Akhir diskusi di majelis ta'lim yang dipimpin oleh Guru Besar Gus Mukhlas ternyata awal dari perjalanan cinta Asrul di negeri akhirat.
Siti Adawiyah adalah jodoh yang telah ditakdirkan bersama Asrul. Namun dalam diri Siti Adawiyah terdapat unsur aura Iblis yang menyebabkan dirinya harus dibunuh.
Berhasilkah Asrul menghapus unsur aura Iblis dari diri Siti Adawiyah? Apakah cinta mereka akan berakhir bahagia? Ikuti cerita ini setiap bab dan senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendro Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memojokkan Asrul
Asrul dengan cepat berlari dan berdiri didepan Khalifah Taimiyah. Setelah Asrul membuat pagar ilusi yang mengelilingi Khalifah Taimiyah, Asrul dengan sigap menangkap Jarum Penusuk Jantung itu dengan genggamannya.
Semua yang hadir tidak sempat bertindak apa-apa, hanya bisa melongo melihat atraksi yang dilakukan oleh Asrul.
Tangan Asrul yang menggenggam Jarum Penusuk Jantung perlahan-lahan mengembun dan terbentuk kristal es, tetapi tidak ada seorangpun yang melihat selain Siti Adawiyah.
Jarum Penusuk Jantung itu kemudian Asrul berikan kepada Sa'diyah yang sedang memegang kotak kayu tempat Jarum Penusuk Jantung tersebut.
Siti Adawiyah buru-buru mendekati Asrul dan berdiri dibelakang Asrul. Dengan sembunyi-sembunyi, Siti Adawiyah mengeluarkan tenaga dalam untuk memulihkan genggaman tangan Asrul yang masih diselimuti kristal es.
Jenderal Umar yang melihat kejadian itu segera bertepuk tangan. "Luar biasa.. Luar biasa.. Panglima Jenderal Asrul masih hebat seperti dahulu. Berkat atraksi yang dilakukan oleh Panglima Jenderal Asrul, Khalifah Taimiyah selamat dari serangan Jarum Penusuk Jantung. Aku tidak habis fikir.. Kenapa Jarum Penusuk Jantung hanya menyerang Panglima Jenderal Asrul, tidak menyerang yang lain? Apakah ini berarti pemilik Jarum Penusuk Jantung tidak rela dibunuh oleh Panglima Jenderal Asrul?"
Khalifah Taimiyah berdiri dan berkata. "Jenderal Umar! Jangan sembarangan berbicara! Sudah jelas bahwa kita semua menyaksikannya bahwa Jarum Penusuk Jantung itu menuju kearah aku. Kalau Panglima Jenderal Asrul tidak cepat bertindak, sudah pasti aku akan tewas. Engkau harus lebih bijak lagi dalam berbicara."
Jenderal Umar berusaha memojokkan Asrul. "Panglima Jenderal Asrul. Saya sendiri merasa heran. Kenapa Jarum Penusuk Jantung itu hanya menyerang kamu, tetapi tidak menyerang orang lain. Apakah saat Jenderal Abu Jahal masih hidup, engkau.. Ah. Mustahil!"
Sa'diyah hanya memandangi percakapan diantara para Jenderal. Kemudian Jenderal Ali menanggapi.
"Jarum Penusuk Jantung itu telah berada di tempat kejadian puluhan tahun. Daerah disana penuh aura kejahatan dan aura Iblis. Tidak mustahil Jarum Penusuk Jantung itu menyerap energi jahat yang membenci Panglima Jenderal Asrul."
Jenderal Kan'an juga menanggapi. "Semasa kakakku hidup, beliau sangat mengagumi Panglima Jenderal Asrul. Mana mungkin beliau membenci Panglima Jenderal Asrul."
Jenderal Umar melanjutkan.
"Panglima Jenderal Asrul. Bolehkah saya bertanya sesuatu kepadamu?"
Asrul menjawab. "Tanyakan saja."
Jenderal Umar kembali memojokkan Asrul. "Panglima Jenderal Asrul. Di saat kejadian peperangan antara pasukan negeri akhirat dengan pasukan bangsa Iblis, semua pasukan negeri akhirat tewas, hanya engkau sendiri yang selamat. Apakah engkau yang telah membunuh seluruh pasukan negeri akhirat?"
Suasana mendadak hening setelah pertanyaan Jenderal Umar dilontarkan. Kemudian Jenderal Ali mengatakan sesuatu yang membuat Jenderal Umar pucat.
"Cukup Jenderal Umar! Apakah Panglima Jenderal Asrul akan diam saja setelah engkau mengatakan ini?"
"Khalifah Taimiyah..."
Lalu Sa'diyah berjalan kedepan bersujud menghadap Khalifah Taimiyah. Khalifah Taimiyah meminta kepada Sa'diyah untuk bangun.
"Bangunlah nyonya Sa'diyah."
Sa'diyah meminta izin kepada Khalifah Taimiyah untuk bertanya kepada Panglima Jenderal Asrul.
"Saya masih memiliki keraguan didalam hatiku. Aku ingin Panglima Jenderal Asrul menghilangkan keraguanku."
Khalifah Taimiyah mengizinkan.
"Silahkan bertanya langsung nyonya Sa'diyah."
Sa'diyah langsung menghadap Asrul.
"Panglima Jenderal Asrul. Prajurit keluarga Jahal yang ikut berperang bersamamu berjumlah ribuan orang. Semua terbunuh dalam peperangan. Yang menjadi pertanyaanku adalah mengapa jasad mereka tidak diketemukan? Bagaimana keluarga Jahal bisa memakamkan mereka dengan layak? Sementara engkau telah tertidur puluhan tahun akibat peperangan itu. Bagaimana bisa engkau hidup kembali? Aku tidak mengerti semua itu."
Jenderal Ali segera berdiri setelah mendengarkan perkataan Sa'diyah.
"Kurang ajar! Engkau jangan memprovokasi Panglima Jenderal Asrul!"
Jenderal Kan'an sangat menyayangkan perkataan ibunya.
"Khalifah Taimiyah. Ibuku sangat tertekan karena kematian putra kesayangannya yang menyebabkan dia jatuh sakit cukup lama. Makanya dia berkata tanpa berfikir akibat kedepannya. Mohon maafkan dia."
Jenderal Ali kembali marah.
"Diam!"
Sa'diyah membela diri. "Jenderal Ali. Aku hanya meminta penjelasan dari Panglima Jenderal Asrul. Apakah itu adalah perbuatan yang salah?"
Jenderal Ali Sangat marah.
"Kamu..."
Asrul meminta kepada Jenderal Ali untuk tenang.
"Saya akan menjelaskan. Nyonya Sa'diyah. Apakah engkau mengira bahwa aku pengecut dan melarikan diri dari peperangan? Apakah engkau mengira bahwa aku yang telah membunuh seluruh pasukanku? Atau engkau mengira bahwa aku kerasukan?"
Semua terdiam mendengar perkataan Asrul. Khalifah Taimiyah merasa bahwa Asrul sangat tertekan dengan pertanyaan Sa'diyah.
"Asrul, jaga ucapanmu."
Sa'diyah kembali berkata. "Aku selama ini tidak berani mempertanyakannya. Seluruh prajurit keluarga Jahal tidak takut mati. Namun aku tidak ingin mereka mati tanpa alasan yang benar. Aku mohon kebenaran dan keadilan dari Khalifah Taimiyah. Selama ini aku selalu bertanya-tanya sebenarnya apa yang telah terjadi. Mohon permintaan aku ini dikabulkan."
Jenderal Kan'an merasa tidak enak. "Ibu, tolong hentikan!"
Sa'diyah melanjutkan. "Seluruh prajurit keluarga Jahal rela mengorbankan nyawanya demi selamatkan negeri akhirat. Namun jasad mereka tidak ditemukan. Apakah salah jika aku bertanya?"
Asrul menjelaskan. "Selama peperangan antara negeri akhirat dengan pasukan bangsa Iblis, seluruh prajurit negeri akhirat berperang bersamaku. Kami berhasil memojokkan bangsa Iblis. Namun seluruh pasukan Iblis mengorbankan jiwa mereka untuk meningkatkan kekuatan raja Iblis. Seluruh prajurit negeri akhirat menggunakan jiwa abadi mereka untuk mengalahkan raja Iblis. Akhirnya mereka berhasil menyegel kekuatan raja Iblis dengan mengorbankan jiwa dan jasad mereka."
Sa'diyah masih tidak percaya. "Apakah ada buktinya bahwa semua itu adalah benar?"
Asrul langsung menjawab. "Perkataanku adalah buktinya."
"Aku.." Sa'diyah ingin melanjutkan perkataannya.
"Cukup!.." Khalifah Taimiyah membentak. "Engkau telah bertanya kepada Panglima Jenderal Asrul dan Panglima Jenderal Asrul telah menjawabnya. Jika engkau masih bersikeras, jangan salahkan aku jika aku menghukum kamu karena telah berteriak di hadapanku."
Kemudian Khalifah Taimiyah ingin menyelesaikan perbincangan ini. "Panglima Jenderal Asrul, kelihatannya engkau begitu kelelahan. Sebaiknya engkau beristirahat sekarang."
Asrul langsung pamit kepada Khalifah Taimiyah. Tangan Siti Adawiyah digandengnya untuk memberikan kesan kepada semua bahwa Siti Adawiyah adalah satu-satunya orang yang terpenting baginya.
Setibanya di kediaman Asrul, Siti Adawiyah langsung mempersiapkan pengobatan untuk Asrul. Dimulai dengan menyalakan batu Bara, membersihkan tangan Asrul dari luka bekas serangan Jarum Penusuk Jantung, dan Siti Adawiyah menyiapkan secangkir teh hangat untuk segera diminum oleh Asrul.
Setiap saat Siti Adawiyah tidak berhenti mengoceh yang tentu saja sembari melakukan kesibukannya merawat Asrul.
"Panglima, ini penghangat untuk tanganmu."
Asrul menyambutnya dan berkata. "Terimakasih untuk hari ini."
Siti Adawiyah menjawabnya. "Untuk apa Panglima berterimakasih kepadaku? Tahukah Panglima bahwa tadi saat kita pulang dan Panglima memegang tanganku, aku menjadi sorotan banyak orang."