NovelToon NovelToon
CEO : Arav Dan Kayla

CEO : Arav Dan Kayla

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dikelilingi wanita cantik / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Kantor
Popularitas:9.1k
Nilai: 5
Nama Author: El Nurcahyani

Arav Hayes Callahan, seorang CEO yang selalu dikelilingi wanita berkelas, terjebak dalam situasi yang tak terduga ketika hatinya tertambat pada Kayla Pradipta, seorang wanita yang statusnya jauh di bawahnya.

Sementara banyak pria mulai menyukai Kayla, termasuk kakaknya sendiri, Arav harus menahan rasa cemburu yang terpendam dalam bayang-bayang sikap dinginnya. Bisakah Arav menyatukan perasaannya dengan Kayla di tengah intrik, cemburu, dan perbedaan status yang menghalangi mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Nurcahyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kemurkaan Sang CEO

Bab 6

“Kamu tahu ini perintah, kan?” Suara Arav rendah namun tajam, hanya beberapa inci dari wajah Kayla. “Kenapa kamu malah ikut Darren?”

Kayla terkejut dengan sikapnya yang tiba-tiba dan kedekatan yang begitu intens. Punggungnya hampir menyentuh dinding, sementara kedua tangan Arav menempel di sisi-sisi tubuhnya, menjebaknya dalam ruang sempit tanpa bisa bergerak. Jarak mereka begitu dekat, hingga Kayla bisa merasakan kehangatan tubuhnya meski wajah Arav tetap menyiratkan kedinginan

“Saya… saya hanya—” Kayla berusaha menjelaskan, tapi suaranya terhenti ketika Arav menatapnya tajam.

“Jangan pernah abaikan perintahku lagi,” gumam Arav, suaranya serak dengan emosi yang tak sepenuhnya ia kendalikan. Mata mereka saling bertemu, dan dalam tatapan itu, terselip sesuatu yang lebih dalam dari sekadar amarah—kecemburuan dan kepemilikan.

Kayla menelan ludah, merasa jantungnya berdegup semakin cepat. Ia bisa merasakan napas hangat Arav di wajahnya, dan entah bagaimana, meski situasinya tegang, ada sensasi hangat yang mengalir dalam tubuhnya. Perasaan campur aduk ini membuatnya semakin bingung.

“Apa Anda cemburu?” tanya Kayla tiba-tiba, suaranya nyaris seperti bisikan. Entah keberanian dari mana pula, Kayla bisa mengucapkannya.

Pertanyaan itu membuat Arav tersentak sesaat. Sorot matanya menajam, namun bibirnya tetap terkatup. Tidak ada jawaban yang keluar dari mulutnya, namun tatapan yang ia berikan sudah lebih dari cukup untuk memberikan jawabannya. Bukannya menjauh, Arav malah mendekatkan wajahnya lebih dekat, membuat Kayla semakin sulit bernapas.

“Jangan berpikir terlalu jauh,” ucapnya dengan nada rendah, namun kali ini lebih lembut. “Aku hanya tidak suka jika orang lain mencampuri urusanku.”

Kayla tahu itu mungkin hanya alasan, tapi ia memilih diam, tak ingin memperkeruh suasana. Dalam diam itu, keduanya masih saling menatap, seolah ada pertarungan emosi di antara mereka. Perlahan, genggaman Arav di sisi Kayla melonggar, dan pria itu mundur sedikit.

“Sekarang, kita akan temui orang tuaku dengan baik-baik,” ujar Arav sambil memperbaiki posisi dasinya, mencoba menutupi perasaannya yang baru saja terbuka sejenak.

Kayla hanya bisa mengangguk pelan, masih terkejut dengan interaksi yang baru saja terjadi. Meski nada bicara Arav masih terdengar ketus, ada perasaan aneh yang menggantung di hatinya—sesuatu yang sulit ia pahami.

Arav berbalik dan berjalan menjauh, sementara Kayla menenangkan diri sejenak sebelum mengikuti langkahnya, menuju pertemuan dengan keluarga Callahan yang pastinya tidak akan mudah dihadapi.

Ruangan besar dengan dekorasi klasik bergaya Eropa itu terasa sunyi, hanya terdengar suara jam antik berdentang dari sudut ruangan. Di tengah ruang tamu yang megah tersebut, Tuan Hayes dan Nyonya Chintia duduk dengan sikap tegap di kursi empuk yang berlapis kain beludru. Mereka tampak elegan dalam pakaian formal, mencerminkan posisi mereka sebagai keluarga terpandang. Namun, tatapan mereka yang tajam dan analitis membuat suasana terasa menegangkan bagi Kayla.

Kayla duduk di sofa di seberang mereka, meremas jemarinya dengan gugup. Ia merasa semua mata tertuju padanya, terutama dari Tuan Hayes yang terus menatapnya dengan sorot mata yang seakan menilai setiap gerak-geriknya. Sementara itu, Arav duduk di sampingnya dengan posisi tubuh sedikit condong ke belakang, menyilangkan kakinya dengan tenang. Ekspresi wajahnya tetap dingin, namun sesekali matanya melirik Kayla, seolah memberi isyarat untuk tetap tenang.

Darren, yang duduk di kursi sebelah kanan Kayla, tampak santai seperti biasa. Senyumnya yang hangat berusaha mencairkan suasana yang kaku. Ia sengaja melontarkan beberapa candaan ringan untuk meredakan ketegangan, tetapi tampaknya tidak banyak membantu karena kedua orang tuanya masih memasang wajah serius.

“Jadi, Nona Kayla,” mulai Tuan Hayes dengan nada formal, “Apa posisi Anda di Callahan Corp? Saya dengar Anda bekerja di divisi pengembangan proyek?”

Kayla menelan ludah, mencoba meredakan kecemasan yang menghantui dirinya. “Iya, Tuan. Saya bekerja sebagai manajer proyek di tim pengembangan. Saya bertanggung jawab atas beberapa proyek utama yang sedang berjalan saat ini.”

“Menarik,” sahut Nyonya Chintia sambil menyilangkan tangannya di depan dada. “Sebagai manajer proyek, tanggung jawab Anda pastinya besar. Bagaimana Anda menangani tekanan yang datang dari pekerjaan sebesar itu?”

Kayla mengangguk pelan, berusaha menjawab dengan tenang. “Tekanan pasti ada, Nyonya. Tapi dengan manajemen waktu yang baik dan kerja sama tim yang solid, saya bisa mengatasinya. Selain itu, saya selalu berusaha memberikan hasil terbaik untuk perusahaan.”

Mendengar jawaban Kayla, Arav hanya mengangguk tipis, memperhatikan setiap kata yang diucapkan gadis itu. Di balik sikapnya yang tampak acuh, sebenarnya ia merasa puas dengan cara Kayla menjawab. Kayla tidak hanya mengerti pekerjaannya dengan baik, tetapi juga mampu mempertahankan sikap tenang di bawah tekanan, sesuatu yang sangat dihargai Arav.

Namun, pertanyaan demi pertanyaan dari kedua orang tuanya mulai terasa lebih menekan. Tuan Hayes tampak semakin serius, mengajukan pertanyaan mendetail tentang proyek apa yang dikelola Kayla, bagaimana ia menghadapi tantangan di kantor, hingga strategi yang digunakan dalam mencapai target.

Kayla semakin merasa terpojok, meski ia tetap berusaha menjawab setiap pertanyaan dengan jujur. “Proyek yang sedang saya kelola saat ini berfokus pada pengembangan gedung perkantoran baru di pusat kota. Kami berkolaborasi dengan beberapa arsitek terkenal dan—”

“Dan bagaimana Anda memastikan bahwa proyek tersebut berjalan sesuai jadwal tanpa melewati anggaran?” potong Tuan Hayes, nada suaranya mulai menekan.

Arav mulai merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Ia bisa melihat bahwa Kayla semakin tertekan dengan cara orang tuanya bertanya. Mata dinginnya menyiratkan ketidaksenangan, terutama saat Nyonya Cintia juga mulai menanyakan hal-hal yang terasa terlalu mendetail untuk sebuah percakapan biasa.

“Apakah Anda sudah berpengalaman sebelumnya dalam proyek-proyek dengan skala sebesar itu? Karena dari apa yang saya dengar, Anda baru beberapa tahun bekerja di Callahan Corp,” tanya Nyonya Chintia dengan senyum tipis yang terasa menantang.

Kayla tersenyum kecil, meski dalam hati ia merasa gugup. “Betul, Nyonya. Meski saya belum lama bekerja di Callahan Corp, saya memiliki pengalaman yang cukup dalam manajemen proyek dari perusahaan sebelumnya. Saya juga selalu berusaha belajar dari setiap tantangan yang saya hadapi.”

Mendengar jawaban tersebut, Arav merasakan amarahnya mulai naik. Dia tidak suka melihat Kayla ditekan seperti ini. Mata dinginnya beralih ke arah kedua orang tuanya, dan tanpa ragu ia memutuskan untuk menghentikan interogasi yang menurutnya sudah kelewat batas.

“Kayla tidak perlu menjawab semua pertanyaan kalian dengan begitu mendetail,” kata Arav dengan suara tegas, penuh otoritas. “Dia berada di sini karena aku mengundangnya, dan posisinya di kantor adalah penting. Dia bukan hanya sekadar karyawan biasa.”

Ucapan Arav membuat semua orang di ruangan itu terdiam. Tuan Hayes dan Nyonya Chintia menatap putra mereka dengan ekspresi yang sulit diartikan. Darren tersenyum samar, tahu bahwa Arav baru saja memberikan ‘perlindungan’ yang jarang ia tunjukkan pada siapapun.

Kayla sendiri terkejut dengan cara Arav membelanya. Namun, yang paling mengejutkan adalah kalimat berikutnya.

“Lagipula, Kayla bukan hanya seorang karyawan di kantor,” lanjut Arav dengan nada yang lebih dingin namun penuh penekanan. “Dia juga calon menantu di rumah ini, dan aku tidak akan membiarkan siapapun menekannya seperti itu.”

Kayla langsung membelalakkan matanya. “C-calon menantu?” gumamnya pelan, setengah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Apakah ia salah dengar, atau apakah Arav baru saja mengklaimnya sebagai calon menantu?

Bersambung...

1
El Nurcahyani -> IG/FB ✔️
Biasanya CEO maksa nikah karena keluarga cewek punya hutang. Atau ceweknya punya salah.

Ini enggak loh. Kayla tidak ada sangkut paut tanggung jawab apa pun pada CEO/Arav atau pun keluarga. Namun, dia tetap harus nikah dengan Arav.

Kira-kira alasannya apa ya? Yang gak baca novelnya, pasti gak bakal tahu alasannya.
Aruna
Boleh jadi koleksi bacaan
Aruna
Teh early grey kaya apa sih
Neneng Aisyah
seru cerita lanjut kak,aku tunggu 😅😅😅👍🏻
El Nurcahyani -> IG/FB ✔️: Terima kasih udah mampir. 🥰
total 1 replies
Daniel
tbiyuuyiiy gu
Sunrise🌞: Hallo kak mampir juga ya diceritKu

STUCK WITH MR BRYAN
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!