NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 6

Orang-orang yang tadinya mengerubungi Devano kini mulai menjauh dan kembali melakukan aktivitas masing-masing. Sementara itu, Devano duduk di bangku panjang bersama dengan Marica. Ia memegangi sikunya yang berdarah, bekas luka akibat terjatuh dari motor tadi. Marica yang sedari tadi berada di sampingnya memandang luka itu sembari menahan.

"Luka lo harus cepet diobatin, takutnya infeksi," ucap Marica dengan nada khawatir, matanya terus memperhatikan luka di siku Devano.

Namun, Devano hanya menatapnya dengan dingin dan penuh ketus. "Cuma jatuh dari motor doang, gak usah sok perhatian," jawabnya dengan nada sinis.

Meski rasa sakitnya jelas terasa, Devano berusaha untuk tetap terlihat biasa saja, seakan luka itu tak berarti apa-apa baginya.

Marica menahan senyumnya, meski dalam hati ia merasa sedikit geli dengan sikap keras kepala Devano. Ia tahu, di balik sikap dingin dan sinisnya, Devano sebenarnya sedang menahan rasa sakit yang cukup parah.

"Rasa enggak nyaman di sikut lo bakalan ganggu konsentrasi lo belajar," ucap Marica dengan santainya, mencoba membujuk Devano agar mau diobati.

Devano menatap Marica dengan tatapan sinis, namun Marica tetap tenang, tak terpengaruh oleh sikap Devano. Ia tahu bahwa sikap dingin itu hanyalah tameng yang dipakai Devano untuk menyembunyikan kelemahannya.

\~\~\~

Kelvin duduk di ruang kerjanya, wajahnya yang uring-uringan menunjukkan betapa tidak stabilnya emosinya sejak bertemu kembali dengan Marica. Perasaan yang campur aduk membuatnya merasa tidak nyaman dan gelisah.

Dia menggerakkan jari-jarinya dengan gelisah di atas meja kayu yang dingin, mencoba mencari cara untuk mengalihkan pikirannya dari kekacauan ini.

"Bilang ke Emil untuk awasin Marica," ucap Kelvin dengan suara yang tegas kepada salah satu anak buahnya yang setia.

"Baik, Bos Muda," jawab bawahannya dengan sigap, menunjukkan ketaatan dan loyalitasnya kepada Kelvin.

Tanpa membuang waktu, anak buah Kelvin segera melangkah pergi untuk melaksanakan perintah tersebut. Meskipun dia tidak sepenuhnya mengerti alasan di balik perintah itu, dia tahu bahwa keluhan dan permintaan dari Kelvin harus diindahkan dengan serius.

Kelvin tetap duduk di tempatnya, merenung. Kehadiran Marica dalam hidupnya telah memicu berbagai emosi yang bertentangan. Ada rasa marah yang mendidih di dalam dirinya, bercampur dengan kenangan lama yang kini kembali menghantuinya.

Dia mengingat betapa rumit hubungan mereka di masa lalu, bagaimana perasaan mereka yang dahulu begitu kuat kini berubah menjadi sesuatu yang tak dapat dia pahami.

Mengapa Marica harus kembali sekarang? pikir Kelvin dengan frustrasi. Selama ini, dia telah berusaha keras untuk melupakan dan melanjutkan hidup. Namun, dengan kemunculan Marica, semua usahanya tampak sia-sia. Dia tidak tahu bagaimana cara mengatasi kekacauan ini, bagaimana menenangkan hatinya yang bergejolak.

\~\~\~

Di sisi lain, Emil merasa kesal karena mendapat permintaan yang aneh dari Kelvin.

"Bisa-bisanya nih bocah malah nyuruh gue ngawasin si Marica," gumam Emil dengan nada kesal, tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya.

Dia mengeluarkan ponsel dari saku dan membuka aplikasi pesan untuk mengirim instruksi kepada anak buahnya yang lain, namun pikirannya tidak bisa lepas dari rasa frustrasi yang menguasainya.

Emosi dalam dirinya mulai terasa memuncak ketika pikirannya merayap ke arah yang lebih gelap.

"Gue bunuh juga tuh si Caca. Bikin ribet aja," ucapnya dengan suara yang penuh frustrasi, meskipun dalam hati dia tahu bahwa dia tidak akan benar-benar melakukan hal itu.

Emil tidak suka kekerasan tanpa alasan yang jelas, dan meskipun dia bisa bersikap keras jika situasi mengharuskan, membunuh Marica bukanlah jalan yang akan dia tempuh.

Namun, rasa kesal dan kebingungan bercampur aduk di dalam pikiran Emil. Dia tidak bisa memahami mengapa Kelvin meminta hal seperti itu. Apa yang sebenarnya terjadi antara Kelvin dan Marica sehingga Kelvin merasa perlu mengawasi setiap gerak-geriknya? Emil merasa tertekan oleh beban yang tidak diinginkan, merasa seperti bidak dalam permainan yang tidak dia pahami.

\~\~\~

Di rumah yang sunyi, hanya Marica dan Tian yang berada di sana, sedangkan Adam dan Rahayu tengah memiliki agenda di luar kota. Sementara itu, Yura menginap di rumah Ririn, meninggalkan Marica dan Tian untuk menikmati kesendirian mereka.

Marica duduk di meja belajar di kamarnya, membolak-balik lembaran buku pelajaran dengan penuh konsentrasi. Namun, ketenangannya terganggu oleh suara bising yang datang dari lantai bawah. Suara-suara itu membuatnya merasa terganggu dan kesal.

"Para manusia menyebalkan itu," gumam Marica dengan nada kesal, tangannya mengenggam erat pena yang ada di tangannya.

Dia merasa frustasi dengan gangguan yang mengganggu konsentrasinya saat belajar. Matanya melirik ke arah pintu kamarnya, memikirkan apa yang sebaiknya dilakukan.

Marica berusaha mengabaikan suara bising tersebut, mencoba untuk kembali fokus pada buku pelajarannya. Namun, setiap kali suara itu semakin keras, kesabarannya semakin menipis.

\~\~\~

Tian tengah berhadapan dengan Reno tiba-tiba datang ke rumahnya, sambil marah-marah dan mencoba mengintimidasi.

"Jangan deketin Liana lagi!" ancam Reno dengan suara yang penuh kemarahan.

Tian, yang mendengar ancaman tersebut, hanya bisa menahan tawanya. Dia tidak terlalu terpengaruh oleh ancaman itu dan merasa santai menghadapinya.

"Suruh dia aja yang jauhin gue," ucap Tian dengan nada santai, mencoba melemparkan humor ke dalam situasi tegang itu.

Namun, kata-katanya langsung membuat Reno semakin marah. Tanpa ragu, Reno memberikan bogem langsung pada wajah Tian. Tian, yang tidak terima dengan perlakuan kasar tersebut, langsung memberikan tinju balasan kepada Reno.

Kedua belah pihak mulai terlibat dalam perkelahian yang sengit. Pukulan dan tendangan saling terjadi, menciptakan suasana yang semakin panas di dalam rumah tersebut.

Suasana yang sebelumnya dipenuhi oleh perkelahian tiba-tiba terpotong oleh suara tepuk tangan yang mengalihkan perhatian mereka. Keduanya menatap ke arah sumber suara, dan terlihat Marica turun dari tangga dengan langkah yang gemulai. Pakaian tidurnya yang bergambar kelinci benar-benar membuatnya terlihat manis.

"Kalian keren banget," puji Marica dengan senyuman manisnya saat dia mendekati Tian dan Reno dengan langkah ringan.

Namun, senyum itu segera pudar ketika Reno, dengan raut wajah yang curiga, menyuarakan pertanyaannya.

"Siapa lo?" desaknya, mencoba mencari tahu siapa gadis kecil yang tiba-tiba muncul di tengah-tengah mereka.

Marica, tidak terpengaruh oleh kecurigaan Reno, menjawab dengan tenang, "Aku? Aku adiknya Kak Tian." Dia memperkenalkan diri dengan lembut, sambil menggenggam erat pena ditangannya.

Namun, ketenangan di udara seketika lenyap saat Tian mengucapkan kata-kata yang terdengar panik, "Ca, balik ke kamar lo!"

Tetapi, Marica tidak mengindahkannya. Sebaliknya, dia malah semakin mendekat, berani berhadapan dengan Reno yang lebih tinggi darinya.

"Kalau mau keren-kerenan, jangan disini. Di luar aja. Ganggu aku belajar," ucap Marica dengan suara tenang yang mengandung keputusan, disertai senyum manis yang tidak pernah lekang dari wajahnya.

"Lo ngusir gue?" tanya Reno dengan nada yang tak terima, mencoba menantang Marica.

Marica, dengan gerakan yang tiba-tiba, memindahkan energi potensial yang disimpan dalam tubuhnya menjadi energi kinetik dengan cara menggerakkan tangan dan memutar tubuhnya dengan cepat. Hal ini mengarahkan ujung pena yang digenggamnya menuju mata Reno dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Di sisi lain, Reno, menanggapi stimulus yang diterimanya, bereaksi dengan melakukan gerakan mundur secara refleks. Dalam fisika, gerakan ini dapat dijelaskan sebagai perubahan posisi dalam waktu tertentu, yang menyebabkan perubahan kecepatan dan percepatan.

Namun, reaksi ini terjadi terlambat karena adanya keterbatasan waktu reaksi manusia, yang disebabkan oleh faktor-faktor seperti jarak stimulus dan waktu yang diperlukan untuk proses pengolahan informasi di otak.

Ketika pena yang diarahkan oleh Marica mendekati mata Reno, momentum dari gerakan pena tersebut menghasilkan gaya yang bekerja pada tubuh Reno. Gaya ini menyebabkan perubahan momentum, yang pada akhirnya menyebabkan Reno terjatuh ke lantai.

Hal ini sesuai dengan hukum kekekalan momentum, yang menyatakan bahwa total momentum sistem akan tetap konstan jika tidak ada gaya eksternal yang bekerja.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!