Mengulik kehidupan selebriti di belakang layar. Novel ini menceritakan tentang, Kayla Aruna, selebriti kurang terkenal yang sudah lama berkecimpung di industri dunia hiburan itu harus menerima kritikan pedas dari netizen setelah dia tampil di salah satu program variety show bersama Thaniel Hanggono.
Namun di tengah kontroversi yang menimpa Kayla, tawaran untuk bermain film bersama Thaniel justru datang dari salah satu production house dengan bayaran yang cukup mahal. Kayla yang menerima tawaran itu karena tertarik dengan naskahnya pun semakin banyak menerima hate comment karena dianggap panjat sosial menggunakan nama Thaniel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourlukey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia membenciku
Seminggu setelah videonya viral di media sosial, Thaniel akhirnya bisa bernapas lega karena komentar kebencian di akun Kayla berkurang. Meski belum hilang sepenuhnya, setidaknya komentar di sana tidak separah saat pertama kali video itu mencuat ke permukaan.
Walaupun Thaniel tahu kalau itu juga bukan kesalahannya, tapi dia tidak bisa mengelak kalau sebagian besar komentar kebencian itu berasal dari para penggemarnya. Karena itulah ada sedikit rasa bersalah dalam dirinya pada Kayla.
"Sudah sampai ke tempat tujuan, Mas Thaniel, tolong disimpan dulu ipad-nya." Nando berkata dari bangku penumpang sebelah sopir. Dia pun segera keluar dari mobil setelah memberi peringatan pada Thaniel.
Menuruti apa perintah Manajernya, Thaniel dengan cepat meletakkan ipad-nya ke sembarang tempat, lantas keluar dari mobil. Begitu pintu dibuka, Thaniel langsung disambut dengan kilatan lampu wartawan. Suara teriakan dari para penggemar juga mengiringi setiap langkah kaki Thaniel saat laki-laki itu melenggang di red carpet. Setelah beberapa saat menyapa penggemar dan melakukan pose untuk kebutuhan media, Thaniel segera memasuki ruang acara.
Hari ini Thaniel dijadwalkan menghadiri acara penghargaan tahunan bergengsi dan dia masuk ke dalam salah satu nominasi. Namun siapa sangka kalau di sana Thaniel akan bertemu dengan Kayla untuk ketiga kalinya. Thaniel baru tahu setelah salah satu nominasi pemeran pendukung wanita terbaik dibacakan, di sana ada nama Kayla disebut. Bukan hanya itu, Kayla juga terlihat tersorot kamera saat menunggu pemenang diumumkan. Dalam penantian itu, Thaniel sungguh berharap Kayla bisa memenangkan kategori itu. Menurut Thaniel di film yang dimainkan Kayla itu, akting perempuan itu sangat memukau. Dan dia layak mendapatkannya. Tapi, begitu pemenang diumumkan, bukan nama Kayla yang disebutkan, melainkan salah satu artis yang lain.
Melihat itu, Thaniel sedikit kecewa. Bukan karena pemenang lain tidak layak mendapatkan piala itu, hanya saja menurutnya Kayla juga tak kalah layak untuk mendapatkannya. Yah, meski dia juga tahu kalau untuk masuk nominasi itu juga sudah termasuk pencapaian luar biasa. Mereka dipilih dari yang terbaik diantara yang terbaik.
Acara kembali berlangsung, kali ini yang diumumkan adalah kategori aktor pendatang baru terbaik, dan Thaniel masuk nominasi tersebut. Ketika nominasi dibacakan, nama Thaniel keluar sebagai pemenang. Laki-laki itu naik ke panggung, menyampaikan beberapa patah kata dan ucapan terima kasih kemudian turun dari panggung.
"Nando, gue mau ke restroom sebentar." Thaniel berkata sambil menyodorkan piala dan bunga yang baru diterimanya pada Nando. Laki-laki itu lantas bergegas ke tempat yang menjadi tujuannya.
Setelah menyelesaikan urusannya, Thaniel hendak keluar dari bilik toilet. Tapi dia urungkan setelah mendengar percakapan yang menggelitik dari area depan cermin toilet.
"Coba aja video Kayla itu nggak kesebar di sosial media, pasti dia udah dapetin pialanya." Seorang laki-laki yang mengenakan blazer hitam itu berkata sambil mencuci tangannya di wastafel.
Dari bilik toilet itu, Thaniel mengintip seraya menguping pembicaraan.
"Gue juga udah yakin banget kalau dia bakalan menang, eh tahunya malah vote-nya menurun drastis setelah video itu kesebar." Seseorang yang mengenakan kaos bertulisan staf itu menambahi. "Jika netizen bisa lebih objektif, gue yakin Kayla pasti menang. Tapi kenapa, ya, Kayla dibenci segitunya? Padahal banyak kok yang lebih kontroversial dari pada dia dan mereka tetap dapat apa yang semestinya."
"Gue sebenernya juga nggak terlalu yakin, sih. Tapi, ini tergantung siapa orang yang disenggol Kayla. Lo tahu sendiri kalau Thaniel lagi naik daun banget. Gue pernah denger kalau orang zaman sekarang yang mengidolakan selebriti, mereka mempunyai imajinasi seolah selebriti itu adalah milik mereka. Mereka ngatur selebriti itu harus bergaul dengan siapa, bahkan dijodohkan dengan siapa. Mereka ngedukung atau tidak sesuai dengan kaca mata mereka. Jika nggak sesuai dengan kemauan mereka, selebriti yang pamornya kurang akan dihujat habis-habisan."
"Serem banget."
"Sementara orang yang menurut netizen pamornya cocok atau dari segi visual mereka sukai, akan didukung sepenuh hati. Walaupun kepribadian antar selebriti itu sebenarnya nggak cocok. Sebenernya itu toxic banget sih, tapi ya begitulah dunia mereka."
"Padahal manusia harusnya bergaul dengan orang-orang yang membuat mereka nyaman."
"Lo tahu nggak, apa yang lebih mindblowing kalau ada yang mengutarakan pendapat betapa toxicnya pemikiran itu?"
Laki-laki yang mengenakan kaos bertulisan staf itu menggelengkan kepala.
"Komentar yang bilang kalau itu adalah resiko menjadi selebriti." Kata laki-laki yang mengenakan blazer hitam. Mereka lantas keluar dari toilet. Menyambung obrolan entah ke mana tujuannya.
Saat itu juga Thaniel keluar dari bilik toilet. Dari obrolan panjang mereka tentang selebriti, Thaniel hanya peduli tentang alasan mengapa Kayla tidak bisa mendapat piala. Sama seperti mereka yang menyayangkan mengapa video itu mencuat ke permukaan, Thaniel pun mempunyai pikiran yang sama. Seandainya video itu tidak pernah mencuat ke publik atau orang-orang tidak menyalahpahaminya Kayla pasti bisa mendapat piala itu.
Thaniel sungguh menyayangkan kesalahpahaman ini. Dia keluar dari toilet. Bertepatan saat itu, Kayla juga baru saja keluar dari toilet perempuan. Thaniel menoleh ke sana-kemari, mencari sosok dua orang yang mengobrol barusan di depan cermin toilet. Apakah obrolan mereka didengar oleh Kayla? Semoga saja tidak. Dari raut wajah Kayla, Thaniel tidak melihat ada sesuatu yang aneh. Atau Kayla hanya pura-pura? Akting perempuan itu memang sangat apik sampai Thaniel tidak bisa menebak apakah perempuan itu benar mendengar obrolan dua orang barusan atau tidak. Thaniel hanya berharap kalau Kayla tidak mendengarnya.
Kayla hanya melirik Thaniel sekilas kemudian melangkahkan kakinya menjauh dari Thaniel, tapi karena ada sesuatu yang ingin dia sampaikan, Thaniel mengejar perempuan itu.
"Kayla."
Kayla menoleh dengan tatapan dingin.
"Ada yang pengen gue omongin."
Kayla diam, masih menunggu kalimat apa yang ingin disampaikan Thaniel.
"Bisa kita bicara di tempat yang lebih baik sebentar? Rasanya nggak pantas aja kalau kita ngobrolnya di sini."
"Nggak bisa. Kalau mau ngomong sekarang aja."
Thaniel tersenyum tipis. Mungkin merasa tidak enak hati karena telah mengganggu waktu perempuan itu.
"Gue terkesan banget sama akting lo."
Dengan raut wajah yang masih dingin, Kayla pun menjawab, "Makasih." Begitu merasa tidak ada yang ingin dia dengar lagi, Kayla lantas balik kanan, hendak melenggang dari hadapan Thaniel, tapi laki-laki itu justru menawarkan sesuatu yang menggelitik hati.
"Mau nggak kalau lo jadi guru akting gue?"
Kayla menoleh ke arah Thaniel, tersenyum masam. "Lo lagi ngeledek gue, ya?"
Thaniel mengerutkan dahi. Tidak mengerti.
"Mau ngeledek kalau akting gue bagus tapi masih jadi pemeran pendukung?"
Thaniel merasa tidak enak hati, padahal niatnya bukan itu. Dia benar-benar ingin belajar dari Kayla. "Bukan. Bukan kayak gitu,"
"Di video itu emang bener kalau salah angle kamera. Tapi, gue benci sama lo itu beneran. Bukan salah paham." Kayla berkata dengan raut wajahnya yang dingin. Dia lantas berlalu dari hadapan Thaniel begitu saja.
Mendengar hal itu membuat Thaniel memaku ditempatnya sambil menatap punggung Kayla yang mulai menjauh. Berbagai pertanyaan pun muncul di kepalanya. Apa karena hate comment itu?