemerisik dedaunan menemaninya dalam keheningan. Pikirannya masih terjebak dalam percakapan singkat dengan Pangeran Ji-Woon. Kata-kata yang terucap darinya terus mengalun di kepalanya: “Aku butuh seseorang yang benar-benar bisa kupercayai di tengah segala ketidakpastian ini.”
Aluna menghela napas dalam, menatap tangannya yang kini bukan lagi miliknya. Ini adalah tangan Seo-Rin, seorang wanita antagonis yang diciptakannya dalam novel. Namun kini, Aluna harus berpikir seperti Seo-Rin, hidup sebagai Seo-Rin. Dan kini, di tengah kebingungannya, muncul pertanyaan besar di hatinya: Apa yang bisa ia lakukan untuk Pangeran? Apa benar dirinya bisa menjadi sekutu Ji-Woon?
Bingung dan penuh keraguan, ia bertanya pada dirinya sendiri, “Menjadi sekutu Pangeran? Dari mana aku harus memulainya?”
Di dunia yang ia ciptakan sendiri, Seo-Rin adalah musuh utama Kang-Ji, sosok yang licik dan kejam demi mempertahankan kekuasaannya. Namun kini, Aluna merasakan dorongan yang berbeda. Ia tak lagi tertarik memainkan peran antagonis, tetapi ingin berkontribusi—dengan caranya sendiri. Namun, bagaimana?
Kepalanya semakin penuh dengan pikiran, hingga sebuah suara lembut memecah lamunannya. “Nona Seo-Rin, apakah Anda membutuhkan sesuatu?” tanya seorang pelayan muda yang datang membawakan teh hangat.
Aluna menatap pelayan itu, kemudian tersenyum kecil, berbeda dari sikap Seo-Rin yang biasanya dingin dan arogan. Pelayan itu tampak sedikit terkejut dengan perubahan sikapnya, dan dengan ragu ia menundukkan kepala lebih dalam.
“Tolong beri tahu aku … apa yang terjadi akhir-akhir ini di dalam istana?” Aluna bertanya lembut, menyadari bahwa informasi kecil dari pelayan ini mungkin bisa membantunya memahami situasi yang sebenarnya.
Pelayan itu tampak sedikit terkejut, namun segera menunduk sambil bergumam, “Yang Mulia, putri Kang-Ji … kini sedang dalam persiapan acara kerajaan. Para pejabat mulai banyak berdatangan untuk mengucapkan selamat. Namun …” Pelayan itu tampak ragu, seolah takut mengatakan lebih banyak.
“Namun apa?” Aluna menatapnya, mencoba memberikan ketenangan agar pelayan itu tak takut.
Pelayan itu pun melanjutkan dengan suara pelan, “Namun, saya mendengar bahwa beberapa orang di dalam istana tidak sepenuhnya senang dengan kehadiran Anda, Nona Seo-Rin … dan hubungan Anda dengan Yang Mulia Pangeran Ji-Woon.”
Aluna terdiam. Ia menyadari bahwa keberadaannya di istana tak hanya menimbulkan perasaan iri, tapi juga membawa pertentangan. Namun, ia juga menyadari bahwa posisinya memberi kesempatan baginya untuk menjadi sesuatu yang lebih—bukan sebagai musuh Kang-Ji, namun sebagai seseorang yang dapat dipercaya oleh Pangeran.
“Aku mengerti. Terima kasih atas informasi ini,” jawabnya lembut, sebelum pelayan itu meninggalkannya sendirian lagi.
Dengan semua yang ia ketahui kini, Aluna merasa tekad dalam dirinya semakin kuat. Ia tak tahu bagaimana kisah ini akan berakhir, tetapi ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan melakukan yang terbaik. Jika ia harus menjadi sekutu Pangeran Ji-Woon, maka ia akan mencari jalan untuk memahami segala situasi, belajar dari setiap orang di sekitarnya, dan memanfaatkan perannya dengan cara yang berbeda dari karakter yang ia ciptakan.
Ini adalah duniaku yang baru, pikirnya. Dan aku akan memainkannya dengan caraku sendiri.
Malam itu, di bawah langit yang penuh bintang, Aluna menatap jauh ke depan. Hari esok adalah awal dari sebuah babak baru—babak yang tak tertulis dalam naskah, namun akan ia jalani dengan keyakinan dan keberanian.
Bersambung >>>