— END 30 BAB —
Endalast Ganfera duduk di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangannya sendiri. Usianya baru menginjak 15 tahun, tetapi di balik mata dan rambut merahnya, ada kedewasaan yang tumbuh terlalu cepat. Malam ini adalah ulang tahunnya, dan istana penuh dengan sorak-sorai perayaan.
Endalast tersenyum, tetapi matanya masih mengamati kerumunan. Di sudut ruangan, dia melihat pamannya, Lurian. Ada sesuatu dalam sikap dan tatapan Lurian yang membuat Endalast tidak nyaman. Lurian selalu tampak ambisius, dan ada desas-desus tentang ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan Thalion.
Lurian berpaling dan berbicara dengan bangsawan lain, meninggalkan Endalast dengan perasaan tidak enak. Dia mencoba menikmati perayaan, tetapi kecemasan terus mengganggunya. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari luar, oh tidak apa yang akan terjadi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nabilla Apriditha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6: Pelatihan Berat
.......
.......
.......
...——————————...
Setelah prajurit yang terluka mulai membaik, Endalast segera memimpin pertemuan strategis dengan para komandan dan penasihat terdekatnya. Sir Alven, Sir Cedric, Arlon, Eron, dan para prajurit berkumpul di ruang utama markas untuk membahas langkah-langkah berikutnya dalam perjuangan mereka.
Sir Cedric, dengan ekspresi serius di wajahnya, memulai diskusi. "Kita tidak bisa hanya bertahan dan menunggu musuh menyerang kita. Jika kita tidak bertindak lebih dulu, mereka akan lebih dulu menyergap dan menyudutkan kita. Kita harus mengambil inisiatif."
Endalast mengangguk setuju. "Aku setuju Sir Cedric, kita harus segera merencanakan serangan balasan yang efektif."
Eron, yang duduk di sebelah Sir Cedric, mengajukan idenya. "Aku punya saran. Kita bisa menghambat jalan dan memperlambat pasukan musuh dengan memasang banyak jebakan tersembunyi. Dengan cara itu, kita bisa mengurangi jumlah musuh sebelum mereka mencapai kita."
Sir Alven mengangguk, menyetujui ide Eron. "Itu ide bagus, Eron. Jebakan-jebakan bisa memberi kita keunggulan taktis."
Arlon menambahkan, "Selain jebakan, kita juga harus mempersiapkan pertahanan yang kuat di markas kita. Jika mereka berhasil mencapai kita, kita harus siap untuk menghadapi serangan mereka."
Mereka semua mulai membahas detail-detail penting lainnya, dari penempatan jebakan hingga rencana pertahanan di markas. Diskusi berlangsung hingga sore hari, dengan semua orang memberikan kontribusi dan usulan mereka.
Setelah selesai membahas strategi, Endalast berdiri di hadapan kelompoknya, memberikan semangat sebelum mereka memulai pelatihan keras.
"Kita semua tahu betapa pentingnya perjuangan ini," kata Endalast dengan suara tegas namun penuh empati. "Kita tidak hanya berjuang untuk merebut takhta, tapi untuk keadilan dan kedamaian bagi semua orang di kerajaan ini. Mari kita berlatih dengan keras dan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Kita harus siap menghadapi apa pun yang datang."
Semua prajurit bersorak, merasakan semangat yang diberikan oleh pemimpin mereka. Mereka tahu bahwa pelatihan ini akan menjadi berat, tapi mereka juga tahu bahwa itu sangat penting untuk kesuksesan mereka.
Selama beberapa hari berikutnya, pelatihan berat dimulai. Para prajurit berlatih dengan intensitas tinggi, memperkuat kemampuan bertarung mereka dan mengasah keterampilan mereka dalam memasang jebakan.
Sir Cedric memimpin latihan tempur, memastikan setiap prajurit siap menghadapi musuh dengan taktik dan keberanian.
Eron, yang memiliki pengetahuan tentang medan dan taktik musuh, membantu memasang jebakan di sekitar markas. Dia menunjukkan lokasi-lokasi strategis untuk jebakan dan melatih prajurit lainnya dalam cara memasang dan menyamarkan jebakan tersebut.
Sementara itu, Endalast tetap terlibat dalam semua aspek pelatihan. Meskipun terluka, dia tidak pernah mundur dari tugasnya. Dia berlatih bersama prajuritnya, menunjukkan bahwa dia adalah pemimpin yang berani dan pantang menyerah.
Satu malam, setelah seharian berlatih, Endalast memanggil Arlon untuk berbicara secara pribadi. Mereka duduk di sebuah tenda kecil, jauh dari keramaian.
"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu, Arlon," kata Endalast, suaranya serius.
"Apa itu, Pangeran?" tanya Arlon, menatap sahabatnya dengan rasa ingin tahu.
Endalast mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Aku punya ide untuk membuat senjata dari jarum yang dibubuhi racun. Tapi aku tidak yakin apakah itu ide yang bagus atau tidak. Kau lebih paham tentang racun pelumpuh dan sejenisnya. Apa pendapatmu?"
Arlon merenung sejenak sebelum menjawab. "Ide itu bisa sangat efektif jika dilakukan dengan benar. Racun pelumpuh bisa membuat musuh tidak berdaya tanpa harus membunuh mereka. Tapi kita harus sangat berhati-hati dengan penggunaannya. Racun bisa berbahaya jika tidak ditangani dengan benar."
Endalast mengangguk, memahami kekhawatiran Arlon. "Aku setuju. Kita harus memastikan bahwa prajurit kita tahu cara menggunakan senjata ini dengan aman. Kita bisa mulai dengan pelatihan khusus untuk mereka yang akan menggunakan jarum beracun."
Arlon tersenyum tipis. "Baiklah, Pangeran. Aku akan mulai menyiapkan racun pelumpuh dan memberikan pelatihan kepada prajurit yang dipilih. Kita akan memastikan senjata ini digunakan dengan bijaksana."
Dengan persetujuan Arlon, Endalast merasa lebih yakin dengan idenya. Mereka segera mulai mempersiapkan jarum beracun dan pelatihan khusus untuk prajurit yang akan menggunakannya.
Hari-hari berikutnya diisi dengan pelatihan intensif. Para prajurit belajar cara menggunakan jarum beracun, memasang jebakan, dan memperkuat pertahanan mereka. Semangat mereka tetap tinggi, didorong oleh kepemimpinan Endalast yang inspiratif.
Sore itu, setelah pelatihan selesai, Endalast berkumpul dengan para komandan untuk meninjau kemajuan mereka. "Bagaimana kondisi prajurit kita?" tanya Endalast, menatap Sir Cedric.
"Semua berjalan dengan baik, Pangeran," jawab Sir Cedric. "Prajurit kita menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Mereka semakin kuat dan terampil."
Eron menambahkan, "Jebakan-jebakan juga sudah dipasang dengan baik. Musuh akan kesulitan untuk mencapai kita tanpa mengalami kerugian besar."
Endalast tersenyum puas. "Bagus. Kita harus terus berlatih dan memperkuat diri. Kita tidak boleh lengah sedikit pun. Musuh kita kuat, tapi dengan persiapan yang baik, kita bisa mengalahkan mereka."
Arlon, yang duduk di sebelah Endalast, mengangguk setuju. "Kita juga sudah mulai memproduksi jarum beracun dan melatih prajurit dalam penggunaannya. Ini akan memberi kita keunggulan taktis yang signifikan."
Setelah pertemuan itu, Endalast memberikan semangat kepada seluruh pasukan. "Kita sudah melalui banyak hal bersama. Kita sudah menunjukkan bahwa kita bisa berjuang dan menang. Tapi perjuangan kita belum selesai. Kita harus terus maju, terus berlatih, dan terus berjuang. Bersama-sama, kita akan mencapai kemenangan."
Para prajurit bersorak, merasakan semangat yang menyala di hati mereka. Mereka tahu bahwa dengan persatuan dan keberanian, mereka bisa menghadapi apa pun yang datang.
Malam itu, Endalast duduk sendirian di tenda, merenungkan perjalanan yang telah mereka lalui dan tantangan yang masih harus mereka hadapi.
Dia tahu bahwa jalan di depan masih panjang dan penuh bahaya, tapi dia juga tahu bahwa mereka tidak sendirian. Dengan dukungan dari teman-temannya, dia yakin mereka bisa mencapai tujuan mereka.
Arlon masuk ke tenda, membawa secangkir teh hangat. "Pangeran, kau perlu beristirahat. Kau sudah bekerja terlalu keras."
Endalast tersenyum, menerima cangkir teh dari Arlon. "Terima kasih, Arlon. Aku hanya memikirkan tentang apa yang akan datang. Kita harus siap untuk segalanya."
Arlon duduk di sebelahnya, menatap keluar ke arah malam yang tenang. "Kita sudah melakukan yang terbaik yang kita bisa. Sekarang kita hanya perlu percaya pada diri kita sendiri dan pada prajurit kita. Kita akan melewati ini bersama-sama."
Endalast mengangguk, merasa lebih tenang. "Kau benar, Arlon. Kita sudah melalui banyak hal bersama. Aku percaya kita bisa menghadapi apa pun yang datang."
Dengan kata-kata penyemangat dari Arlon, Endalast merasa lebih yakin dan siap untuk tantangan yang akan datang. Mereka berdua tahu bahwa perjuangan mereka masih panjang, tapi dengan keberanian dan persatuan, mereka yakin bisa mencapai tujuan mereka.
Malam itu, Endalast tidur dengan tenang, mengetahui bahwa dia memiliki teman-teman yang setia dan prajurit yang berani di sisinya. Mereka siap untuk menghadapi apa pun yang datang, dan dengan semangat yang menyala di hati mereka, mereka akan terus berjuang hingga akhir.
Keesokan paginya, mereka melanjutkan pelatihan dengan semangat yang baru. Setiap prajurit bekerja keras, mengasah keterampilan mereka dan mempersiapkan diri untuk pertempuran yang akan datang.
Mereka tahu bahwa dengan persiapan yang baik dan kepemimpinan yang kuat, mereka bisa mengalahkan musuh dan merebut kembali apa yang menjadi hak mereka.
Endalast, dengan dukungan dari teman-temannya dan semangat yang tak tergoyahkan, memimpin pasukannya menuju kemenangan. Mereka siap untuk menghadapi tantangan apa pun yang datang, dan dengan keberanian dan tekad, mereka yakin bisa mencapai tujuan mereka.
...——————————...
Pagi itu, Endalast sibuk dengan berbagai persiapan di markas. Para prajurit tengah giat memproduksi jarum-jarum beracun yang diharapkan akan memberi mereka keunggulan dalam serangan balasan. Namun, sebuah suara keluhan mulai terdengar di antara mereka.
"Pangeran, kita sudah menghabiskan seluruh persediaan bahan untuk jarum ini," kata salah satu prajurit sambil mengelap keringat di dahinya. "Apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Endalast berhenti sejenak, berpikir dengan keras. Mereka memang telah menghabiskan banyak bahan, dan persediaan mereka hampir habis.
Dia tahu bahwa untuk melanjutkan produksi, mereka harus mendapatkan lebih banyak bahan, tetapi sumber daya dan dana kelompok mereka sangat terbatas.
Arlon, yang berdiri di samping Endalast, menatapnya dengan prihatin. "Kita tidak punya pilihan lain selain mencari sumber persediaan yang lebih terjangkau. Tapi di mana kita bisa menemukannya dengan dana yang kita miliki?"
Endalast menghela napas dalam-dalam. "Kita harus mencari cara. Kita tidak bisa membiarkan ini menghambat persiapan kita. Aku akan mencari solusi."
Saat mereka sedang berdiskusi, seorang prajurit datang dengan tergesa-gesa. "Pangeran Endalast, ada seorang pria tua yang ingin bertemu dengan Anda. Dia memaksa masuk dan mengatakan bahwa dia memiliki sesuatu yang penting untuk disampaikan."
Endalast mengernyitkan dahi, merasa heran. "Pria tua? Siapa dia dan mengapa dia datang di tengah kegentingan perang ini?"
Prajurit itu menggeleng. "Saya tidak tahu, Pangeran. Tapi dia tampak sangat mendesak."
Endalast memutuskan untuk menemui pria tua itu. "Baiklah, bawa dia ke sini."
Beberapa saat kemudian, seorang pria tua dengan jubah lusuh namun mata yang tajam dibawa ke hadapan Endalast. Pria itu terlihat lelah tetapi ada kilauan pengetahuan dan tekad di matanya.
"Pangeran Endalast," kata pria tua itu dengan suara serak. "Aku datang untuk memberitahumu sesuatu yang sangat penting."
Endalast menatap pria itu dengan penuh rasa ingin tahu. "Siapa Anda dan apa yang ingin Anda sampaikan?"
Pria tua itu tersenyum tipis. "Namaku Galvian. Aku adalah penjaga persediaan harta dan barang berharga milik ayah dan ibumu, Raja dan Ratu yang sah. Aku datang karena aku tahu bahwa kau membutuhkan bantuan."
Endalast tertegun. "Kau penjaga harta keluargaku? Apa maksudmu?"
Galvian mengangguk. "Benar, Pangeran. Jauh sebelum pengkhianatan yang terjadi dan keluargamu memintaku untuk mengurus harta-harta ini, aku diutus untuk menjaga persediaan harta dan barang berharga milik keluargamu."
"Kemungkinan orang tua mu menyimpan semua ini untuk berjaga-jaga. Aku telah menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan ini padamu. Dan sekarang, saat kau dalam kesulitan, aku tahu inilah waktu yang tepat." lanjutnya.
Endalast merasa hatinya berdebar. "Di mana persediaan itu? Apa yang kau miliki?"
Galvian mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya dan menyerahkannya kepada Endalast. "Persediaan itu tersembunyi di sebuah tempat yang aman."
"Dengan kunci ini, kau bisa membuka pintu menuju harta yang telah disimpan oleh keluargamu. Di sana, kau akan menemukan emas, tembaga, dan barang berharga lainnya yang bisa membantu dalam perjuanganmu."
Endalast merasa terkejut dan terharu. "Ini seperti sebuah keajaiban. Terima kasih, Galvian. Kau telah menyelamatkan kita."
Galvian tersenyum lembut. "Aku hanya menjalankan tugas yang diberikan oleh Raja dan Ratu. Aku tahu kau akan menggunakan harta ini untuk tujuan yang baik."
Dengan hati yang penuh rasa syukur, Endalast memanggil Sir Alven, Arlon, dan Eron untuk membahas langkah selanjutnya. Mereka memutuskan untuk segera mencari tempat yang dimaksud oleh Galvian.
"Galvian, bisakah kau membawa kami ke tempat itu?" tanya Endalast.
"Tentu, Pangeran," jawab Galvian. "Ikuti aku."
Mereka berjalan menyusuri hutan dan akhirnya tiba di sebuah gua yang tersembunyi di balik semak-semak lebat. Galvian memasukkan kunci ke dalam lubang kunci yang hampir tak terlihat dan memutar kuncinya. Pintu batu besar perlahan terbuka, memperlihatkan sebuah ruang yang dipenuhi dengan peti-peti harta.
Endalast dan yang lain ternganga melihat jumlah harta yang ada di depan mereka. "Ini luar biasa," kata Sir Alven dengan takjub. "Dengan harta ini, kita bisa membeli persediaan yang kita butuhkan dan bahkan lebih."
Endalast mengangguk. "Kita harus menggunakan ini dengan bijaksana. Kita tidak hanya akan membeli persediaan untuk jarum beracun, tetapi juga memperkuat markas kita dan mempersiapkan serangan balasan."
Eron, yang berdiri di samping Endalast, menatapnya dengan kekaguman. "Pangeran, takdir memang berpihak padamu. Kita bisa memenangkan ini."
Endalast tersenyum. "Dengan kerja keras dan keberanian kita, ya, kita bisa."
Mereka segera mengatur rencana untuk mengambil harta itu dan membawa kembali ke markas. Dalam waktu singkat, mereka berhasil membawa sebagian besar harta ke markas dan mulai membeli persediaan yang mereka butuhkan.
Beberapa hari kemudian, persiapan mereka semakin matang. Para prajurit berlatih lebih keras dari sebelumnya, dan persediaan untuk jarum beracun pun sudah kembali mencukupi. Endalast merasakan semangat baru di dalam dirinya dan di antara prajuritnya.
Sore itu, Endalast kembali berkumpul dengan para komandan dan penasihatnya untuk meninjau rencana serangan balasan mereka. "Kita sudah mempersiapkan diri dengan baik," kata Endalast. "Sekarang, kita harus memastikan bahwa kita siap untuk bertindak."
Sir Cedric mengangguk setuju. "Kita harus menyerang sebelum mereka punya kesempatan untuk menyergap kita. Dengan jebakan dan jarum beracun, kita punya keunggulan taktis."
Arlon menambahkan, "Kita juga harus tetap waspada. Musuh kita tidak akan diam saja. Mereka pasti akan mencoba menyerang balik."
Endalast mengangguk. "Aku setuju. Kita harus tetap bersatu dan berjuang bersama. Kemenangan ada di tangan kita jika kita tetap berani dan bijaksana."
Setelah pertemuan itu, Endalast memberi semangat kepada seluruh pasukan. "Kita telah bekerja keras dan mempersiapkan diri dengan baik. Kita memiliki keunggulan dan kita akan menggunakannya untuk memenangkan perang ini. Tetap bersatu, tetap berani, dan kita akan mencapai tujuan kita."
Para prajurit bersorak, merasakan semangat yang membara di hati mereka. Mereka tahu bahwa dengan persiapan dan kepemimpinan Endalast, mereka memiliki peluang besar untuk meraih kemenangan.