Saat Suamiku Mendua

Hari ini adalah hari kepulangan Herdan dan Angel dari Bali. Kepulangan keduanya disambut bahagia oleh Rahma dan Ratih. Namun, tidak dengan Giana. Ia sudah malas bertatap muka dengan kedua manusia yang tidak memiliki hati tersebut. Sebenarnya ia sudah terpikirkan untuk pergi. Bahkan ia sudah mengemas semua barang-barangnya menggunakan tas usang yang ia bawa dari kampung dulu. Hanya saja, ia masih berpikir ke mana ia harus pergi.

"Heh, Mbak, suami pulang bukannya disambut, malah nyantai di sini. Nggak punya otak banget kamu, Mbak," ketus Ratih yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Giana.

"Heh, yang nggak punya otak itu aku apa kamu? Coba kamu di posisi aku, apa kamu sanggup, hah? Apa kamu rela suami kamu nikah sama wanita lain? Masih bisa kamu menyambut wanita lain yang notabene madumu dengan tersenyum nye nye nye seperti itu? Iya? Sanggup? Kalau sanggup, entar aku bilang ke Rendi buat nikah lagi? Bagaimana? Kamu mau?" cibir Giana. Tak ada lagi rasa ingin menghargai keluarga suaminya. Toh keluarga suaminya pun jahat padanya jadi untuk apa dia berbaik-baik dengan mereka.

Sontak saja, Ratih memelototkan matanya.

"Apa katamu, Mbak? Heh, Mbak, kamu itu harusnya nyadar diri, Kak Herdan nggak akan nikah lagi kalo istrinya itu cantik, bisa jaga penampilan, dan yang lebih penting bisa hamil. Lah kamu apa?" Ratih tersenyum sarkastik.

Giana yang sudah tidak mempan dengan cibiran itu pun membalas. "Bahkan di dunia ini banyak yang lebih sempurna, tapi apa ... sekali tukang selingkuh akan tetap jadi peselingkuh. Dan ... apa katamu tadi? Bisa hamil? Memangnya kamu udah hamil, hm?"

Mendapatkan pertanyaan seperti itu sontak membuat dada Ratih naik turun, "Mbak mau nuduh aku mandul begitu?"

Giana mengedikkan bahunya tak acuh.

"Kurang ajar!" Ratih maju hendak menampar pipi Giana, namun dengan sigap Giana menepis kasar tangan Ratih sehingga wanita itu sontak terjatuh.

"Aaawh ... Kamu ... Mama, Kak Herdan," teriak Ratih tiba-tiba. Bila dulu ia gentar, maka sekarang tidak lagi. Bahkan bila dicerai pun ia sudah tak takut lagi.

Ada alasan Giana masih bertahan di sana. Pertama, dia baru paham kalau selama ini pernikahannya tidak pernah didaftarkan Herdan ke KUA. Artinya, pernikahannya masih siri. Dulu ia tidak paham. Ia hanya gadis muda yang baru melihat dunia. Ia tidak paham apa-apa tentang pernikahan. Yang ia tahu, ia sudah dinikahi. Hingga akhirnya ia baru tahu beberapa waktu yang lalu kalau statusnya hanya istri siri.

Giana memang istri pertama, tapi istri pertama Herdan yang diakui negara tetaplah Angel. Alhasil, bila ia keluar dari rumah itu begitu saja, maka statusnya masih seorang istri. Bukan hanya akan menanggung dosa, ia pun kelak akan kesulitan untuk memulai hidup yang baru karena statusnya itu. Ingin menggugat cerai pun ia tak bisa. Semua jadi serba salah.

Lalu yang kedua, ia belum memiliki tujuan apalagi tempat bernaung. Namun, bila Herdan pada akhirnya benar-benar menceraikannya, ia tak masalah. Ia lebih baik keluar dari neraka itu dan menjadi gelandangan, dari pada harus menjadi budak manusia-manusia tidak berperikemanusiaan itu.

"Ada apa ini?" seru Herdan dan Rahma yang kini sudah ke kamar belakang setelah mendengar suara kegaduhan.

"Kak, liat ini, wanita itu sudah mendorongku sampai jatuh hanya karena aku memintanya menyambut kepulangan Kak Herdan. Padahal apa yang aku lakukan wajar. Bagaimanapun dia masih istri Kakak, tapi dia malah berbuat kasar seperti itu," adu Ratih.

"Benar seperti itu, Gia?" tanya Herdan kesal.

"Kalau iya, kenapa?"

"Semakin hari kau sepertinya semakin lancang. Padahal apa yang Ratih katakan itu benar. Kau tau, dosa melawan suami seperti ini," ucap Herdan dengan suara menggelegar.

Bukannya takut, Giana justru tertawa terbahak-bahak.

"Dosa? Lalu bagaimana dengan kau yang menikah lagi tanpa memedulikan perasaan istrinya?"

"Kau tau bukan, seorang suami bisa menikah lagi bahkan sampai empat kali pun tanpa izin istri sebelumnya."

"Kau dengar itu, jadi siap-siap saja, kau pun nanti akan diduakan oleh bajingan ini," ucap Giana sambil tersenyum mengejek ke arah Angel.

"Apa? Heh, jangan sembarangan bicara kau! Memangnya aku itu kau, hah? Kita itu tidak sebanding jadi mana mungkin Herdan akan menikah lagi sementara aku sudah nyaris sempurna seperti ini," sentak Angel murka.

"Iya, itu karena kau masih baru menikah dengan Herdan, tapi bisa saja nanti ...."

Plak

Tiba-tiba Herdan menampar pipi Giana hingga wajahnya terlempar ke samping. Giana merasakan zat besi mengalir di sudut bibirnya.

"Ceraikan aku!" ucap Giana dingin sambil mengarahkan pandangannya pada Herdan. Tak ada rasa takut apalagi gentar. Yang ada hanya tatapan nanar, kekecewaan, dan kebencian. Ia tidak pernah menyangka laki-laki yang pernah ia cintai bisa berbuat sekejam ini.

"Jangan harap aku akan menceraikanmu. Aku akan mengurungmu di rumah ini seumur hidupmu. Bukan. Bukan karena aku masih cinta, tapi karena aku ingin kau menjadi pembantu di rumah ini." Herdan kemudian tertawa. Pun Ratih, Rahma, dan Angel.

Giana membalikkan badannya ke arah tikar yang menjadi alasnya untuk tidur.

Lalu ia mengambil sesuatu dari balik bantal usang di sana dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya.

"Apa itu? Apa yang kau sembunyikan?" tanya Rahma mendadak waspada.

Lalu dengan cepat, Giana bergerak ke arah Angel dan menarik salah satu tangannya ke belakang. Angel memekik ketakutan apalagi saat melihat sebilah pisau sudah menempel di leher Angel.

"Aaakh, lepaskan aku, Brengsek! Apa kau ingin membunuhku?" pekik Angel yang sudah ketakutan setengah mati. Wajahnya sudah memucat. Keringat dingin bercucuran. Apalagi saat Giana sedikit menekankan pisau di lehernya. Ingin memberontak pun ia tak bisa. Salah bergerak sedikit saja, bisa saja nyawanya melayang.

Giana menyeringai. "Ya, kalau suamimu itu tetap tidak mau menceraikanku, maka aku akan membunuhmu. Tak masalah aku menghabiskan sisa usiaku di penjara daripada aku harus menjadi budak iblis seperti kalian."

Giana menyeringai sambil menatap satu persatu orang yang ada di sana.

"Atau adik ipar mau menggantikan kakak ipar kesayanganmu ini?"

Entah Giana kerasukan apa, mendadak ia bisa berbuat nekat seperti ini. Mungkin ini adalah akumulasi dari setiap rasa sakit, terluka, dan kecewa yang terlanjur mendalam pada suami, adik ipar, dan mertuanya itu. Sebelum ini, Giana adalah sosok yang pengecut. Jangankan melawan, sekadar membantah saja ia tak berani. Tapi sekarang, selain sudah berani membantah, ia pun sudah berani melawan.

"Mbak, kamu sudah gila?" pekik Ratih ayok melihat tingkah Giana yang tiba-tiba berubah.

"Ya, aku memang sudah gila dan itu karena kalian. Jadi jangan macam-macam denganku kalau kalian macam-macam sedikit saja, maka nyawa wanita cantik ini akan ...."

Giana menyeringai membuat semua orang ketakutan.

...***...

...Happy reading 🥰🤩😍...