penasaran dengan cerita nya lansung aja yuk kita baca ...
Yuk kita ramaikan ...
Up setiap hari...
Sebelum lanjut baca jangan lupa follow , like, subscribe, komen , gift dan vote....
Apapun yang terjadi tetaplah bahagia jangan lupa tersenyum...
Selamat membaca....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teteh Aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Selesai makan Haris langsung mencuci piring dan menyusunnya kembali kepada tempatnya.
Sedangkan Syifa masih duduk di kursi meja makan sambil melihat Haris yang sedang mencuci piring. Syifa merasa agak malu karena seharusnya dia yang mencuci piring itu, akan tetapi malah Haris yang mencucinya.
"Ngapain dicuci pak, cuma dua piring kotor kan bisa nanti saja sekalian kalau udah banyak."
Haris menjawab.
"Justru masih sedikit harus langsung dicuci biar gak banyak , kalau banyak capek nyucinya nanti. Dan gak baik menyisakan piring kotor menjelang malam begini."
"Gak baik kenapa ?"
"ya gak baik aja... bisa mengundang tikus nantinya."
"Apa tikus? Emang di rumah ini ada banyak tikus?"
Syifa membulatkan matanya sambil melihat ke bawah kakinya. Dia takut kalau tiba-tiba ada tikus di dekatnya.
"Banyak... tuh awas di belakang kamu ada tikus!"
"Aaaaaa... Iiii ihh nggak mau ada tikus ! "
Syifa melompat dari duduknya dan langsung berlari bersembunyi di belakang Haris sampai gak sadar kalau Syifa memegang pinggang Haris.
"Ehem... Sudah tikusnya nggak ada. "
Haris yang tiba-tiba dipeluk pinggangnya merasa jantungnya berdetak tak karuan , selama ini dia belum pernah bersentuhan dengan wanita manapun yang bukan mahramnya. Tentu saja sebagai seorang lelaki dewasa yang normal, dia merasa hasratnya terpancing apalagi kemarin dia sempat melihat Syifa yang hanya mengenakan handuk saja.
Syifa baru sadar kalau sedari tadi dia memegang pinggangnya Haris dengan erat sampai meluk , dengan buru-buru Syifa melepaskan tangannya dan menggeser agak jauhan.
"Maaf Pak aku nggak sengaja . Aku beneran takut sama tikus."
Syifa merasa malu sekali karena tadi dia memeluk Haris. 'Duh kok bisa sih aku peluk dia.' Ucapnya dalam hati.
"Gak ada tikus di rumah ini , makanya saya gak mau nyimpen piring kotor karena bisa mengundang tikus nantinya."
"Jadi, tadi itu tikusnya nggak ada?"
"Nggak".
Haris menjawab tanpa rasa bersalah sama sekali sambil menahan senyum di wajahnya.
"Dasar nyebelin. Pak ustad kok bisa ya bohong seperti itu , sengaja kan cari kesempatan biar dipeluk-peluk sama aku. "
"Saya tidak berbohong , kamu saja yang langsung lari . Harusnya kamu lihat dulu tikusnya beneran ada atau tidak."
"Susah emang ngomong sama orang yang udah tua, pasti menang terus.!"
Syifa pergi ke kamar dan meninggalkan Haris di dapur. Syifa merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil memainkan hp-nya. Dia membuka galeri foto dan melihat foto Umi dan juga Abinya.
"Aku rindu sama Abi dan Umi, padahal baru sebentar aku pergi tapi rasanya rindu. Syifa mau pulang Umi."
Hiks hiks hiks ... Syifa menangis sesegukan sambil terus memandangi foto kedua orang tuanya. Sampai akhirnya Syifa terlelap dalam tidurnya. Dengan ponsel yang masih berada di genggaman tangannya.
Cekrek.
Haris membuka pintu kamar dan masuk ke dalam . Haris melihat Syifa tertidur terlihat wajahnya sembab seperti orang habis menangis. Haris melihat ponsel di tangannya Syifa dengan perlahan dia mengambil ponsel itu dan terlihat foto umi Salma. kemudian Haris menggeser foto berikutnya, terlihat foto Syifa tersenyum manis sekali sampai Haris juga ikut tersenyum melihat foto Syifa.
Setelah melihat galeri foto Haris menyimpan nomor ponselnya di ponsel Syifa dan menambahkan nama kontak "suamiku" . Setelah selesai Haris mengembalikan ponsel Syifa di ke tangannya. Dia terus memandangi wajah cantik itu. Syifa memang gadis yang cantik alami tanpa polesan apapun.
"Astagfirullah."
Haris langsung mengalihkan pandangannya , dia takut kalau tidak bisa menahan dirinya. Dia juga tidak mau memaksa untuk mendapatkan haknya. Rasanya akan lebih indah kalau dilakukan dengan ikhlas tanpa ada keterpaksaan.
"Sebaiknya aku berwudhu sekarang biar pikiranku tenang."
Haris bangkit dari tempat tidurnya dan masuk ke kamar mandi untuk berwudu.
Syifa terbangun dari tempat tidurnya setelah mendengar adzan isya. Kemudian Syifa mengarahkan pandangannya ke arah suara lantunan ayat suci Alquran yang sangat merdu .Syifa kagum mendengar suara Haris yang fasih membaca Alquran , suaranya indah menyejukkan hati bagi yang mendengarnya. Masya Allah suaranya bagus sekali , ucap Syifa pelan sambil tersenyum.
Haris kemudian menyudahi bacaannya. karena sudah masuk waktu salat. Dia melihat ke arah ranjang tempat di mana Syifa tertidur. dia melihat Syifa sudah bangun dan sedang tersenyum. Haris mengerutkan keningnya karena heran melihat Syifa Yang Senyum tanpa tahu sebabnya.
"Kamu sudah bangun ? cepat berwudhu, saya tunggu!"
Haris berdiri bersiap hendak salat.
"Anda tidak ke masjid?" tanya Syifa.
Syifa lalu bangkit dan terus berjalan ke kamar mandi untuk berwudhu.
"Tidak, hari ini saya mau jadi imam untuk makmum halal."
Syifa yang mendengar jawaban Haris, dia sempat menghentikan langkahnya menoleh sebentar kemudian lanjut jalan lagi.
Syifa tersenyum ada rasa malu dan senang ketika mendengar kata-kata itu.
Setelah salat Haris mengulurkan tangannya yang kemudian disambut Syifa dan mencium tangan suaminya.
Setelah bersalaman Haris mencium kening Syifa dengan lembut , seketika itu juga Syifa gugup dan hendak langsung bangkit tapi dengan cepat Haris menarik lengan Syifa sampai terduduk di pangkuannya. Ini adalah jarak terdekat setelah mereka menikah , tentu saja hal itu membuat jantung Syifa gak karuan sampai mau copot rasanya.
Haris menyadari kegelisahan Syifa.
"Jangan takut, saya ini suami kamu . Syifa apa kamu terpaksa menerima pernikahan ini?" tanya Haris.
Syifa hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya.
"Apa kamu keberatan kalau saya meminta hak saya?"
Pertanyaan itu membuat Syifa semakin takut, jantungnya berdegup kencang. Dia tahu kalau dirinya sudah menjadi istri dan memiliki kewajiban memberikan hak suaminya. Tapi Syifa nggak bisa karena belum ada cinta di dalam hatinya.
"Maaf Pak , aku belum bisa memberikan hak Anda."
Jawab Syifa pelan dan suaranya terdengar sedikit gemetaran
Haris hampir tak bisa menahan tawa melihat Syifa yang ketakutan , dia tahu kalau Syifa Pasti akan menolaknya. Karena memang belum ada rasa cinta di antara mereka berdua, akan tetapi dia sengaja menggoda Syifa.
"Baiklah saya nggak akan minta hak itu sampai kamu mencintai saya. Saya juga nggak mau melakukannya dengan terpaksa."
"Makasih ya Pak, karena sudah mau ngertiin saya."
Kini Syifa sudah mulai lancar bicara tanpa gemetaran , dia benar-benar lega sekarang.
"Satu lagi, berhenti memanggil saya Pak , saya bukan bapak kamu. dan saya belum setua itu."
"Terus aku harus panggil apa?" tanya Syifa.
"Terserah asalkan jangan Pak , karena panggilan itu juga terlalu tua untuk saya"
"Lah... kan memang benar Anda sudah tua."
Syifa menjawab sambil tertawa kecil, kemudian dia bangkit dari pangkuan Haris. Dia melepas mukena dan menyimpannya.
"Apa kamu bilang, tua ? saya ini belum tua, cuma lebih dewasa aja dibanding kamu . Pokoknya saya nggak mau dengar panggilan itu lagi."
"Ya sudah , iya pak ustad."
"Apalagi itu, saya bukan Ustadz kamu dan kamu bukan murid saya panggil Mas aja , biar lebih enak dengernya. "
"Iya pak ustad eh maksudnya iya Mas."
"Nah itu kan enak dengernya , gak kayak bapak-bapak jadinya."
----------------