Raina Grittella 2

Di rumah sakit, keadaan Mentari berangsur membaik. Dia juga sudah konsultasi ke psikiater mengenai trauma dan ketakutan yang dia alami. Mentari ingin sembuh, nggak mau kehilangan Rean apalagi sampai rumah tangganya hancur. Bagaimana nasib kedua anaknya nanti? Mentari nggak mau mereka bernasib sama seperti Mentari dan adiknya dulu. Cukup itu terjadi dengan Mentari, jangan sampai menimpa anaknya juga.

Rean sempat mengancam Mentari untuk diceraikan kalau masih nggak mau menjalani konsultasi ke psikiater. Rean juga telah membelikan Mentari ponsel keluaran terbaru dan mengganti nomor teleponnya.

Laki-laki itu mulai membatasi pergaulan Mentari. Kali ini dia akan setuju dengan semua ucapan Rain. Rean sudah memikirkan ulang dan mencari informasi mengenai Naomi juga Renata yang rupanya mereka bersahabat. Jika benar Renata ingin membuat hubungan rumah tangganya hancur, Rean tidak akan tinggal diam. Untuk sekarang hanya itu yang bisa Rean lakukan.

Mengancam Mentari dengan perceraian rupanya membuat gadis itu menurut dan mau mendengarkan nasehat Rean. Kenapa tidak mencobanya sejak kemarin? Andai saja Rean mau melakukannya, pasti janin yang ada di dalam kandungannya akan baik-baik saja.

"Apa ... Naomi sejahat itu?" Mentari masih tidak percaya dengan semua cerita Rean.

Berkali-kali dia bertanya pada diri sendiri. Apakah Naomi sejahat itu padanya? Selama ini Naomi baik dan selalu mendengarkan curhatan Mentari. Bahkan dari Naomi, Mentari jadi tahu masa lalu Rean. Siapa Mantan Rean dan bagaimana sifat anak motor dulunya. Rean tidak pernah bercerita tentang masa lalunya, setiap kali Mentari bertanya pasti jawabannya itu ....

"Hidup itu jalan ke depan bukan menoleh ke belakang. Jadi untuk apa membahas masa lalu yang malah nanti buat kamu sakit hati!"

Seharusnya Mentari selalu mengingat ucapan Rean. Nyatanya rasa ingin tahu Mentari tentang masa lalu Rean membuat dia sakit hati. Padahal sekarang Rean miliknya dan selalu setia padanya meski gila bekerja. Rean tidak pernah melirik wanita lain lagi karena dimata Rean, Mentari ini sudah sangatlah sempurna. Untuk apa dia mencari wanita lain lagi? Apalagi sampai memiliki simpanan. Sungguh tak pernah ada keinginan Rean untuk itu.

Mentari masih menatap langit-langit kamar, memikirkan kembali ucapan Rean siang tadi tentang Naomi dan Renata mantan kekasihnya dulu. Bahkan dari hasil penelusuran Rain, Renata ini selalu berusaha mencari keberadaan Rain tapi tidak pernah berhasil.

"Pantas aja Naomi selalu penasaran dengan Rain. Setelah aku cerita kalau Rean kembar. Naomi selalu mendesak supaya Rean mau mencari keberadaan Rain!"

Mentari terus mengaitkan kejadian-kejadian yang sebelumnya bagi Mentari biasa saja dan sekarang terasa janggal. Setiap kepingan kata dari Naomi yang Mentari ingat, kini bisa disimpulkan bahwa memang Naomi ini mencurigakan. Pikiran Mentari sedikit demi sedikit lebih tenang, mungkin karena pengaruh konsultasi yang baru dua kali pertemuan ini.

Semoga saja Mentari bisa sembuh dan hidup dengan bahagia tanpa ada lagi trauma yang menghantuinya. Meski tidak akan bisa sembuh total tapi setidaknya Mentari bisa mulai belajar berdamai dengan masa lalu yang membuatnya trauma.

***

Maila sejak tadi celingukan di depan pintu gerbang kampus. Sesekali dia melihat jam tangannya dengan wajah yang cemas juga jantung berdebar. Detik demi detik sudah dia lewati dan menunggu seseorang datang. Maila terlihat sekali gelisahnya.

"Lo nunggu siapa?" tanya Mona dengan wajah sinisnya.

"Kepo!" jawab Maila. Rasanya malas sekali bertemu dengan Mona yang pasti jiwa kepo gadis itu meronta.

"Ditanya baik-baik jawabnya nggak jelas!"

Maila memilih diam saja dan sedikit bergeser supaya nggak terlalu dekat sama Mona. Mana nggak pergi-pergi lagi. Malah ikut berdiri di depan gerbang. Coba itu siapa yang nggak kesel?

"Lo nunggu siapa sih?" tanya Mona lagi setelah beberapa menit mereka saling diam.

"Lo apaan sih, Kak. Pengen banget tahu urusan orang!" kesal Maila.

"Jelas lah, lo itu mencuri ...." Mona tidak melanjutkan ucapannya setelah melihat seorang laki-laki menghentikan motornya.

Maila tersenyum senang saat melihat siapa yang datang. Nando pun membantu Maila memasangkan helmnya. Mona masih menatap Nando sampai kedua matanya nggak berkedip. Bahkan ketika Maila dan Nando sudah pergi pun Mona masih terus menatapnya. Terpesona sama ketampanan Nando.

"Gilaaak cowok Maila cakep banget, Anjir!" gumam Mona. Mengagumi kekasih orang lain. Kemarin Bara sekarang Nando.

Dia ini nggak punya pacar apa gimana sih? Kok ya sukanya naksir milik orang. Katanya populer dan paling cantik di kampus. Nyatanya? Masih jomblo juga.

"Lo ngapain dah celingukan di sini?" Hompi menepuk pundak Mona. Membuat gadis itu kaget.

"Kaget gue!" kata Mona sambil mengelus dadanya.

"Ngapain?" tanya Hompi curiga.

"Si Maila pacarnya ganti apa selingkuhannya ya? Ganteng banget, Anjir!" ungkap Mona yang masih terkagum sama pesona Nando.

Sudah dibilang kalau Nando dibuat keren pasti keliatan gantengnya. Maila memang pandai ya cari pacar. Nggak dapet Bara, Nando pun jadi.

Ya bagaimana mau dapetin Bara? Orang Bara nya aja bucin banget ke Rain dan bahkan hatinya sudah untuk Rain seorang.

"Dah lah cabut, katanya lo mau ngajak makan siang?" tanya Hompi.

Mona pun mengangguk meski di pikiran masih penasaran sama kekasihnya Maila. Dia pun menyusun rencana untuk mencari tahu siapa laki-laki yang bersama Maila itu. Jika Mona bisa mendapatkan informasi pasti dunia perkampusan akan heboh dan berita ini sampai ditelinga Javas. Mona akan bahagia sekali kalau Javas bisa putus sama Maila akan senang sekali hati Mona, sebab dia sempat mengidolakan Javas.

Siapa sih yang nggak terpesona sama Javas yang model-model cowok gym. Pesona Javas memang beda tapi pesona Nando membuat pikiran Mona jadi tambah ruwet. Biarkan saja dia memikirkan kekasih orang lain. Siapa tahu nanti bisa dapetin Javas.

*

Kalau Mona mikirin pacar orang, Beda lagi sama Rain yang sedang bahagia sekali malam ini. Rain sedang menikmati wahana kora-kora sama Bara dan wahana yang menantang lainnya yang ada di pasar malam.

Malam ini mereka habiskan tanpa memikirkan pekerjaan atau masa lalu. Benar-benar menikmatinya tanpa beban dan terlihat romantis. Membuang siapa aja iri termasuk Maila dan Nando.

"Ciee yang lagi adem ayem! Nggak mau kalah sama kita!" ledek Maila.

Rain hanya merespon dengan lirikan aja. Nggak peduli sama ucapan Maila dan memilih menikmati wahana yang ada.

"Rumah bantu yuk!" kata Rain.

Ketika melihat rumah hantu yang ramai pengunjung, menarik perhatian Rain untuk mencobanya. Meski bukan malam minggu tapi di pasar malam tersebut selalu ramai ya memang karena pas sama liburan sekolah.

"Nggak!" tolak Maila, yang sudah ngeri duluan bayangin di dalam banyak hantu.

Meski mereka manusia tetap aja kan suasana menyeramkan. Apalagi Maila pernah dengar kalau suka ada hantu beneran. Membayangkan hal itu membuat gadis cantik yang sudah resmi jadi pacar Nando bergidik ngeri.

Halah Maila ini penakut! Masa kalah sama anak kecil yang berani masuk ke rumah hantu. Di wahana itu memang banyak anak-anak yang penasaran dan ingin mencobanya tapi memang ada batas usianya ya.

"Penakut!" cibir Rain.

"Yee ... Gue ... Berani kok!" Maila berkata dengan terbata. Habis mau bilang takut tapi gengsi ada Nando.

"Lo mau nggak, Ndo?" tanya Bara.

Nando melirik ke arah Maila. Paham kalau kekasihnya ini takut. Apalagi genggaman tangannya semakin erat. Bahkan Nando bisa merasakan tangan Maila dingin.

"Nggak ah, lo berdua aja deh! Gue mau main yang lain!" jawab Nando.

"Nggak asyik lo berdua sama-sama penakut!" sahut Rain.

"Eh, enggak ya! Kita masuk yuk, Sayang?" kata Maila.

Nando menggeleng, "Aku pengen naik bianglala!"

"Ya udah kita berdua ke rumah hantu ya! Tar ketemuan aja di parkiran abis ini cari makan!" ucap Bara. Nggak mau ada keributan antara Rain dan Maila. Biar kelar.

"Oke siap!" ucap Nando.

Rain masih belum puas mau ledekin Maila, tapi ya sudah lah. Daripada nanti waktu terbuang sia-sia. Takut kemalaman juga dan besok juga hari kerja. Jadi Rain memilih diam aja. Pergi ke rumah hantu.

Dimana di dalamnya banyak orang yang dengan kostum berbagai macam hantu dan suasana gelap juga menyeramkan. Uji nyali sekali. Sudah tahu itu hanya rekayasa tapi tetap membuat bulu kuduk merinding.

"Hwaaaaa pocong!" teriak Bara yang kaget pake banget karena tiba-tiba datang pocong yang berlumuran darah di kain kafannya. Sementara wajah hitam gosong.

"Hai, Abang pocong," sapa Rain yang nggak ada rasa takutnya sama sekali.

Bahkan hantu aja dia sapa dengan baik dan tahu jenis kelaminnya. Padahal nggak tahu yang nyamar laki-laki apa perempuan.

"Hati-hati ya lompatnya, takut kesandung nanti nggak bisa bangun!" kata Rain.

Bara ngumpet di belakang Rain dengan tubuh gemeter. Bener-bener takut, walaupun manusia tetap aja nyeremin. Apalagi ketika si poci ini nyengir.

Rain pun berjalan dengan santai. Bara masih berlindung di punggung Rain karena suasana semakin mencekam. Beberapa setan telah dilewati dan hasilnya si setan malah melongo dengan tingkah Rain yang santai. Malah ajak bercanda si setan dan foto bareng. Baru kali ini mereka ketemu sama pengunjung yang aneh kayak Rain.

Benar-benar ya si Rain ini nggak ada takutnya sama sekali.

Bersambung....

Lope you pull buat kalian yang selalu kasih dukungan ke novel Rain.

Ala ucapin makasih banyak yaa. Jangan bosan-bosan kasih like dan komen.

Makasiiiii para pembaca novel Ala....