EKSKLUSIF HANYA DI NOVELTOON.
Jika menemukan di tempat lain artinya plagiat. Tolong laporkan🔥
Baru dua bulan menikah, Arumi Safitri harus rela mengikhlaskan kepergian suaminya yakni Letda Laut (P) Yuda Kusuma yang meninggal dalam tugas. Pahami jati diri sebagai prajurit angkatan laut bahwa air yang memiliki semboyan wira ananta rudira, yaitu tabah sampai akhir.
Hidup Arumi selepas kepergian suaminya, diterpa banyak ujian. Dianggap pembawa sial oleh keluarga suaminya. Ada benih yang ternyata telah bersemayam di rahimnya, keturunan dari mendiang suaminya. Beberapa bulan kemudian, Arumi terpaksa menikah dengan seorang komandan bernama Kapten Laut (E) Adib Pratama Hadijoyo hanya karena kejadian sepele yang menyebabkan para warga salah paham dengan mereka berdua.
Bagaimana kehidupan pernikahan Arumi yang kedua?
Apakah Kapten Adib menjadi dermaga cinta terakhir bagi seorang Arumi atau ia akan menyandang status janda kembali?
Simak kisahnya💋
Update : setiap hari🍁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Benalu Tak Tahu Malu (Keluarga Toxic)
"Saya kan hanya memberi jatah bulanan untuk ibu Anda. Bukan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup Anda dan juga suami. Saya rasa dua juta rupiah per bulan sudah lebih dari cukup untuk Bu Retno. Selebihnya jika memang kurang, Anda sebagai putri kandungnya seharusnya menunjukkan bakti dan peduli pada keberlangsungan hidup wanita yang sudah melahirkan dan membesarkan Anda selama ini. Benar bukan?"
Sebenarnya Adib mampu memberikan uang jatah bulanan lebih untuk Bu Retno. Bahkan per bulan lima juta pun, bagi seorang Kapten Laut (E) Adib Pratama Hadijoyo masih sangat sanggup. Hanya saja dari gelagat serta gerak-gerik ketiga orang tersebut, Adib sudah bisa membaca bahwa keluarga mendiang suami Arumi ini tipikal benalu tak tahu malu alias parasit yang menggerogoti inangnya. Keluarga toxic.
Alhasil Adib sengaja tidak mengiyakan permintaan Wulan untuk menaikkan uang jatah bulanan untuk Bu Retno.
"Oke lah uang itu untuk makan ibu saya. Tetapi biaya listrik, air, dan iuran rutin untuk bayar jasa kebersihan serta keamanan perumahan ini lantas bagaimana?"
"Ya, itu bagian Anda untuk membereskannya. Tidak semua hal harus dipenuhi oleh istri saya," jawab Adib dengan tegas menolak permintaan Wulan untuk menaikkan uang jatah bulanan.
"Tapi_" ucapan Wulan seketika menggantung.
"CUKUP !" potong Arumi dengan suara yang cukup lantang.
Seketika semua orang pun terdiam. Wulan menatap tajam Arumi karena telah berani memotong ucapannya.
"Kenapa sejak tadi kamu memperkeruh suasana, Lan?"
"APA !! Aku?" tanya Wulan seraya menunjuk jarinya ke arah dirinya sendiri.
"Iya, kamu. Kalian semua sudah berada di rumah ini secara cuma-cuma tanpa perlu keluar uang kontrakan sepeser pun. Sekarang, suamiku sudah baik hati beri uang untuk ibu sebanyak dua juta per bulan. Masih juga kurang?"
"Iya, kurang. Kamu kan tahu biaya hidup di kota itu mahal, Rum. Beda sama di desa kita dulu," jawab Wulan tanpa tedheng aling-aling.
Deg...
Kala Arumi tengah berdebat sengit dengan Wulan, justru senyum tipis terbit di wajah Adib. Hatinya seketika berbunga-bunga bagai taman yang ditumbuhi banyak bunga yang sedang bermekaran. Terlebih tanpa sengaja telinganya barusan mendengar Arumi menyebut kata 'suamiku'. Di mana kata itu yang dimaksudkan adalah tertuju untuk dirinya.
Arumi dengan jelas membelanya sebagai suami. Sungguh bahagia hatinya. Rasanya saat ini ia ingin sekali menenggelamkan diri di atas ranjang dan memeluk hingga menciumi Aruminya penuh cinta.
"Ya sudah, silahkan pulang ke desa dan hidup di sana. Ibu akan tetap menerima uang dua juta tersebut per bulan. Selesai kan," sengit Arumi pada Wulan.
"Kamu kan tahu di desa, kita sudah tidak punya tempat tinggal. Kamu mau kita jadi gelandangan di desa, hah !!" bentak Wulan.
"Itu urusanmu, bukan urusanku !! jawab Arumi dengan tegas.
Skakmat !!
Wulan semakin terpojok.
"Lagi pula salah siapa hanya ingin bergaya hidup mewah sampai-sampai uang arisan para warga desa, kamu tilep. Pada akhirnya rumah warisan orang tua terpaksa dijual padahal ibu masih hidup," sindir Arumi tertuju pada Wulan. Ia sudah muak dengan sandiwara adik iparnya tersebut.
"APA !!" pekik Wulan tak terima.
"Tak perlu menyangkalnya. Aku sudah tahu semua hal itu. Kamu pikir aku orang bodoh yang percaya begitu saja dengan omonganmu. Jangan lupa Lan, aku juga pernah menjadi warga desa yang sama dengan kalian sebelum aku pindah ke kota karena bekerja. Pastinya aku punya banyak teman di desa. Kabar kamu pakai uang arisan itu sudah santer seantero desa. Bahkan sampai desa seberang saja tahu kok kabar tersebut. Aku sengaja diam setelah tahu fakta yang sesungguhnya. Itu semua karena aku masih menghormati bahwa kalian keluarga mendiang Mas Yuda. Tapi jangan lupa bahwa seekor semut jika diinjak terus-menerus juga tidak akan tinggal diam begitu saja. Camkan itu !!" tegas Arumi.
Akhirnya perdebatan mereka berakhir dengan kesepakatan bahwa Bu Retno setiap bulan akan menerima uang jatah bulanan sebanyak dua juta rupiah. Bu Retno, Wulan dan Bambang dengan terpaksa menerima keputusan tersebut tanpa bisa membantahnya. Sebab, Arumi mengancam akan mengusir mereka semua dari kediamannya jika tetap ngotot minta kenaikan jatah uang bulanan pada Adib.
"Sialan!" umpat Bambang yang kini sudah berada di dalam kamarnya bersama Wulan.
Sedangkan Bu Retno memilih beristirahat di kamarnya karena sudah mengantuk dan lelah berdebat.
"Benar-benar brengsek itu Arumi! Mentang-mentang punya suami baru, eh kita yang keluarganya, dibuang begitu saja. Pokoknya kita harus cari cara agar uang Arumi masih mengalir untuk keluarga ini. Kalau perlu rumah ini kita jual saja. Bagaimana menurutmu, Lan?"
"Enggak bisa, Mas. Soalnya yang aku tahu cicilan rumah ini masih belum lunas di bank. Lagi pula sejak awal rumah ini tertera atas nama Arumi bukan Bang Yuda," jawab Wulan.
"Arghhh, sialan !!" maki Bambang semakin frustasi.
Terlebih dia sedang tidak ada proyek yang dikerjakan alias menganggur. Otomatis bulan depan tak ada gajian rutin yang akan masuk ke rekeningnya untuk biaya hidup keluarga kecilnya bersama Wulan. Kepalanya mendadak pusing tujuh keliling.
☘️☘️
Di sebuah hotel bintang lima, kini sepasang pengantin baru telah berada di dalamnya. Keduanya seketika mengalami kecanggungan akan situasi saat ini.
Nyonya Elsa menginap di sebelah kamar Adib dan Arumi. Ia memilih masuk ke dalam kamarnya untuk istirahat. Biarlah besok ia akan meminta penjelasan pada putranya tersebut. Nyonya Elsa masih irit bicara pada Arumi. Ia masih bingung harus berbuat apa pada wanita yang telah menyandang status sebagai menantunya tersebut. Terlebih ia belum mengenal lebih dalam sosok Arumi.
Sebelum memutuskan pergi ke hotel, Adib meminta waktu semalam saja pada Arumi. Ada beberapa hal yang perlu mereka bicarakan secara empat mata. Arumi akhirnya mengiyakan permintaan Adib untuk menginap di hotel karena laki-laki ini sekarang telah sah menjadi suaminya.
"Kamu enggak mau ganti baju buat tidur, Rum?" tanya Adib yang melihat Arumi dengan setia duduk di tepi ranjang dalam kondisi pakaian yang tetap sama ketika berangkat menuju hotel.
Seketika Arumi mengangkat pandangannya ke arah Adib yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Deg...
Bersambung...
🍁🍁🍁
mmng keluarga yg tdk punya malu.
nah begitulah wanita hrs punya sikap tegas jgn mau di tindas.