[ OST. NADZIRA SAFA - ARAH BERSAMAMU ]
Kejadian menyedihkan di alami seorang Adiyaksa yang harus kehilangan istrinya, meninggalkan sebuah kesedihan mendalam.
Hari - hari yang kelam membuat Adiyaksa terjerumus dalam kesedihan & Keputusasaan
Dengan bantuan orang tua sekaligus mertua dari Adiyaksa, Adiyaksa pun dibawa ke pondok pesantren untuk mengobati luka batinnya.
Dan di sana dia bertemu dengan Safa, anak pemilik pondok pesantren. Rasa kagum dan bahagia pun turut menyertai hati Adiyaksa.
Bagaimanakah lika - liku perjalanan hidup Adiyaksa hingga menemukan cinta sejatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reza Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06
Kedua mata itu pelan - pelan terbuka. Pertama yang dilihatnya adalah putih. Merasa tak percaya dengan apa yang di lihatnya, kedua mata itu berkedip beberapa kali namun tetap saja, hanya putih yang di lakukan di lihatnya.
Dirinya segera bangun untuk memastikan dan ia terkejut ketika di sekelilingnya hanya ada putih yang tampak oleh pandangannya.
Seseorang yang adalah Adiyaksa kini mulai berdiri dan dirinya melihat dirinya sendiri yang kini memakai pakaian serba putih.
"Dimana ini? Apakah aku berada di tempat... " Lelaki itu terkejut dan mengingat bahwa ini adalah bukan dunianya dan mulai berlari selangkah demi selangkah.
Adiyaksa berlari dengan kencang dan mencari jalan keluar namun semakin dia berlari, semakin ia mengetahui bahwa tak ada jalan keluar untuknya.
Hingga, Adiyaksa pun tanpa sengaja menemukan dua orang perempuan kini tengah memunggunginya. Terlihat dua orang perempuan itu memiliki rambut panjang sebahu dan juga memakai gaun yang sama.
"Kalian... "
Dua perempuan yang memunggunginya lantas menoleh dan menatap Adiyaksa dengan senyum yang tersungging di bibir keduanya.
Adiyaksa terkejut ketika melihat dua wajah perempuan itu, dua wajah yang sebelumnya telah menemani hidup lelaki itu.
"Adinda.. Yulianti."
Mendengar panggilan itu, keduanya justru kabur dan berlari memisahkan diri dari Adiyaksa yang akan segera mendekati mereka.
Adiyaksa yang merasa penasaran pun segera mengejar walau napasnya yang kini tersengal - sengal namun itu tak menghalangi lelaki itu untuk terus mengejar.
Langkah kedua perempuan itu lekas berhenti di sebuah taman dengan hiasan bunga - bunga mawar dan juga melati yang berada di sekitar taman tersebut.
Kedua perempuan itu segera membalikkan badan dan kini berhadapan dengan Adiyaksa dengan nafas yang masih merasa tersengal - sengal.
"Adinda.. Yulianti, kenapa kau menjauh padaku? Lalu kenapa kalian bisa bersama? Apa yang terjadi pada kalian?" Tanya Adiyaksa dengan nada memburu.
" Aku tidak menjauhi mu namun hanya saja, kita sudah di alam berbeda." Adinda menjawab dengan senyum yang tersungging.
"Iya, Mas. Kita sudah berada di alam yang berbeda namun aku lega karena sekarang sudah bisa bertemu dengan istrimu dan aku baru tahu bahwa wajah istrimu sangat cantik." Kini Yulianti ikut menimpali.
Adiyaksa yang tidak mengerti tentang apa yang di katakan oleh dua perempuan yang menyerupai dua istrinya itu lantas meminta penjelasan dari mereka.
"Tolong jelaskan padaku sejelas - jelasnya, kenapa kalian bersama dan kenapa aku ada di sini?" Geram Adiyaksa yang mulai meluapkan emosi.
Dinda segera menghampiri Adiyaksa, kedua tangannya kini memegang kedua punggung tangan lelaki itu. "Maaf, Mas. Kita berdua harus pamit dulu, suatu hari nanti kau akan tahu sebuah jawaban kenapa kita berdua sekarang sudah saling bertemu satu sama lain."
Yulianti pun ikut menghampiri Adiyaksa. "Aku senang, Mas. Bisa bertemu dengan dirimu, berbagi bahagia bersama dan juga bisa menjadi ibu bagi si kecil Damar."
"Sedari awal aku sangat senang dengan anak itu. Anak itu sangat menggemaskan, tolong jaga dia untuk kami, Mas."
Tiba - tiba sebuah sinar terang kini terpancar dengan jelas yang berasal dari ujung sana, menandakan waktu bagi Yulianti dan juga Dinda untuk segera pergi.
Kedua perempuan itu lantas berpamitan pada Adiyaksa yang terdiam menatap kedua perempuan itu. "Mas, kami pamit dulu, waktu kami sudah habis."
Dinda dan juga Yulianti lantas mengayunkan langkah dan pelan - pelan menjauh dari Adiyaksa. Sementara Adiyaksa yang sudah tersadar dan menemukan kedua perempuan itu sudah menjauh pun kini mulai mengejar kedua perempuan itu sembari berteriak memanggil nama kedua perempuan itu.
...🕌🕌🕌...
"Dinda.. Yulianti."
Kedua mata Adiyaksa kini terbuka lebar dengan nafas tersengal - sengal seraya memanggil nama Dinda dan juga Yulianti.
Terlihat langit - langit yang semula putih bersih kini berubah menjadi putih pucat dan juga suara kipas yang tergantung dan berputar kencang.
Samar - samar, terdengar bunyi yang berasal dari sebuah alat pernapasan dari seseorang yang kini terbaring lemah di atas ranjang dekat dengan ranjang Adiyaksa.
Lelaki itu kini menoleh dan terkejut ketika melihat seorang anak yang terbaring di ranjang dengan Nebulizer yang menutupi mulut serta hidungnya.
Dengan tertatih - tatih, Adiyaksa menghampiri ranjang tersebut dan terkejut ketika ia melihat seseorang yang terbaring lemah itu adalah Damar, anaknya.
"Da... Damar... nak, bangun sayang. Ini Ayah."
Terdengar jeritan Adiyaksa memanggil nama anaknya berkali - kali namun tak ada reaksi apapun pada bocah kecil itu.
"Krieeettt.."
Terlihat Pak Sapto dan juga Ibu Dewi yang dengan terburu menghampiri Adiyaksa yang tengah menjerit sambil menggoyang - goyangkan tubuh Damar yang belum sama sekali tersadar dari komanya.
Pak Sapto segera menyentuh bahu Adiyaksa dan berusaha untuk menenangkan lelaki itu.
"Sudahlah, nak. Jangan kau goyang - goyangkan tubuh anakmu itu, anakmu masih dalam keadaan koma dan kita hanya bisa berdoa supaya anakmu sadar dari koma."
Adiyaksa masih menangis histeris melhat keadaan Damar yang belum bangun dari komanya namun tak lama kemudian, lelaki itu teringat akan Yulianti yang entah kini bagaimana keadaan perempuan yang sudah menjadi istrinya itu.
Adiyaksa bergegas berdiri dan menatap Pak Sapto dan juga Ibu Dewi, dirinya ingin sekali menanyakan hal itu pada mereka berdua.
"Ayah, Ibu. Bagaimana keadaan Yulianti? Dan dimana dia sekarang berada?" Tanya Adiyaksa dengan suara gemetar.
Terlihat raut wajahnya sendu dari keduanya, baik Pak Sapto maupun Ibu Dewi sama - sama panik seolah kebingungan di antara mereka untuk menjelaskan apa yang terjadi pada Yulianti.
Tak ada jawaban apapun yang keluar dari bibir keduanya membuat Adiyaksa geram dan berkata sedikit lebih keras. "Ibu, Ayah. Di mana Yulianti? Dan dimana dia sekarang?"
Meski masih belum saatnya untuk memberitahukan tentang apa yang terjadi pada Yulianti namun baik Pak Sapto dan juga Ibu Dewi saling pandang dan menganggukkan kepala dan memberitahu apa yang sebenarnya terjadi pada Yulianti.
"Maaf, nak. Kami sebetulnya belum mau untuk menjelaskan semua ini padamu tapi karena kau memaksa, kami akan memberitahukan padamu bahwa Yulianti sudah meninggal." Ibu Dewi menarik lengan Pak Sapto.
Perempuan itu tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Adiyaksa ketika tahu perempuan yang baru saja di nikahi kini telah meninggal.
Setelah mendengar kabar itu, Adiyaksa terkejut, jantung seolah berhenti berdetak begitu pun dengan nafasnya yang seolah berhenti bernafas. Berita itu tiba - tiba membekukan raganya.
Lelaki itu menggelengkan kepala, seolah tak percaya dengan kabar berita itu. Bagaimana bisa perempuan yang baru saja di nikahi dan akan merengkuh kebahagiaan bersama dengan anaknya kini sudah meninggalkannya dan juga anaknya.
"Tidak mungkin.. Tidak mungkin, Yulianti tidak meninggal." Adiyaksa menjerit sesekali menggelengkan kepalanya berulang kali dan merasa tak percaya.
Adiyaksa lantas menghampiri Ibu Dewi dan juga Pak Sapto. Lelaki itu menggoyangkan raga mereka berdua. "Katakan padaku Ayah dan Ibu, itu sama sekali tidak benar, kan."
Merasa tak ada jawaban apapun dari mertuanya membuatnya segera keluar dari ruangan dan mencari keberadaan Pak Cokroaminoto dan juga Ibu Laras untuk mencari tahu tentang Yulianti, istrinya.
"Mau kemana kamu, nak?" Ucap Ibu Dewi. Menghentikan ayunan langkah Adiyaksa.
"Aku mau ketemu ayah dan juga ibuku, aku ingin mencari tahu keberadaan Yulianti melalui mereka. Aku yakin mereka tahu dimana keberadaan istriku itu."
Dan pada saat Adiyaksa mau membuka pintu sebuah ucapan membuatnya membeku di tempat serta air mata kini luruh jatuh membasahi kedua pipinya.
"Percuma saja kamu mencari mereka berdua karena mereka berdua sudah tidak ada di dunia ini lagi."
...Bersambung....