Cahaya Hati Bintang

...Please kalau gak suka jangan kasih ⭐ 1 dan komen buruk...

...Please kalau gak suka skip aja please...

...🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀...

"Laras, gak mau ya ?" tanya Bintang sendu melihat gadis itu hanya terdiam.

"Ya udah, kakak permisi ya. Kamu hati......"

"Mau kak" ucap Laras dengan suara bergetar, ia pikir tidak ada salahnya menerima ajakan pria itu. Entah kapan ia bisa dekat lagi dengan Bintang jika bukan saat ini. Seketika wajah Bintang berbinar cerah.

"Ayo" ajak Bintang, mereka pun berjalan berdampingan sementara Zayyan menjadi geram saat melihat Bintang dengan mudahnya mengajak Laras pergi.

Laras semakin gugup saat ia berdua saja dengan Bintang didalam mobil. Sepanjang jalan Laras hanya diam menunduk sambil meredam debar jantung yang bertalu kencang. Mobil pun berhenti disebuah cafe yang tidak terlalu ramai. Mereka berjalan memasuki cafe dan Bintang memilih duduk dikursi yang jauh dari pelanggan yang lain. Tak lama datang pelayan membawa kertas menu, mereka pun segera memesan.

"Laras, apa kabarmu ?" tanya Bintang membuka percakapan.

"Baik mas" jawab Laras membuat senyum kembali merekah dibibir Bintang, entah kenapa ia menyukai gadis itu memanggilnya mas.

"Apa masih ada yang mengejarmu ?" Laras pun menggeleng pelan.

"Sebenarnya ada apa ? Siapa mereka ?" Bintang benar-benar penasaran tentang kejadian malam itu. Laras menghela nafasnya pelan, ia pikir tidak ada salahnya bercerita. Sekarang Laras sudah tahu siapa Bintang dan ia yakin pria ini tidak akan bermulut ember.

"Sebenarnya orang-orang yang mengejar Ara malam itu adalah anak buah juragan Karto, Juragan kaya didesa. Kata ayah, juragan Karto mau menikahi Ara padahal ia sudah memiliki 3 istri" ucap Laras dengan suara bergetar, ia kembali merasa ketakutan. Bintang pun melongo mendengar cerita Laras.

"Sekarang bagaimana ? Apa ada yang mendatangimu ?" Laras pun menggeleng pelan. Tiba-tiba saja Bintang merasa cemas akan keselamatan Laras.

"Tunggu...nama panggilanmu Ara ?" tanya Bintang saat menyadari gadis itu menyebut dirinya Ara. Laras pun menganggukkan kepalanya.

"Boleh mas panggil Ara ?"

"Boleh mas" ucap Laras lembut membuat Bintang pusing seketika, entah kenapa ia ingin sekali memeluk erat gadis itu.

"Nomor handphone Ara berapa ?" tanya Bintang berusaha mengalihkan pikiran mes*m nya.

"Ara gak ada handphone mas" jawab Laras sambil tersenyum. Bintang kembali kaget dan melongo. Ia tidak menyangka zaman sekarang masih ada orang yang tidak memiliki benda pipih tersebut. Tak lama pesanan mereka pun datang.

"Kamu bekerja di coffe shop didaerah Taman Cengkeh ?" tanya Bintang sambil meneguk Ice Americano pesanannya. Laras pun mengangguk.

"Kenapa bekerja ? Apa orang tua mu tidak mengirimkan uang ?" tanya Bintang hati-hati, ia takut Laras tersinggung.

"Ada, untuk nambah uang jajan mas" ucap Laras sambil tersenyum manis, lagi-lagi jantung pria itu berdebar kencang. Tidak mungkin Laras menceritakan tentang kehidupannya pada Bintang, bukan karna ia malu hanya saja Laras takut Bintang akan mengasihaninya karna ia anak orang miskin.

"Kau sangat hebat Ara, tidak banyak gadis sepertimu dizaman sekarang" puji Bintang tulus membuat wajah Laras bersemu merah. Kemudian tanpa sepengetahuan Laras, pria itu mengirim chat pada sahabatnya yang memiliki toko handphone.

"Mas harap kamu bisa belajar dengan serius dan kuliah dengan rajin. Tidak usah memikirkan pacaran. Jika ada laki-laki yang mendekati jangan hiraukan, tetap fokus kuliah dan belajar. Mas yakin orangtua Ara didesa pasti ingin Ara menjadi anak yang berhasil dan sukses" nasehat Bintang panjang lebar padahal ia hanya tidak suka jika ada pria yang mendekati Laras.

"Ia mas" jawab Laras patuh membuat Bintang tersenyum bahagia.

Tanpa terasa waktu sudah menujukkan pukul 4 sore, Laras harus segera kembali ke kosnya untuk bersiap-siap bekerja jam 5 nanti.

"Mas maaf, Ara mau kembali ke kos. Nanti jam 5 sore harus ke coffe shop" Bintang pun mengangguk.

"Ayo mas antar" ucap pria itu yang membuat hati Laras berbunga-bunga.

Mereka kembali melaju menuju kos Laras, namun Bintang menghentikan mobilnya didepan sebuah toko handphone.

"Tunggu sebentar ya" ucap Bintang lembut, ia pun keluar dari mobil dengan tetap membiarkan mesin dan ac mobil hidup agar Laras tidak kepanasan. Laras pun mengerutkan keningnya, mas Bintang ngapain ya batinnya. Tak lama, hanya 5 menit kemudian Bintang sudah kembali dan meletakkan sebuah paper bag kecil dipangkuan Laras. Gadis itu pun kaget.

"Apa ini mas ?" tanya Laras

"Hadiah"

"Hadiah apa ? Ara gak ulang tahun" ucap gadis itu polos membuat Bintang tersenyum manis.

"Hadiah selamat datang didunia perkuliahan" jawab Bintang, kening Laras pun berkerut. Ia segera membuka isi paper bag dan terkejut saat melihat handphone keluaran terbaru dengan logo Apel digigit sebelah. Tubuh Laras seketika gemetar, ia tahu harga handphone ini sangat mahal menyentuh angka 30 juta. Air mata Laras pun luruh tanpa bisa ia tahan.

"Ini apa mas ?" tanya Laras dengan suara bergetar.

"Hadiah dariku Ara"

"Kenapa mas mau memberi Ara hadiah yang mahal ?" ucap gadis itu dengan nada tak percaya.

"Tidak ada alasan, mas hanya mau memberimu hadiah. Itu saja" Laras tertawa pilu, ia bukanlah gadis bodoh yang bisa ditipu dengan kata-kata busuk berbalut tulus dan ikhlas.

"Tidak ada makan siang gratis mas, maaf Ara tidak mau" Bintang pun menghentikan mobilnya saat mendengar ucapan Laras.

"Ara, mas bersumpah tidak ada maksud lain. Percayalah"

"Makasih banyak mas tapi Ara gak butuh. Maaf Ara pulang sendiri saja" ujar Laras segera turun dari mobil dan berlari menyetop sebuah taksi.

"Ara" teriak Bintang sambil mengejar gadis itu namun Laras sudah menaiki taksi.

"Aaaarrgghhh..."

Bintang berteriak frustasi.

🌟🌟🌟

Laras baru saja sampai di depan kosnya. Ia pun menyesal, uang 50 ribu hilang sudah untuk membayar ongkos taksi. Sekarang uangnya hanya tersisa 50 ribu membuatnya pusing. Ia baru saja bekerja di coffee shop, tidak mungkin sudah minta casbon batinnya lagipula ia sangat malu.

Laras segera bersiap-siap, tak lama ia pun berangkat bersama Iina naik ojol. Sesampainya ditempat kerja, Laras bekerja dengan serius. Mulai dari menyapu lantai, mengelap kursi dan meja sampai mencuci gelas dan piring. Ia menjalaninya dengan tekun dan rajin tanpa bermalas-malasan.

"Laras, jangan kecapean. Urusan mengelap peralatan makan biar dilakukan Rina" ucap Radit sambil memegang bahu Laras membuat gadis itu kaget. Ia segera menghindari Radit agar pria itu tak menyentuh bahunya.

"Gak apa-apa pak, ini udah mau siap" ujar Laras tak nyaman. Radit memang suka menyentuh tiba-tiba membuat Laras harus selalu waspada jika berada didekatnya. Pernah Laras sedang asik menyapu, pria itu tiba-tiba ingin memeluknya dari belakang namun beruntung bayangannya terlihat dari depan kaca membuat Laras segera menghindarinya. Pernah juga Radit berusaha membelai pipinya dan mengelus lengannya membuat Laras bergidik ngeri. Ia selalu berusaha menjauhi pria itu jika melihatnya.

"Laras ambil pesanan pelanggan di VVIP lantai 2" ucap Rina ketus. Sejak Laras masuk bekerja disana, Rina terlihat sudah memusuhinya. Rina bahkan sering memberikan pekerjaan melebihi kapasitas Laras, seperti membersihkan toilet itu tugas OB tapi Rina sering menyuruh Laras melakukannya.

Laras segera menuju lantai 2 sambil berlari, ia ingin segera menghindari Radit. Laras kemudian sampai didepan pintu VVIP dan mengetuk pintu. Ia pun masuk kedalam dan kaget saat melihat Bintang tengah duduk sambil memandang intens ke arahnya. Seketika jantung Laras berdetak sangat kencang. Ia lupa jika Bintang selalu kesini setiap malam.

"Ma...mau pesan apa mas ?" tanya Laras dengan suara bergetar, sungguh ia gugup berhadapan dengan Bintang. Pria itu hanya diam sambil menatap Laras dengan tatapan tajam membuat Laras tak berdaya.

"Ara, duduk disebelahku" pinta Bintang lembut membuat gadis itu kaget bukan kepalang.

"Gak bisa mas, Ara harus bekerja" ucap gadis itu gugup.

"Jika mas tidak memesan, Ara keluar saja" ucap Laras sambil berjalan keluar namun Bintang dengan cepat menahan tangan gadis itu.

"Ada apa mas ?" tanya Laras semakin gugup, pria itu menggenggam erat tangannya membuat hati Laras menghangat. Bintang menarik Laras dan mendudukkannya disofa.

"Ara, kamu marah ?" tanya Bintang lembut. Laras segera menggelengkan kepalanya cepat, sungguh dadanya terasa sesak, posisi Bintang begitu dekat dengannya membuat aroma maskulin pria itu menusuk hidung dan memabukkannya. Sungguh Laras bisa pingsan jika membiarkan Bintang berada didekatnya dalam waktu lama. Laras pun segera berdiri, namun saat Bintang akan menarik Laras untuk duduk kembali tiba-tiba pintu pun terbuka.

"Sayang"

Seketika jantung Laras berdenyut cemburu.

...****************...