NovelToon NovelToon
Malam Yang Merenggut

Malam Yang Merenggut

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: megawati

Terdengar Musik yang terus di putar dengan kencang di sebuah bar hotel, disertai dengan banyaknya wanita cantik yang menikmati serta berjoget dengan riang. Malam yang penuh dengan kegembiraan, yang tak lain adalah sebuah pesta bujang seorang gadis yang akan segera menikah dengan pujaan hatinya. Ia bernama Dara Adrianna Fauza, gadis cantik dan manis, anak sulung seorang pengusaha sukses.

"Dar, gue ngak nyangka banget Lo bakalan nikah. Selamat ya bestie?" Ucap salah seorang gadis yang merupakan teman SMA dara.

"Iya. Makasih yah bestie. Gue doain semoga Lo cepet nyusul yah? Biar gantian, gue yang di undang." Ucap Dara sambil tersenyum.

Dara yang merasa haus pun segera mengambil sebuah jus untuk di minum, ia pun meminumnya.

Pesta terus berjalan dengan lancar, semua teman dara menikmati pesta dengan bahagia. Seketika dara yang sedang bersama dengan teman-temannya pun menjadi pusing. Mata menjadi sangat berat, pandangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon megawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab

Wajah orang-orang yang melintas tak begitu jelas terlihat. Brama memutar video tersebut berulang-ulang. Anehnya, ada menit yang hilang. Video tersebut seperti melompat ke beberapa waktu setelahnya. Wanita itu juga tak pernah terlihat masuk ke dalam kamar.

Untung saja, rekaman di pagi harinya masih menunjukkan keberadaan wanita itu. Dia keluar dari kamar 501 dengan berlari kencang, seakan-akan ada seseorang yang mengejarnya. Brama hanya dapat melihat punggung dan pakaian yang di kenakan wanita itu. Wajahnya tak terlihat dalam rekaman video tersebut.

Brama memicingkan matanya seraya melihat rekaman yang di hentikan dan diperbesar, yang menunjukkan punggung wanita itu. Sekali lagi, Brama kembali terbayang dengan sosok Dara. Entah mengapa, Dara sering mengusik pikirannya. Wajah Dara selalu saja terlintas dalam benak Brama ketika mencoba mengingat wanita yang menghabiskan malam panas dengannya.

Di ruangan lain, wanita yang sedang Brama pikirkan itu sedang sibuk mengoreksi anggaran proyek baru Ayra dengan perusahaan Pranaja. Dara tiba-tiba kembali teringat pada Ayra saat bicara dengannya tadi. Wajah Ayra memang menunjukkan rasa bersalah. Akan tetapi, Dara tetap merasakan setitik amarah kepada adik tirinya itu. Pasalnya, Ayra hanya minta maaf karena menggantikan posisi Dara untuk menikah dengan Aldo.

Lalu bagaimana dengan kejadian malam itu? Kenapa Ayra tidak meminta maaf pada Dara karena telah meninggalkan dirinya? Ayra bahkan tak membahasnya sama sekali. Dering telepon kantor membuat Dara hampir tersedak ketika sedang menyesap minuman.

"Ke ruangan saya sekarang!" Perintah Brama.

Dara mendengus kesal. Sejak tahu dirinya mengandung anak pria itu, Dara menjadi sering merasa kesal tanpa sebab kepada Brama. Apalagi, ketika Brama mulai menuduh-nuduh, Dara seakan-akan ingin menyumbat mulut kejam pria itu. Seperti saat ini, wajah Brama terlihat keruh, Dara sudah bersiap untuk mendapat cercaan sang Presiden Direktur Pranaja itu.

"Anda memanggil saya, Tuan?" Tanya Dara setengah ramah.

Brama pun melemparkan setumpuk dokumen di mejanya.

"Perbaiki!" Perintah Brama.

Dara mengambil tumpukan dokumen itu, kemudian menunduk sopan dan berjalan keluar. Tanpa Dara sadari, Brama sedang membandingkannya dengan punggung wanita itu. Entah benar-benar merasakan adanya kemiripan dengan Dara, atau Brama sendiri yang berharap jika wanita itu tak jauh dari dirinya, Brama juga tak mengerti.

"Konyol sekali" gumam Brama.

***

Di kediaman Rawal...

Dara terkejut sampai hampir pingsan tatkala menyalakan lampu kamar dan mendapati Aleta sedang duduk di ranjang sambil bersedekap dada. Aleta tak terlihat seperti biasanya. Guratan kecewa terlihat jelas pada ekspresi wajahnya.

"Astaga, Ta. Ngagetin aja, gue kira siapa? Lo ada masalah? Kok kelihatan kesel gitu?" Tanya Dara dengan banyak pertanyaan.

"Mending Lo mandi dulu. Setelah itu, baru kita bicara, karena ini penting" ujar Aleta tanpa melihat Dara.

Dara tiba-tiba menjadi gugup, Aleta tak pernah bersikap seperti itu padanya.

"Oke. Kalau gitu gue mandi dulu" ucap Dara

Dara segera menyelesaikan kegiatan bersih-bersih dengan cepat karena penasaran apa yang hendak Aleta bicarakan. Selama ini, Aleta telah banyak menolongnya. Dara juga ingin dapat berguna dan membantu Aleta karena dia pikir, sahabatnya itu sedang memiliki masalah besar.

"Mau bicarain masalah apa, Ta?" Tanya Dara seraya mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Aleta menunjukkan sesuatu diatas meja dengan isyarat mata. Mata Dara terbuka lebar, handuknya jatuh ke lantai terlepas dari tangannya.

"Ini punya Lo?" Tanya Aleta mengambil testpack di atas meja dan mengacungkan ke arah wajah Dara.

"Itu?" Ucap Dara tak bisa berkata-kata.

"Siapa sebenarnya pria yang sudah merenggut kehormatan Lo, Ra? Lo harus mencari tahu, dia harus bertanggung jawab karena Lo sekarang udah hamil anaknya. Apa bener kalau Lo belum tau siapa pria itu?" Tanya Aleta.

Pria yang sedang dibicarakan kedua gadis itu, saat ini sedang bersantai sambil menikmati kopi di apartemennya. Suara kunci pintu terdengar di buka dari luar. Gilang masuk ke dalam dengan membawa amplop besar berwarna coklat di tangannya.

"Permisi, Tuan!" Ucap Gilang.

Brama tersenyum tipis melihat barang yang dibawa Gilang.

"Sudah dapat?" Tanya Brama.

Gilang menyodorkan amplop tersebut untuk Brama.

"Hanya ini yang saya dapatkan, Tuan!" Ucap Gilang.

Brama membuka amplop tersebut dan membaca isinya. Dahinya sontak mengerut ketika membaca tulisan di dalamnya.

"Apa? Pemilik kalung ini sudah meninggal?"ucap Brama terkejut.

Bukan hanya itu saja yang membuat Brama terkejut. Dalam satu lembar yang berisi identitas wanita itu di sebutkan bernama Vina Vandella/Fauza.

"Apa ini benar?" Tanya Brama tak percaya.

"Benar, Tuan. Pemilik kalung tersebut adalah istri pertama Arman Fauza, calon mertua keponakan anda" ucap Gilang.

Brama tersenyum samar, wanita yang di carinya ternyata benar-benar sangat dekat dengannya.

"Jadi, wanita itu adalah Dara Fauza dan dia sedang mengandung anakku"ucap Brama.

Gilang terkejut mendengar apa yang di katakan oleh atasannya.

"Maksud, Tuan? Wanita yang Tuan cari adalah Nona Dara Vandella?" Tanya Gilang.

"Dia tahu bahwa dia sedang mengandung anakku dan tidak meminta pertanggungjawaban dariku? Menarik sekali. Apa yang akan kamu lakukan kedepannya, Nona Dara?" Gumam Brama.

Brama cukup takjub dengan sikap Dara. Bukannya memohon pada Brama agar menikahi dirinya, namun Dara justru memohon agar tidak dipecat dari perusahaannya. Pada umumnya, wanita lain akan segera menuntut pertanggungjawaban Brama. Untuk apa bekerja keras jika Brama dapat memberikan segalanya?

"Apa sebaiknya anda berbicara dengan Nona Dara, Tuan? Jika sampai ada yang tahu anda menghamili seorang wanita, itu akan merusak reputasi anda. Bagaimana kalau kita meminta Nona Dara untuk menggugurkan anak itu? Sebagai gantinya, kita bisa memberi Nona Dara!" Ucap Gilang terhenti.

"Apa kamu bilang?"bentak Brama memotong ucapan Gilang yang saat ini sedang panik.

"Kamu ingin saya melenyapkan anak saya sendiri?"geram Brama tak terima.

Gilang menunduk dan meminta maaf pada Brama. Dia tak tahu jika Brama lebih peduli kepada bayi itu daripada menjaga nama baik keluarga Pranaja. Jika sampai orang tua Brama mengetahui fakta itu, masalah akan menjadi runyam.

"Lalu apa yang akan anda lakukan, Tuan?" Tanya Gilang karena ia perlu tahu tindakan Brama selanjutnya agar dirinya juga tidak kesulitan saat berurusan dengan Tuan dan Nyonya besar Pranaja.

"Bukan urusan kamu. Sekarang kamu pergi" perintah Brama.

Brama pun tahu apa yang ada di dalam benak Gilang. Asisten pribadinya itu selalu patuh padanya, namun Gilang lebih mematuhi orang tua Brama demi kepentingan keluarga Pranaja.

"Jangan katakan apapun kepada orang tua saya" tegas Brama sebelum Gilang keluar dari ruangannya.

***

Di tempat lain, Dara sedang kebingungan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh keluarga Rawal. Sebelum Dara menjawab pertanyaan Aleta tadi, Rani serta orang tuanya beserta kakak Aleta dan Rani yang baru saja pulang dari luar negeri pun tahu tentang kehamilan Dara. Dara sangat takut jika keluarga Aleta akan membenci dan mengusirnya.

Di samping itu, Dara tak ingin Aleta terkena amukan kedua orang tuanya karena memiliki teman yang hamil di luar nikah sepertinya. Akan tetapi, ketakutan Dara tak terjadi. Setelah semua orang terdiam cukup lama menanti Dara yang tak kunjung mengatakan ayah dari anak yang ia kandung, Ribka Veronika Rawal, mamanya Aleta dan Rani segera mencairkan suasana.

"Kalian jangan menatap Dara seperti itu, dia sudah mengalami kejadian buruk dan kalian seolah-olah sedang menghakimi dia" ujar Ribka.

"Dara? Kamu tidak perlu memberitahu siapa orang yang telah menghamili kamu sekarang, Jika kamu belum siap. Tapi kamu harus ingat, kami perlu tahu identitas pria itu agar dapat membantu kamu" ucap Ribka lagi.

Justru hal tersebut yang menjadi ketakutan Dara. Jika sampai keluarga Rawal ikut terlibat, Brama bisa saja menghancurkan bisnis mereka. Dara tak ingin itu terjadi.

"Maaf, Tante. Aku ngak bisa mengatakan apapun. Aku akan segera pergi dari rumah ini setelah menemukan tempat tinggal yang baru." Ucap Dara.

Burhan Fery Rawal, papanya Aleta dan Rani yang sedari tadi hanya diam, akhirnya angkat suara.

"Bukan itu maksud Tante Ribka, Dara! Kami semua disini hanya ingin membantu kamu dan kamu ngak perlu pergi dari rumah ini buru-buru. Kamu masih bisa tinggal di rumah ini, kami semua tidak keberatan. Om sama Tante sudah menganggap kamu seperti anak kami. Kamu dan Aleta itu sama di mata kami" ucap Burhan.

"Itu benar sayang. Mana mungkin kami tega membiarkan kamu sendiri setelah tahu bahwa kamu sedang hamil" ucap Ribka menjeda ucapannya sejenak.

"Begini saja. Jika kamu ngak mau menuntut tanggung jawab pria itu, bagaimana kalau kamu jadi menantu Tante? Menikah dengan Rangga?" Ucap Ribka membuat semua mata tertuju padanya termasuk Dara.

Ribka terlihat sungguh-sungguh dan matanya berbinar seakan telah lama ingin mengatakannya. Ribka memang sedari dulu menginginkan Dara menjadi menantunya dan menikah dengan anak laki-laki semata wayangnya yang juga menyukai Dara sejak lama. Ia adalah Rangga Antoni Rawal, kakak Aleta dan Rani yang bekerja di luar negeri. Ia sengaja pulang karena permintaan Ribka.

Dara cukup tercengang oleh tawaran Ribka. Bagaimana bisa dirinya menikah dengan Rangga? Dan kenapa Ribka mau membiarkan anaknya menikahi wanita yang sudah hamil dengan pria lain seperti dirinya?

"Hmm, aku sih ngak keberatan" ucap Rangga menatap Dara dengan senyuman.

"Menurut aku, ini bukan ide yang buruk. Malahan aku setuju sama mama, aku ingin banget Dara jadi kakak ipar aku" ucap Aleta.

"Aku juga setuju, Ma" ucap Rani juga.

"Baiklah kalau begitu. Sekarang kita ngak perlu lagi repot-repot mencari tahu atau menuntut pria yang tidak punya moral itu, yang ngak bisa bertanggung jawab. Bisa gawat jadinya jika Dara menikah dengan pria seperti itu. Bahkan Rangga lebih baik dan bertanggung jawab" ucap Burhan memuji anaknya sendiri.

Dara sedikit kebingungan. Ada apa dengan keluarga sahabatnya ini? Bagaimana mungkin mereka mau menerima dirinya, bahkan ingin menikahkan dirinya dengan putra mereka satu-satunya. Dara justru tak enak hati karena berpikir bahwa keluarga Rawal hanya sedang menghibur dirinya. Apalagi, Rangga tampaknya juga terpaksa mengiyakan usulan kedua orang tuanya. Biarpun demikian, Dara merasa sangat bersyukur karena mengenal keluarga Rawal. Tanpa sadar, air mata meleleh di pipi Dara.

"Makasih untuk kebaikan kalian. Tapi, aku akan menanggung semua ini sendiri" ucap Dara telah memutuskan tak akan membebani orang-orang baik di hadapannya.

"Kamu harus memikirkan bayi kamu, jangan memikirkan diri kamu sendiri, Ra. Anak kamu itu membutuhkan sosok seorang ayah dan aku ngak keberatan menjadi ayahnya." Ucap Rangga halus dan dengan penuh keyakinan.

***

Keesokan harinya di kantor...

"Apa ini, Tuan Gilang?" Tanya Dara terkejut ketika Gilang tiba-tiba meletakkan berbagai makanan bernutrisi di meja kerjanya.

"Makan siang untuk karyawan. Setelah menghabiskan itu semua, kamu di minta ke ruangan Tuan Brama. Pastikan kamu tidak menyisakan satu makanan pun" perintah Gilang datar.

Dara pun menyantap beberapa makanan didepannya. Setelah itu, dia bergegas menemui Brama.

"Tuan, anda mencari saya?" Tanya Dara setelah dipersilahkan masuk.

"Duduk" perintah Brama.

Dara patuh menuruti Brama. Pria itu langsung menyodorkan amplop tebal padanya.

"Apa ini, Tuan?" Tanya Dara membuka amplop coklat selebar dua telapak tangan. Matanya membeliak tatkala mendapati tumpukan uang di dalamnya.

"Untuk apa uang sebanyak ini, Tuan?" Tanya Dara.

"Tunjangan kehamilan. Semua karyawan mendapatkan itu ketika sedang mengandung" ucap Brama.

Dara pun terkejut..

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!