Jia Andrea selama lima tahun ini harus bersabar dengan dijadikan babu dirumah keluarga suaminya.
Jia tak pernah diberi nafkah sepeser pun karena semua uang gaji suaminya diberikan pada Ibu mertuanya.
Tapi semua kebutuhan keluarga itu tetap harus ditanggung oleh Jia yang tidak berkerja sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 4
"Nak ini makanannya udah datang. Kita makan yuk!" Ajak Jia pada Amira saat sampai di kamar Amira.
Amira menatap bingung ke arah Bundanya. Pasalnya tadi Bundanya keluar bersama Ayahnya sekarang tiba-tiba saja masuk dan membawa makanan untuknya.
"Kita cuma makan berdua, Bunda?" Tanya Amira yang membuat Jia menghentikan aktivitasnya dari membuka bungkus makanan tadi.
Jia menoleh ke arah sang Anak dia menganggukan kepalanya.
"Iya sayang kita makan berdua saja." Jawab Jia dengan nada lembut.
Amira mengangguk tersenyum. "Waaahhh sepertinya makanan ini enak sekali, Bunda." Ucap Amira yang kagum dengan aroma makanan yang di belikan oleh Jia.
Pasalnya Amira tidak pernah memakan makanan yang enak selain makan dengan lauk tempe dan tahu goreng saja.
Jia tersenyum mendengar ucapan Amira, entah kenapa hatinya terasa tercubit. Selama ini memang dia jarang memenuhi keinginan sang anak untuk hal yang lebih.
"Mulai sekarang kalau Amira mau meminta apapun jangan pernah di pendam ya sayang. Bilang aja sama Bunda ya!" Ucap Jia seraya mengusap lembut rambut Amira.
"Memangnya Bunda punya uang? Amira takut Bunda, kalau minta ke Ayah pasti di marahi. Katanya tidak ada uang. Tetapi kalau yang meminta Azura Ayah selalu menurutinya." Jawab Amira dengan polosnya.
Lagi dan lagi Jia di buat tertegun oleh ucapan Amira. Dia tidak menyangka jika sikap Rangga selama ini tersimpan dalam memori Amira.
Amira memang baru saja berumur 4 tahun, tetapi dia memiliki pemikiran yang pintar yang mungkin menurun dari Bundanya.
Jia tersenyum menutupi sakit hatinya. Lalu menatap ke arah Amira dengan sendu.
"Bunda memang punya uang, tapi Amira harus tahu batas, karena tidak setiap saat Bunda punya uang sayang." Jawab Jia.
Padahal kalau mau Jia sangat mampu membelikan apa saja yang Amira minta. Tetapi sebelum terlambat Jia selalu mengajari Amira untuk hidup seadanya saja.
Ya... Benar kalau keluarga Rangga memandang rendah Jia sebagai orang miskin yang tidak mempunyai perkerjaan. Namun, kenyataannya itu semua salah besar.
Jia adalah putri sulung dari bapak Alan Abimana. Pengusaha kaya dan terkenal sebagi investor di sebuah perusahaan besar di kota mereka.
Memilik berbagai cabang perusahaan tidak membuat mereka hidup berlagak mewah. Justru malah sebaliknya, kalau orang itu tidak mengenal dekat Pak Alan, mereka pasti akan menanggap keluarganya adalah keluarga kelas menengah dengan kesederhanaannya yang selalu mereka terapkan.
Jia memiliki adik bernama Jio. Dan sekarang Jio berprofesi sebagi pengacara handal di kota mereka. Maka dari itu Jia lah yang akan menjadi penerus perusahaan Papanya.
Selama menikah Jia masih ingin fokus kepada keluarganya, dia belum ingin menghabiskan waktunya untuk kesibukan di perusahaan. Tetapi ekspetasi yang selama ini dia rancang malah gagal semua.
Realitanya dia hanyalah di jadikan babu yang tak di upah oleh keluarga sang suami, Rangga.
Jia bertemu dengan Rangga bukan karena sengaja. Jia yang waktu itu berpura-pura ikut kerja di caffe milik temannya, tidak sengaja bertemu Rangga yang sedang mengunjungi caffe tersebut.
Seiring berjalannya waktu, Rangga dan Jia semakin dekat. Jia yang terkecoh dengan semua ucapan serta tindakan dari Rangga, akhirnya jatuh cinta kepada laki-laki yang berprofesi sebagi karyawan kantor biasa itu.
Hampir satu tahun kedekatan mereka, akhirnya Rangga memberanikan diri untuk meminta Jia menjadi istrinya. Jia pun menerima ajakan Rangga untuk menikah
Jia yang memang berniat menyembunyikan identitasnya dari awal pun tidak mempermasalahkan dengan resepsi yang sederhana di pernikahan mereka.
Genap usia 4 bulan menikah, mereka di percaya Tuhan untuk segera mendapatkan momongan.
Pernikahan mereka tidaklah berjalan mulus. Dari awal Jia sudah berfikir buruk akan keadaan pernikahan mereka.
Dia yang tidak mendapat jatah nafkah sama sekali dari sang suami dan harus rela mengikuti semua apa yang di ucapkan oleh sang ibu mertua.
Menurutnya itu semua tidak masalah. Ia fikir jika nanti sang anak sudah tumbuh besar suami serta keluarganya akan berubah.
Tapi semuanya salah besar. Rangga dan keluarganya serta ipar-iparnya malah berulah semakin menjadi.
***
"Pa, Papa udah tanya tentang keadaan Jia?" Tanya Bu Dinda, Mamanya Jia.
Pak Alan menoleh ke arah sang istri sembari tersenyum.
"Tadi pagi waktu Papa telepon Jia, Jia sedang menemani Amira ke taman bermain, Ma." Jawab Pak Alan dengan lembut.
"Syukurlah." Jawab Bu Dinda yang merasa sedikit lega walaupun masih ada perasaan yang mengganjal.
"Lagian kenapa sih Ma? Tumben Mama sepanik itu kepikiran Kak Jia." Ucap Jio yang mendengarkan penuturan orang tuanya tadi.
"Mama juga tidak tahu Jio. Sudah beberapa hari terakhir ini Mama tidak tenang. Tiba-tiba saja kepikiran Kakak mu. Memang tidak seperti biasanya, apalagi feeling Mama selalu benar jika terhadap keluarga." Jawab Bu Dinda dengan perasaan yang sedih.
Jio yang mendengarnya pun segera memegang tangan sang Mama. Di usapnya perlahan dengan lembut.
"Mama jangan khawatir, Jio akan menyuruh beberapa orang suruhan Jio untuk membantu memantau dan mengawasi Kak Jia dan Amira. Nanti Jio coba cari tau ya Ma." Jawaban Jio, membuat kedua orang tuanya menganggukkan kepala setuju dengan usul Jio.
Bukan karna tidak percaya, takutnya jika Jia selama ini menutupi apa yang terjadi dan dia enggan untuk bercerita kepada keluarganya.
"Papa setuju, siapa tahu saja Kakak mu gak mau terbuka sama kita. Kalau kita mendapat kabar yang buruk, kita akan langsung menjemput Kakak mu dan Amira untuk segera di bawa pulang." Jawab Pak Alan.
"Iya nanti Jio usahakan secepatnya mendapat kabar tentang Kak Jia, dan semoga memang benar Kak Jia di perlakukan baik oleh keluarga Mas Rangga." Jawab Jio.
***
Pagi harinya.
Keluarga Rangga di buat jengkel kembali oleh Jia yang tidak memasak sarapan lagi.
"Kamu tidak masak Dek?" Tanya Rangga yang baru saja berjalan kedepan untuk menemui Jia yang sedang memantau Amira bermain.
Jia menoleh ke arah Rangga lalu menggelengkan kepalanya dan kembali menatap ke arah sang anak.
"Kenapa? Terus aku gimana, kan aku juga mau berangkat kerja. Mas Rendi juga, Litta juga mau berangkat ke kampus. Kalau kamu masaknya siang-siang kita mana sempat menunggu." Ucap Rangga saat mendapat gelengan kepala dari Jia.
"Makan aja di kantin." Jawab Jia singkat.
"Makan di kantin akan mengeluarkan uang lagi Jia. Lagi pula kalau aku, Mas Rendi dan Litta bisa makan di kantin. Lalu Mama, Mbak Mayang dan Azura gimana?" Ucap Rangga yang membuat Jia semakin geram.
Jia seketika berdiri di hadapan Rangga dan menatap Rangga dengan tatapan tajam.
"Aku di depan mu, dan dia dia anak mu Amira." Ucap Jia, menunjuk ke arah dirinya dan Amira yang masih fokus dengan mainannya. "Kamu tidak memikirkan kita berdua yang notabene istri dan anak mu. Tapi kamu malah memikirkan Mbak Mayang dan Azura yang mana mereka masih punya suami yang sehat tanpa kekurangan apapun. Kamu waras ngga sih Mas?" Ucap Jia dengan nada yang di tekan-tekan di beberapa kalimat yang dia lontarkan.
"Kamu kenapa sih tiba-tiba marah ngga jelas seperti ini. Ini masih pagi aku butuh sarapan bukan butuh ocehan kamu." Jawab Rangga yang membuat Jia semakin jengkel.
Jia menatap Rangga tidak percaya, sambil menggelengkan kepalanya pelan.
"Lagi pula kalau kamu dan Amira lapar, ya kamu dan Amira segera makanlah. Tapi sebelum itu silahkan kamu masak untuk keluarga ku. Biasanya juga seperti itu kan?" Ucap Rangga yang membuat Jia semakin tidak percaya mendengarnya.
"Terserah, kalau kalian mau aku masak. Maka beri aku uang dan nafkah yang layak dan aku akan menjadi Jia yang seperti kalian inginkan. Jia yang menjadi BABU di rumah mu." Jawab Jia, menekankan kata babu di akhir kalimatnya.
********
********