Nikah Dini

Nikah Dini

Bagian 1

Aku menikah saat usiaku masih berusia 17 tahun, aku dijebak oleh laki-laki yang kukira sangat mencintaiku. Perkenalan kami sangat singkat, aku yang memang belum pernah dekat dengan laki-laki sebelum dirinya merasa fomo dengan kekasih baru. Kupikir sesuatu yang disebut pacaran itu, memang indah dan tumbuh cinta yang sesungguhnya meski aku sendiri masih sangat belia.

*****

Tahun lalu, semuanya masih baik-baik saja. Aku sekolah di sekolahan favorit di kota tempatku tinggal, ibuku memiliki usaha kue rumahan sehingga meski sambil bekerja, ibu masih bisa mengawasiku. Sedang ayahku bekerja di sebuah kapal pesiar, membuatnya jarang sekali ada di rumah. Aku sering sekali sangat merindukan keberadaan ayah. Pernah suatu ketika aku bermimpi bertemu dengan ayah hingga terjaga. Mimpi itu seolah nyata, mungkin karena aku terlalu rindu. ayah hanya pulang dalankurun waktu tiga bulan sekali.

Aku mungkin adalah salah satu anak yang beruntung, karena orang tuaku termasuk kalangan berada bahkan bisa disebut kaya. Apa pun yang kuinginkan nyaris dipenuhi oleh ayah dan ibu. Aku juga anak tunggal sehingga kasih sayang kedua orang tuaku hanya ada untukku. Aku tidak pernah menyesal.mengapa aku tidak.memiliki kakak adat adik. Sendiri tidak lantas membuatku kesepian, justru menjadi anak tunggal cukup memuaskan, karena aliran cinta kedua orangku hanya tumpah padaku, bayangkan jika aku memiliki saudara, maka cinta itu harus dibagi rata. Ini memang terkesan jahat, tapi bukankah aku harus jujur pada diriku sendiri.

Dari segi psikologis aku tidak kekurangan kasih sayang juga dari segi materi, aku sudah merasa sangat cukup. Sesekali jika ayah pulang dan sekolah sedang libur. Ayah selalu mengajak kami ikut dalam pelayaran mewah. Aku sangat bahagia.

Tahun ini aku sudah kelas 11 Sekolah Menengah Atas. Aku bangga bisa berada di jajaran anak-anak elite, karena untuk sekolah di sini, bukan hanya soal biaya yang tinggi tapi juga IQ yang memadai. Bagaimana tidak, aku juga merasakan betapa sesaknya belajar. Orang di luar sana selalu menganggap orang kaya sekolah di sekolah favorit hanya karena kekuatan uang atau orang dalam. Mereka melupakan satu hal yang orang lain punya, yakni kepintaran. Tidak semua sekolah menerima murid hanya karena uangnya, karena sekolah favorit bukan sekolah biasa sehingga tidak semua orang bisa menembus untuk sekolah di dalamnya. tidak semua anak orang kaya bisa masuk, dan tidak semua orang yang bisa masuk karena karena kaya.

Pulang sekolah aku melanjutkan belajar untuk les bahasa Inggris, sorenya masih latihan ballet. Di sekolahku sendiri, bahasa sehari-hari yang kami pakai adalah bahasa Inggris, itu sebabnya aku mematangkan bahasaku dengan les di luar sekolah. Orang tuaku juga selalu mendukung apa yang menjadi hobby-ku agar bakat ini tersalurkan. Ballet, piano, dance. Semua mereka penuhi Dangan cara memasukkanku ke sekolah masing-masing bakat dengan pembagian waktu yang cukup relevan. Semuanya memang melelahkan, tapi aku tidak boleh tumbang, toh ini semua juga, kan untuk masa depanku. Aku tidak akan menyia-nyiakan waktu hanya untuk bermain-main terlalu lama.

Sampai pada suatu ketika, supir terlambat menjemput membuat aku harus menunggu cukup lama. Kabarnya, ban mobil pecah dan supir harus membawanya ke bengkel. Tak lama seorang pria dewasa yang mungkin berusia sekitar 24 atau 25 tahun mendatangiku dan menyapa ramah.

"Pulang sekolah?" Katanya, aku tahu aku tidak boleh meladeni orang yang tidak dikenal. Tapi melihatnya membuatku menilai bahwa pria tersebut adalah orang yang baik dan tidak punya niat jahat. "Gak dijemput?" sambungnya lagi.

"Masih diperjalanan." sahutku ringan. Sialnya pada waktu itu, satpam sekolah juga berada di dalam pos sehingga tidak memperhatikan keberadaanku. Guru sekolah yang bertanggung jawab juga sudah kutolak sebelumnya. Kataku, aku bisa menjaga diri sampai supir datang. Toh pak supir sudah memberi kabar bahwa mengganti ban tidak akan lama.

"Mau minum?" katanya lagi menawarkan sambil menyodorkan botol.

"Tidak terima kasih." tolakku berhati-hati.

"Aku sering memperhatikanmu di sini, setiap hari mobil mewah berwarna hitam pekat akan menjemputmu. Dan pagi hari aku juga melihatmu turun dari mobil yang sama. Kamu cantik." godanya. Aku tersipu hingga siluet hitam berbentuk mobil muncul di ujung jalan. "Jemputan sudah datang. Aku pergi dulu, ya. Besok kalau ada waktu. Aku pasti kembali," katanya sambil berlalu tanpa menunggu persetujuanku.

Di rumah hanya ada aku dan beberapa asisten perempuan. Laki-laki hanya pak supir, pak satpam dan juga tukang kebun. Aku hidup begitu damai hingga godaan pria di depan sekolah mengusik ketenanganku. Entahlah, aku mungkin terlalu gede rasa dan menganggap pujian itu serius. Aku bahkan dibuat penasaran olehnya.

Esok harinya aku menyusun rencana agar pak supir kembali datang terlambat. Kali ini aku beralasan di sekolah akan mengadakan tugas tambahan hingga beberapa menit atau jam ke depan. Aku sudah kadung penasaran pada laki-laki kemarin. Apa yang ia mau, kenapa tiba-tiba sekali datang dan mengajak kenalan. Padahal aku benar-benar baru melihat wajahnya siang kemarin.

"Bu, pak Sarif jangan terlalu awal jemputnya ya, nanti aku pulang agak telat. Katanya ada tugas tambahan atau apa gitu, aku lupa. Takut kelamaan pak Sarif nunggunya." ucapku meyakinkan.

"Kok tumben. Gak biasanya sekolah ada yang kayak gitu-gituan." Ibu mengernyitkan dahi tidak yakin.

"Gak tau nih. Aku juga bingung." aku berusaha berkilah dengan wajah yang cukup polos meyakinkan.

Sepulang sekolah, semua murid mendapat jemputan kecuali aku.

"Supirmu telat lagi?" sapa Lia yang rumahnya tidak jauh dari komplek-ku. Aku hanya mengangguk dibarengi senyum tipis. "Sama aku aja, nanti dianter ke rumah sama pak Agus." katanya lagi sambil setengah merangkul.

"Gak perlu Li, bentar lagi juga pak Sarif sampe."

"Tapi sekolah hampir sepi loh."

"Beneran gak pa-pa." Lia akhirnya pamit meninggalkanku di depan gerbang sekolah. Agar tidak ada kecurigaan dari satpam dan juga guru pengawas. Aku sengaja menjauh dari sekitar sekolah juga dari area yang terpantau cctv. Namun begitu, aku sengaja menampakkan diri dengan cara berdiri di pinggir jalan berharap pria kemarin mendapatiku. Ia pria yang misterius yang berani mendekat dan langsung mengajak berbincang seolah kami sudah kenal lama. Dan bodohnya, tanpa basa-basi aku menerima kedatangannya. Biasanya aku sangat cuek saat ada yang ngajak kenalan apa lagi sedikit ngobrol oleh orang tidak dikenal. Kali ini beda, semua mengalir begitu cepat. Aku bahkan merasa memiliki penggemar rahasia atas ungkapannya kemarin, entahlah. Sejauh ini aku memang tidak punya banyak teman di sekolah atau di tempat lain. Wajar bukan jika dengan kejadian ini aku berpikir akan memiliki teman baik.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!