Hidupku mendadak jungkir balik, beasiswaku dicabut, aku diusir dari asrama, cuma karena rumor konyol di internet. Ada yang nge-post foto yang katanya "pengkhianatan negara"—dan tebak apa? Aku kebetulan aja ada di foto itu! Padahal sumpah, itu bukan aku yang posting! Hasilnya? Hidupku hancur lebur kayak mi instan yang nggak direbus. Udah susah makan, sekarang aku harus mikirin biaya kuliah, tempat tinggal, dan oh, btw, aku nggak punya keluarga buat dijadiin tempat curhat atau numpang tidur.
Ini titik terendah hidupku—yah, sampai akhirnya aku ketemu pria tampan aneh yang... ngaku sebagai kucing peliharaanku? Loh, kok bisa? Tapi tunggu, dia datang tepat waktu, bikin hidupku yang kayak benang kusut jadi... sedikit lebih terang (meski tetap kusut, ya).
Harapan mulai muncul lagi. Tapi masalah baru: kenapa aku malah jadi naksir sama stalker tampan yang ngaku-ngaku kucing ini?! Serius deh, ditambah lagi mendadak sering muncul hantu yang bikin kepala makin muter-muter kayak kipas angin rusak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Souma Kazuya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6: Awal Kompetisi
Kehidupan Ruri mengalami perubahan besar ketika dia menerima kabar bahwa dirinya lolos ke dalam 100 besar kompetisi "Pemuda Tangguh." Kompetisi ini merupakan ajang bergengsi yang diselenggarakan oleh pemerintah, di mana tiga pemenangnya akan diberi kesempatan emas: beasiswa penuh ke Amerika Serikat dan jaminan pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil di posisi strategis. Dengan masa depan yang cerah terhampar di depannya, Ruri tidak dapat menahan kegembiraannya. Sambil memegang telepon yang mengabarkan hasil seleksi, dia tertawa lepas, untuk pertama kalinya setelah sekian lama merasa beban hidupnya sedikit terangkat.
Carlos, yang mendengar tawa Ruri dari kejauhan, berlari menghampirinya dengan langkah ringan. Tanpa peringatan, dia memeluk Ruri dari belakang, menariknya lebih dekat. “Selamat, Ruri!” serunya dengan penuh semangat, seraya mengelus pipinya ke pundak gadis itu. Momen itu begitu hangat dan spontan, sampai Ruri tidak menyadari betapa dekatnya mereka berdua. Dia terlalu larut dalam kegirangan yang mengalir deras di tubuhnya.
Namun, setelah beberapa detik, kesadaran Ruri kembali. Dia membelalak, sadar bahwa Carlos terlalu akrab, dan dengan gerakan tiba-tiba, ia menghentakkan tubuh Carlos menjauh. Pemuda itu terhuyung dan jatuh, terkejut. “Apa-apaan kau?!” bentak Ruri, wajahnya memerah karena malu dan marah sekaligus.
Carlos, dengan tatapan sedikit kebingungan, hanya tersenyum cerah, "Aku hanya senang melihatmu bahagia, Ruri."
Ruri mendengus, berbalik dan menatap jauh ke luar jendela, berusaha menenangkan detak jantungnya yang masih berdetak kencang akibat interaksi itu. Entah mengapa, setiap kali Carlos berada di dekatnya, ada perasaan tak nyaman yang menyusup ke dalam dirinya. Bukan perasaan tidak suka, melainkan sesuatu yang lebih rumit dari itu. Namun, Ruri segera menepis pikirannya. Dia tidak punya waktu untuk memikirkan pria aneh ini. Ada hal yang lebih penting menunggunya.
___
Keesokan harinya, 100 peserta yang lolos seleksi dikumpulkan di sebuah gedung megah untuk pertemuan dengan panitia kompetisi. Aula besar itu penuh dengan calon peserta yang tampak tegang namun bersemangat. Semua peserta tahu, ini bukan sekadar perlombaan biasa; kompetisi ini adalah kesempatan hidup sekali untuk masa depan yang lebih baik. Ruri duduk di salah satu bangku, mencoba menenangkan diri. Wajah-wajah di sekitarnya tampak dipenuhi ambisi dan tekad, dan ia tahu kompetisi ini akan lebih sulit dari yang ia bayangkan.
Setelah sambutan dari beberapa pejabat penting, akhirnya diumumkan tantangan pertama: para peserta diminta menyelidiki dugaan penggelapan dana oleh pejabat pemerintah di berbagai daerah. Mereka harus mengungkap fakta, mengumpulkan bukti, dan mempresentasikan hasilnya dalam waktu yang telah ditentukan. Pengumuman tema ini membuat detak jantung Ruri kembali meningkat.
Dan seakan dunia mempermainkannya, ketika Ruri menerima amplop berisi rincian tugas, dia membaca dengan tak percaya: desa tempat ia pernah tinggal bersama almarhum neneknya adalah subjek dari tugasnya. Desa itu, yang menyimpan banyak kenangan pahit bagi Ruri, kini menjadi ujian pertamanya. Dia harus menyelidiki dugaan penggelapan dana pembangunan jalan di sana, jalan yang rusak dan memakan banyak korban, termasuk kecelakaan tragis yang menyebabkan seorang remaja kehilangan penglihatan dan kemampuannya berbicara.
Ruri terdiam. Tangannya sedikit gemetar ketika membaca rincian lebih lanjut di kertas itu. Dia pernah mendengar desas-desus tentang kasus ini, tapi sekarang dia harus benar-benar menelitinya dengan serius. Tidak ada ruang untuk kesalahan, karena inilah yang akan menentukan nasibnya di kompetisi ini. Semua emosi yang awalnya penuh kegembiraan kini berubah menjadi campuran kecemasan dan ketidakpastian.
___
Malam itu, Ruri pulang ke rumah dengan kepala penuh pikiran. Carlos, yang menunggu di depan pintu seperti biasa, segera menyadari perubahan di wajah Ruri. “Ada apa, Ruri? Kau kelihatan kusut,” tanyanya lembut.
Ruri hanya menggelengkan kepala dan menjawab pendek, “Aku baik-baik saja.” Tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi, berharap air hangat bisa meredakan pikirannya yang gelisah.
Carlos berdiri di dekat meja, matanya tertuju pada kertas yang diletakkan Ruri. Dengan rasa penasaran, dia mengambil kertas itu dan membacanya. Tiba-tiba, seolah kilatan ingatan kembali menyerangnya, Carlos mengenali nama desa itu. “Desa itu…” bisiknya pelan. Itu adalah desa tempat mereka dulu tinggal—saat Carlos masih seekor kucing. Segala kenangan pahit tentang desa itu kembali terngiang di ingatan Carlos.
___
Keesokan harinya, Ruri bersiap untuk pergi ke desa tersebut bersama tim kameramen yang akan mendokumentasikan penelitiannya. Dia tampak lebih tenang, meski di dalam hatinya ada kecemasan yang sulit ia sembunyikan. Sebelum berangkat, Carlos muncul dengan wajah serius. “Aku ingin ikut,” katanya tegas.
Ruri menatapnya tak percaya. “Ini kompetisi, Carlos. Kau tidak bisa ikut begitu saja.”
Carlos tersenyum penuh percaya diri. “Aku hanya akan menjadi handyman. Aku tidak akan membantumu dalam penelitiannya. Anggap saja aku sebagai asisten kasar.”
Ruri menggelengkan kepala, merasa itu ide gila. Namun, ketika Carlos menyampaikan hal ini kepada kameramen, tim tersebut justru setuju dengan ide Carlos. “Bisa jadi footage yang menarik kalau dia ikut. Lagipula, tidak ada aturan yang melarang peserta membawa ‘handyman,’” ujar sang kameramen sambil tertawa.
Ruri hanya bisa mendesah panjang. “Yang benar saja,” gumamnya dalam hati, tapi akhirnya membiarkan Carlos ikut serta.
___
Mereka tiba di desa setelah perjalanan panjang. Desa itu tidak banyak berubah sejak terakhir kali Ruri tinggal di sana. Jalanan rusak yang dulu menjadi mimpi buruknya masih tampak di beberapa tempat, meskipun ada beberapa perbaikan yang tampak baru. Ruri memulai tugasnya dengan mewawancarai warga dan mengumpulkan dokumen dari kantor desa.
Namun, di tengah-tengah penelitiannya, Carlos yang berjalan di sekitar lokasi jalan rusak mulai merasa ada sesuatu yang aneh. Instingnya sebagai mantan kucing mengarahkannya ke bagian jalan tertentu, di mana dia merasakan kehadiran energi astral yang kuat. Dia menatap tajam ke arah tanah di bawahnya, merasakan getaran yang tidak kasatmata.
Carlos memperhatikan lebih seksama dan tiba-tiba, di hadapannya, tampak sesosok makhluk astral berbentuk ular python raksasa. Makhluk itu tampak mengaduk-aduk jalan dengan ekornya yang besar, menyebabkan kerusakan yang tidak pernah terlihat oleh mata manusia. Carlos merasa ngeri sekaligus heran. Jadi ini penyebab sebenarnya dari kerusakan jalan yang terus-menerus? pikirnya. Makhluk gaib inilah yang menghancurkan jalanan setiap kali diperbaiki.
Namun, Carlos tahu bahwa ini bukan sesuatu yang bisa dia sampaikan kepada Ruri begitu saja. Dia harus mencari cara untuk mengatasi makhluk ini tanpa menakut-nakuti Ruri atau orang lain. Meskipun kini dia dalam wujud manusia, tanggung jawabnya untuk melindungi Ruri tetap sama seperti ketika ia masih seekor kucing.
Carlos akhirnya sadar, ancaman yang mereka hadapi ternyata jauh lebih besar dari sekadar penggelapan dana.