mengikuti perjalanan Kaelan, seorang remaja yang terjebak dalam rutinitas membosankan kehidupan sehari-hari. Dikelilingi oleh teman-teman yang tidak memahami hasratnya akan petualangan, Kaelan merasa hampa dan terasing. Dia menghabiskan waktu membayangkan dunia yang penuh dengan tantangan dan kekacauan dunia di mana dia bisa menjadi sosok yang lebih dari sekadar remaja biasa.
Kehidupan Kaelan berakhir tragis setelah tersambar petir misterius saat dia mencoba menyelamatkan seseorang. Namun, kematiannya justru membawanya ke dalam tubuh baru yang memiliki kekuatan luar biasa. Kini, dia terbangun di dunia yang gelap dan misterius, dipenuhi makhluk aneh dan kekuatan yang tak terbayangkan.
Diberkahi dengan kemampuan mengendalikan petir dan regenerasi yang luar biasa, Kaelan menemukan dirinya terjebak dalam konflik antara kebaikan dan kejahatan, bertempur melawan makhluk-makhluk menakutkan dari dimensi lain. Setiap pertarungan mempertemukan dirinya dengan tantangan yang mengerikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raven Blackwood, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayang-Bayang Penyelamat dan pertemuan
Cahaya matahari siang yang terik memancar menembus celah-celah reruntuhan kastil. Udara semakin berat, dan panas yang tak tertahankan mulai membakar setiap jengkal tanah. Aku melangkah keluar dari ruang penyimpanan harta dengan tenang, bayangan yang memanjang di belakangku seolah menyatu dengan reruntuhan di sekeliling. Wajahku masih dihiasi senyum puas setelah berhasil mengamankan kekayaan kastil dengan menggunakan kekuatan bayangan yang baru kutemukan.
Namun, di luar kesunyian reruntuhan ini, ada sesuatu yang lain. Sejak pertama kali memasuki kastil ini, aku sudah bisa merasakan adanya kehidupan di dalam ruang bawah tanah yang tersembunyi jauh di bawah permukaan. Bukan kehidupan dari mereka yang bebas, melainkan yang tertahan, terkurung. Rasa penasaranku memuncak saat menelusuri lorong-lorong menuju ruang bawah tanah yang selama ini tak pernah kulihat sebelumnya.
Tangga curam yang terbuat dari batu tua memandu langkahku semakin dalam ke kegelapan. Saat aku tiba di dasar, mataku langsung tertuju pada sel-sel besi yang berderet di sepanjang dinding. Ada suara isakan kecil yang memantul di ruang bawah tanah ini, samar namun cukup jelas di telingaku. Aku melihat wajah-wajah pucat di balik jeruji besi tawanan yang terdiri dari para pedagang, rakyat biasa, hingga bangsawan yang terkurung selama berhari-hari. Mata mereka penuh dengan ketakutan, bibir mereka gemetar melihat sosokku yang berdiri di depan sel mereka dengan pakaian kotor dari pertempuran.
Beberapa dari mereka tampak tersentak, mundur ke sudut sel dengan raut wajah cemas. Bisikan kecil mulai terdengar di antara mereka, penuh keraguan dan ketakutan.
“Siapa dia? Salah satu dari mereka?” tanya seseorang dengan suara gemetar.
“Apakah dia bagian dari sekte itu?” suara lain berbisik, dipenuhi kekhawatiran.
Tatapan mereka yang penuh rasa takut semakin membuatku sadar bahwa penampilanku mungkin tidak membantu situasi ini. Wajahku masih berlumuran darah dari pertempuran, dan energiku yang besar terasa mengintimidasi bagi mereka yang tak terbiasa melihat kekuatan seperti milikku.
Aku menarik napas panjang, berusaha mengendalikan aura gelap yang selama ini menyelimutiku.
“Tenang,” kataku akhirnya, suaraku terdengar mantap, “Aku di sini bukan musuh kalian. Sekte ini sudah tidak ada lagi mereka semua telah kuhancurkan. Tidak ada yang tersisa.”
Untuk sesaat, hening. Wajah-wajah mereka masih tampak tegang, namun perlahan, keraguan mulai memudar. Salah seorang pria paruh baya dengan pakaian mewah maju selangkah, tatapannya menyelidik namun penuh harapan.
“Kau... menghancurkan mereka?” tanyanya dengan suara serak. “Kau mengalahkan sekte itu?”
Aku mengangguk dengan tenang, menunjukkan bahwa kata-kataku bukanlah kebohongan. “Semua anggota sekte ini sudah tiada. Kalian aman sekarang.”
Reaksi mereka bervariasi. Beberapa tampak tidak percaya, sementara yang lain mulai menangis lega. Pelan-pelan, suasana di ruang bawah tanah itu berubah. Dari ketakutan, mereka mulai merasakan harapan. Orang-orang yang tadinya menatapku dengan penuh kecurigaan kini berangsur-angsur melunak, bahkan ada yang tersenyum penuh syukur.
“Terima kasih...” gumam seorang pedagang tua sambil bersujud di tanah, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. “Kami pikir... kami tidak akan pernah bisa keluar dari tempat ini hidup-hidup.”
Aku mendekati sel-sel itu dan mulai membuka kunci mereka dengan mudah. Satu per satu, tawanan mulai keluar, beberapa di antaranya lemah dan terhuyung-huyung karena kurungan yang lama. Mereka memandangku dengan rasa terima kasih yang mendalam, meski masih ada sedikit sisa ketakutan dalam pandangan mereka.
Di antara orang-orang itu, perhatian mataku tertuju pada seorang wanita muda dengan pakaian bangsawan yang megah. Gaunnya yang indah kontras dengan lingkungan sekitar yang kumuh dan gelap. Rambut hitam panjangnya yang dihiasi perhiasan emas berkibar lembut ketika ia berdiri anggun di antara para tawanan. Dia ditemani oleh beberapa pengawal yang meskipun tampak kelelahan, tetap menjaga kewaspadaan.
Wanita itu memandangku dengan mata yang penuh rasa ingin tahu. Wajahnya bersih dan indah, kulitnya putih bak porselen. Ada martabat yang terpancar dari gerak-geriknya, seakan dia terbiasa memimpin orang banyak. Pengawalnya yang setia berdiri di sampingnya, meski tampak letih, mereka berusaha keras menunjukkan kesetiaan dan perlindungan.
Aku bisa merasakan aura yang berbeda dari wanita ini. Dia bukanlah tawanan biasa. Pasti ada sesuatu yang lebih dari sekadar penampilannya yang memikat.
Dengan langkah anggun, dia mendekatiku, dan suaranya yang lembut namun penuh otoritas terdengar.
“Siapa dirimu?” tanyanya tanpa ragu. Matanya yang indah berkilau di bawah pancaran cahaya lilin yang temaram, namun di balik tatapannya yang tegas, ada rasa penasaran yang mendalam.
Aku menatapnya sejenak, menimbang-nimbang jawabanku. Tidak ada gunanya berbohong, lagipula, aku merasa dia adalah tipe orang yang lebih menghargai kejujuran daripada basa-basi.
“Namaku Kaelan,” kataku, suaraku terdengar tenang dan dingin. “Aku menghancurkan sekte ini. Kalian semua bebas sekarang.”
Wanita itu terdiam beberapa saat, menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah beberapa detik, dia tersenyum tipis. Ada rasa lega yang jelas terpancar dari matanya, namun juga ada rasa terima kasih yang mendalam.
“Aku adalah Lady Evelyne von Arlen,” dia akhirnya memperkenalkan diri dengan anggun, suaranya lembut namun penuh dengan kewibawaan. “Putri dari Duke von Arlen. Aku tidak tahu bagaimana caranya mengungkapkan rasa terima kasihku padamu, Kaelan. Tanpamu, aku dan orang-orangku mungkin tidak akan pernah selamat.”
Aku hanya mengangguk. Rasa puas dari pertarungan tadi sudah mulai memudar, dan sekarang aku merasa ada kesempatan baru di depanku. Mungkin ini kesempatan untuk melihat lebih banyak hal di dunia luar, menjauh dari kastil tua ini, dan menemukan sesuatu yang lebih menarik.
“Kami harus segera kembali ke kota,” lanjut Lady Evelyne. “Jika kau tidak keberatan, mungkin kau bisa bergabung dengan kami. Para pengawal kami kelelahan, dan aku yakin kehadiranmu akan memberikan rasa aman yang lebih. Tentu, imbalan yang pantas akan menantimu.”
Aku menatap ke arah kota yang disebutkan. Kota itu, dengan segala hiruk-pikuknya, mungkin menjadi tempat di mana aku bisa menemukan hal-hal baru, tantangan baru. Bagiku, ini adalah peluang yang terlalu menarik untuk dilewatkan.
“Aku akan ikut,” kataku akhirnya, sambil menyeringai. “Tapi bukan karena imbalan. Kebetulan, aku juga ingin melihat kota itu. Mencoba hal-hal baru.”
Mendengar jawabanku, Lady Evelyne tersenyum lebih lebar. Ada kilatan bahagia di matanya, seolah dia baru saja mendapatkan sekutu kuat yang sangat dia butuhkan. Pengawalnya yang letih juga tampak lebih tenang setelah mengetahui bahwa aku, sosok yang mampu menghancurkan sekte ini, akan ikut bersama mereka.
“Terima kasih, Kaelan,” katanya dengan nada yang lebih lembut. “Keberadaanmu akan sangat membantu.”
Aku hanya mengangguk pelan, tidak terlalu memikirkan pujiannya. Bagiku, perjalanan ini hanyalah awal dari petualangan baru. Dan mungkin, di kota itu, aku akan menemukan sesuatu yang lebih menggairahkan dari sekadar harta dan relik kuno.
Para pengawal Lady Evelyne mulai bersiap-siap, memastikan kereta dan barang-barang mereka teratur. Suara roda kereta yang berderit dan langkah kaki para pengawal menggema di lorong bawah tanah, tanda bahwa rombongan ini siap untuk berangkat.
Sebelum naik ke keretanya, Lady Evelyne kembali menatapku dengan senyum tipis. Aku bisa merasakan ada banyak rahasia yang tersimpan di balik senyumannya, dan mungkin, perjalanan ini akan mengungkapkan lebih banyak dari yang bisa kuduga.
“Ini akan menarik,” pikirku, sambil bersiap untuk perjalanan panjang yang akan segera dimulai.
coba cari novel lain trus cek buat nambah referensi 🙏