GAVIN adalah pria dewasa yang usianya sudah menginjak kepala tiga. Orang tuanya sudah mendesak untuk segera menikah,terutama
mama nya.
Tapi Gavin menolaknya mentah-mentah. Bahkan mama nya sempat menjadwalkan kencan buta untuk putra tunggal nya itu dengan beberapa anak perempuan dari teman nya,dan yang Gavin lakukan hanya diam saja ,tak menghiraukan Mama nya yang terus berteriak meminta menantu dan cucu.
Hingga suatu hari, Gavin pergi kesalah satu kafe yang sering dikunjungi oleh para anak muda. Disana ia bertemu dengan seorang gadis yang tertawa bersama teman-teman nya. Gavin terpukau oleh gadis itu.
Tanpa tau siapa gadis yang ia temui dikafe itu, Gavin meminta kepada kedua orang tuanya untuk melamar gadis tersebut, tidak peduli jika usia mereka yang terpaut jauh, karena ia sudah mengklaim gadis itu sebagai istri nya nanti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marta Safnita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6.
Waktu menunjukkan pukul 15:00 yang tertera di jam tangan milik Gavin. Seharusnya sudah waktunya untuk pulang sesuai dengan permintaan sang Mama. Tapi pria itu masih betah duduk dikursi kebesaran nya,tampak begitu enggan untuk bangkit dari sana.
Pekerjaan yang menumpuk membuatnya hanyut dalam keseriusan. Bahkan Gavin sampai tidak sadar, kini jarum jam terus berjalan hingga pukul 16:15.
Saat ini hanya tersisa sedikit yang harus pria itu selesaikan. Beberapa menit kemudian,ia merenggangkan tubuhnya dan bersandar pada kursi.
Gavin mematikan leptop nya dan sedikit membersihkan meja kerjanya dari kertas-kertas yang berserakan, setelah memastikan leptop nya sudah mati total, ia menyambar kunci mobil yang terletak di laci meja,dan bergegas pulang.
Menepati permintaan Resti, walau sudah sangat terlambat dari yang sudah ditentukan. Tapi setidaknya Gavin sudah berusaha untuk pulang lebih cepat dari hari-hari biasanya, walaupun akhirnya pria itu telat juga.
Ketika sampai didepan lift, Gavin berpapasan dengan Reza. Sekretaris nya yang mengernyit kening melihat Gavin berada disana.
Dalam hati bertanya,ada apa yang membuat atasannya itu berdiri didepan lift? Tidak biasa-biasa nya Gavin keluar dari ruangan disaat jam kantor belum usai, kecuali jika bertemu dengan client.
Mungkin saja sahabat nya itu ingin menemui seseorang diluar atau pergi sebentar untuk mencari udara segar karena terlalu jenuh dengan banyak nya pekerjaan.
Sudahlah, dari pada penasaran lebih baik tanyakan saja pada orang nya yang saat ini ada di hadapan nya, pikir Reza.
"Mau kemana,pak? tanya Reza pada akhirnya.
"Pulang!"
Reza melirik jam tangannya dengan mata memicing." Belum jam nya pulang, tumben."
"Ada urusan." Lagi dan lagi Gavin menjawab dengan singkat,padat, dan jelas.
Ting
Pintu lift terbuka, Gavin melirik Reza dan berujar,"saya duluan."
Tampa menunggu balasan dari Reza, Gavin melangkah masuk meninggalkan sekretaris, sekaligus sahabat nya, yang kembali terdiam melihat tingkah boss nya.
Setibanya di rumah, Gavin segera memarkirkan mobilnya dihalaman yang begitu luas, setelah nya, pria itu masuk kedalam rumah yang tampak seperti tidak berpenghuni.
Tidak seperti biasanya rumah milik keluarga ZHAFIR ini sepi. Walaupun memang tidak selalu ramai. Biasanya, jika setiap kali Gavin memasuki rumah, akan terdengar perdebatan kecil atau suara tawa dari kedua orang tua nya.
Maka sungguh heran disaat tidak mendengar suara Bagas dan Resti memenuhi seisi rumah. Gavin bingung kemana Mama dan papa nya? Bukan nya tadi dia disuruh pulang cepat-cepat dan sekarang mereka tidak ada, bahkan menampakkan batang hidungnya pun tidak.
Tidak ingin menerka-nerka, Gavin memutuskan untuk melihat ke dapur. Memastikan apakah mamanya sedang berada disana atau tidak. Tapi sesampainya Gavin didapur, pria itu tidak melihat Resti, melainkan yang ia lihat didapur adalah bi Irna, art rumah nya.
"Mama dimana?"
Bukan bermaksud tidak sopan kepada yang lebih tua, tapi Gavin ya seperti itu, dingin terhadap orang lain dan tidak banyak berbicara termasuk kepada orang tuanya, walaupun tidak sesering mungkin.
Bi Irna yang sudah terbiasa dengan sikap Gavin hanya mengulas senyum seraya berkata," bibi nggak tau,Den, mungkin nyonya ada dikamar nya".
Gavin mengangguk singkat, setelah itu ia pergi meninggalkan dapur menuju kamar nya yang berada dilantai dua, untuk bersih-bersih sebelum bertemu kedua orang tuanya.
Tidak butuh waktu lama, kini Gavin terlihat tampak lebih segar dengan pakaian Santainya,kaus lengan pendek dan celana pendek selutut.
Setelah itu Gavin bersiap untuk turun menemui Bagas dan Resti. Tepat diruang tengah,netra tajam milik nya, melihat mama dan papa nya sedang menonton televisi,bukan, bukan mereka yang menonton televisi, melainkan televisi yang menonton mereka yang sedang bermesraan.
Gavin mendengus kasar melihat keromantisan kedua orang tuanya. Kapan dirinya akan seperti itu juga? Senyum simpulnya tampak menyeramkan bagi siapa saja yang melihat nya pasti bergidik ngeri diwajah datarnya.
Gavin tidak akan berkeluh lagi,ia pun akan merasakan yang seperti itu nanti ketika dirinya telah menikah dengan Redyna. Bahkan lebih dari itu.
Hanya memikirkan nya saja hampir membuat Gavin gila. Ia melangkah kan kaki mendekati orang tua nya,dan langsung mendudukkan diri disofa yang berseberangan dengan Bagas dan Resti, hingga yang Gavin lakukan itu membuat mereka terkejut.
"Ya ampun Gavin, bikin kaget aja. Dikira siapa tadi yang dateng,"ujar Resti. Tangan nya bergerak mengelus dada untuk mengurangi rasa keterkejutan nya.
Sedangkan sang anak tampak acu dengan mata terfokus pada televisi. Tidak mendapat respon dari Gavin.
Resti pun bertanya,"Kapa nyampenya?"
Gavin melirik sebentar kearah mamanya."dari tadi. Kenapa mama nggak ada?"
Biasalah suami istri, pasti kamu tahu itu." Bagas menjawab pertanyaan anak tunggal nya dengan cepat, seakan tidak memberi celah pada istri nya, untuk menjawab.
"UPS,papa lupa, kamu kan belum nikah, pasti nggak tau ya?"CK...CK...CK... kasihan..., sambung nya yang ingin terus meledek sang putra.
Gavin yang mendapatkan ledekan dari Bagas hanya memandang Bagas datar. Ingin rasanya Gavin mencekik Bagas, tapi di urungkan karena mengingat Bagas adalah papa nya.
"apa lihat-lihat?! Nggak suka?! Sewot Bagas ketika putra nya menatap datar kepadanya.
"Udah pah, Gavin ngak bakal mempan sama ejekan papa, yang ada papa malah kena serangan balik dari dia.
"Resti menahan tawa mengucapkan nya. Heran, Gavin ini mirip siapa? Menurut nya, dulu Bagas tidak sedingin Gavin seperti ini, pikir Resti.
" Jadi, apa yang mau mama omongin?"tanya Gavin mengalihkan pembicaraan nya. Resti dan Bagas mulai serius menatap anak tunggal mereka.
" Serius kamu mau menikah?" Resti bertanya pada Gavin,sorot mata wanita paruh baya itu terlihat ragu.
"iya"
" kamu nggak ngehamilin anak orang kan?"
Timpal Bagas dengan sedikit emosi yang terdengar didalam perkataan nya.
Gavin tampak terkejut mendengar pertanyaan sang papa, terlihat dari kedua manik hitam nya yang sedikit membola. Detik setelah nya ia memasang wajah datarnya kembali,dan dengan tegas Gavin menjawab,"nggak".
"kirain papa,kamu ngehamilin perempuan,mangkanya minta nikah buru-buru,ujar Bagas kembali tenang.
"kalau iya, itu bukan urusan papa,"saut Gavin yang membuat papanya menggeram.
"Jangan berani-berani, kamu!" Gavin mengedik kan bahu nya. Resti menepuk bahu suami nya, menyuruh Bagas untuk diam dan kembali mengajukan pertanyaan untuk putra nya.
"kamu udah tahu siapa perempuan yang bakal kamu nikahin?"
"udah "
"siapa "
"Redyna "
"Udah berapa tahun atau bulan kalian berpacaran?
"Ngak sama sekali. Gavin baru beberapa hari yang lalu ketemu nya, itu pun cuma sekali.
Resti terkesiap mendengar nya, yang benar saja si Gavin ingin menikahi gadis yang baru ditemui nya itu,batin Resti. Sedangkan Bagas masih dalam kondisi tenang disebelah Resti, istri nya.
"Yang benar aja Gavin?"
"Benar,Mah."
Resti hanya menggeram kesal atas jawaban sang putra.
"Emang dia mau sama kamu?"
" Pasti nya dong!
Masa seorang Gavin Narendra Zhafir , anak tunggal nya Bagaskara Zhafir ditolak? Yang ada mereka yang rugi nolak si Gavin!ya nggak son?
serobot Bagas menjawab pertanyaan sang istri,kali ini ia berada dikubu anaknya.
Gavin mengangguk kan kepalanya singkat dan tersenyum tipis, lalu memberikan dua jempol nya, atas ucapan sang papa yang memang benar nyata nya. Resti hanya bisa mendengus, memang benar sih, yang dikatakan suami nya.
"Kamu udah tahu informasi tentang dia?" tanya Resti lagi, iya ingin mengintrogasi putra nya sampai ke akar-akarnya.
"Uda".
" Apa aja yang kamu tahu?"
"Namanya REDYNA INARA ADHITAMA, anak kedua dari Pasangan Alvino- "ucapan Gavin terpotong oleh Bagas.
"Alvino? Adhitama? Alvino Shaka Adhitama, maksud kamu? Yang nama istrinya Almira bukan?" tanya Bagas memastikan dan Gavin mengangguk agak ragu membenarkan ucapan Bagas.
Dari mana papa tahu? Pikir Gavin.
"loh? Papa kenal emangnya?" Resti dapat melihat gurat bahagia diwajah suaminya ketika mendengar nama "Shaka"
"Itu loh mah, junior papa yang sering papa cerita kan ke mama.
Bagas tersenyum menatap sang istri, Resti berpikir sejenak, memikirkan siapa si Shaka itu?
Hanya dalam beberapa detik saja, Resti dapat kembali mengingat orang yang bernama Shaka, adik tingkat suami sewaktu kuliah dulu."oh , ternyata dia".
"Papa setuju Vin, kamu nikahin si Redyna, Redyna itu,lusa kita kerumah mereka untuk lamaran, gimana?" Bagas begitu antusias ketika mendengar Gavin ingin menikahi anak bungsunya Shaka,dan dia pun memberi tawaran yang menggiurkan pada sang putra.
Tentu saja Gavin tidak akan menolak!
"iya ". Gavin berusaha untuk tidak tersenyum di hadapan kedua orang tuanya,dia terlalu senang mendengar, Bagas yang begitu semangat dalam rencana nya yang ingin menikahi Redyna.
"kalau gitu Gavin kekamar dulu,mau istirahat".
Bagas hanya mengangguk sebagai balasan, sedang kan Resti melongo menatap Gavin yang tidak berekspresi sama sekali, yang perlahan meninggalkan mereka menuju kamar pria itu.
" kok kamu nggak ada senang-senang nya Vin?!
" Teriak Resti yang tidak mendapat balasan dari Gavin.
Tidak senang kah anak nya yang akan melamar sang gadis pujaan nya lusa nanti?
Bagas menepuk paha sang istri, lalu berkata,"pasti senang dia,mah,papa jadi nggak sabar pengen besanan sama Shaka,mah, pasti seru!"
Resti hanya menggeleng kan kepalanya melihat Bagas yang begitu tampak antusias. Berbeda sekali dengan Gavin yang tidak menunjukkan raut apa pun diwajah nya.
Sesampainya nya Gavin dikamar, pria itu langsung menutup pintu dan menguncinya. Takut jika ada yang mengetahui apa yang akan dilakukan nya nanti. Gavin berjalan menuju ranjang king size nya dan mulai merebahkan tubuhnya di sana.
"I'M COMING SAYAAAAANG!!! teriak Gavin, dengan senyum mengembang, kemudian ia terkekeh, memikirkan tingkah nya yang sedikit bar-bar saat ini.