Anisa menerima kabar pahit dari dokter bahwa dirinya mengidap kanker paru-paru stadium empat, menandakan betapa rapuhnya kehidupan yang selama ini ia jalani.
Malamnya, ketika Haris pulang dari dinas luar kota, suasana di rumah semakin terasa hampa. Alih-alih menghibur Anisa yang tengah terpuruk, Haris justru membawa berita yang lebih mengejutkan. Dengan tangan gemetar, Anisa membaca surat yang disodorkan Haris kepadanya. Surat yang menyatakan perceraian antara mereka berdua setelah 15 tahun membina rumah tangga.
Ternyata, memiliki kehidupan yang harmonis ekonomi yang bagus, serta anak-anak yang lucu tak bisa mempertahankan sebuah hubungan Anisa dan Haris.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Yuk, simak di Bunda Jangan Pergi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunda 06
Anisa berdiri di depan pintu kantor Haris, mantan suaminya. Hatinya berdebar, menahan gugup dan keputusasaan yang terus menghantui pikirannya selama seminggu terakhir ini. Haris, ayah dari ketiga anaknya, belum juga datang menjenguk mereka dan memberikan uang SPP Alvin serta Salsa yang sudah menunggak tiga bulan lamanya. Dengan langkah ragu, Anisa mengetuk pintu kantor Haris dan mendengar suara lembut yang mempersilakan masuk.
Begitu pintu terbuka, Anisa melihat Haris sedang duduk di belakang meja kerjanya sambil asyik berbicara di telepon. Anisa juga dapat melihat seorang wanita yang berada di samping Haris terlihat begitu manja sembari memeluk pria itu dari samping.
Tampaknya, Haris tidak menyadari kehadiran Anisa di ruangannya. Setelah menunggu beberapa saat, Anisa memberanikan diri untuk menyapa, "Haris, kita perlu bicara." Haris menoleh ke arah Anisa, matanya sedikit terbelalak seolah tak percaya bahwa mantan istrinya itu berani datang ke kantornya.
Haris segera berdiri dan meminta wanita di sampingnya itu untuk melepaskan rangkulannya. Wanita itu tersenyum manis kepada Anisa, tetapi sebaliknya Anisa malah terlihat dingin dan sedikit menahan rasa kesal. Anisa berjalan ke arah sofa dan disusul oleh Haris dan juga wanita yang sejak tadi berada di samping Haris.
"Ini alasan mu menceraikan aku dua Minggu lalu, Mas?"tanya Anisa dengan mata yang berkaca-kaca. Wanita yang duduk di sebelah Haris nampak mengerutkan keningnya.
"Anisa, kamu salah paham. Aku bertemu dengannya sudah lama, tetapi kami menjalin hubungan setelah kita berpisah,"ujar Haris.
"Iya, setelah berpisah satu hari. Apa bisa di katakan kalian akan saling jatuh cinta dalam satu hari? Apa selama ini kamu melakukan pengkhianatan dalam pernikahan kita, Mas?"tanya Anisa. Air matanya menetes lalu, secepatnya Anisa menyeka.
"Anisa, aku gak ingin berdebat. Tetapi, yang ku katakan adalah kebenaran, aku tak pernah berselingkuh di belakang mu,"ungkap Haris untuk menyakinkan Anisa.
"Aku Tania. Kami memang sedang menjalin hubungan. Tetapi, kami bersama setelah Mas Haris dan istrinya berpisah. Mba, Aku tak pernah merebut Mas Haris dari Mba. Tetapi, hubungan yang sehat tak bisa di pertahankan, dari pada terjadi perselingkuhan lebih baik memilih berpisah bukan?"tanya Tania. Anisa mengepalkan tangannya. Bagaimana seorang wanita dapat berbicara seperti itu pada wanita lain, yang sebelumnya berstatus istri dari pacarnya.
"Tania, tenanglah. Biarkan aku berbicara dengan Anisa, dulu. Kamu pulanglah, kita bertemu nanti malam."Haris berkata dengan lembut dan wanita itu mengangguk patuh dan pergi meninggalkan ruangan Haris.
Setelah kepergian Tania, ruangan kerja Haris nampak hening beberapa saat kemudian.
"Ehem!" Haris berdehem untuk memecahkan keheningan ruangan itu.
"Apa yang ingin kamu bicarakan, Anisa?" Anisa menarik nafas, lalu berkata dengan suara yang berusaha tegar.
"SPP Alvin dan Salsa sudah menunggak tiga bulan. Mereka berisiko dikeluarkan dari sekolah jika tidak segera diselesaikan. Kamu janji akan membantu, Haris. Tapi, seminggu sudah berlalu dan kamu belum juga memberikan uangnya." Haris terdiam sejenak, seolah mencari alasan untuk menolak permintaan Anisa.
Namun, ia menyadari bahwa Anisa memang berhak mendapatkan bantuan itu untuk anak-anak mereka. Akhirnya, dengan nada yang berat, ia menjawab.
"Baiklah, besok aku akan kirimkan uangnya." Anisa menghela nafas lega, meski hatinya masih terasa pilu. Dia menatap Haris dengan pandangan yang penuh harap.
"Terima kasih, Haris. Semoga kamu tetap ingat tanggung jawabmu sebagai papa mereka." Dengan perasaan campur aduk, Anisa meninggalkan ruangan Haris dan berjalan pulang dengan langkah yang lebih ringan. Setidaknya, hari ini ia berhasil menyelesaikan satu masalah yang menghantui pikirannya.
Masih ada masalah lain, seperti kafe. Anisa membutuhkan solusi untuk kafe itu. Akhirnya, Anisa pergi ke kafe untuk menemui Naina, orang yang mengurus kafe nya itu.
Tiba di depan kafe, Anisa melihat perempuan yang dia temui di ruangan mantan suaminya. Tania, perempuan yang sama yang dia lihat di depan kafe saingan barunya.
"Bu, Anda datang?"Naina, menegur Anisa. Wanita itu menoleh dan tersenyum.
"Bu, itu pemilik kafe bulan. Namnya, Bu Tania, dia baru pindah ke kafe itu dan sekarang tinggal di sana. Tak menyangka, Bu Tania dapat menarik hampir semua pelanggan kita,"ujar Naina.
"Heeem,"Anisa mengepalkan tangannya. Lalu, Anisa melihat papa menu yang ada di promotion di depan kafe Tania.
"Apa mereka memiliki menu yang sama dengan kita?"tanya Anisa. Naina, mengangguk. Anisa menghela napas berat nya. Anisa, bisa menebak jika kafe Tania pasti ada campur tangan Haris, mantan suaminya dulu.
"Naina, kita bicara besok. Aku perlu menemui seseorang,"ujar Anisa dan berlalu pergi meninggalkan kafenya.
Dalam kegundahan yang luar biasa, Anisa menggenggam erat teleponnya dan menekan nomor Haris. Setelah beberapa detik, suara Haris terdengar dari seberang sana.
"Anisa, ada apa?" tanya Haris dengan suara tenang.
"Haris, kita perlu bicara. Bisa ketemu di depan kantor kamu sekarang?" Anisa menahan rasa cemas yang mencekam hatinya. Padahal, baru satu jam yang lalu mereka bertemu di kantor Haris, tetapi ada hal yang mengganjal pikiran Anisa yang harus segera dia tanyakan.
"Baiklah, aku tunggu di depan kantor," jawab Haris singkat. Segera setelah telfon berakhir, Anisa berjalan menuju lokasi pertemuan dengan langkah terburu-buru. Pikirannya melayang pada kafe milik Tania, pacar Haris, yang baru saja dia dia lihat dari luar menu makanan yang tersedia di kafe itu. Ada sesuatu yang menggelisahkan Anisa, semua menu makanan di kafe tersebut hampir sama dengan kafe miliknya.
Apakah ini ada kaitannya dengan Haris? Tak lama kemudian, Anisa tiba di depan kantor Haris dan menemui pria itu yang sudah menunggu. Dengan napas terengah-engah, Anisa langsung menanyakan hal yang menghantui pikirannya.
"Haris, apa kamu tahu kalau kafe milik Tania itu meniru semua menu makanan di kafe milikku?" Anisa menatap Haris tajam, mencari kebenaran dalam sorot matanya. Haris tampak terkejut, namun dia berusaha menjawab dengan tenang.
"Anisa, aku tidak tahu menahu tentang itu. Aku tidak terlibat dalam urusan bisnis Tania."Anisa menghela napas, mencoba menenangkan diri.
"Aku hanya ingin tahu apakah kamu ada hubungannya dengan hal ini. Haris, kamu tahu itu satu-satunya cara untuk aku menghidupi anak-anakku. Tetapi, kamu juga ingin merebutnya?" tanya Anisa dengan suara yang gemetar. Haris menggeleng, menatap Anisa dengan serius.
"Aku janji, Anisa. Aku tidak ada hubungannya dengan itu. Aku tidak akan pernah mencelakai bisnismu. Apalagi, aku tahu kamu mendaptakan penghasil dari sana,"Haris berkata dengan serius. Tetapi, Anisa masih belum percaya dan pada akhirnya meminta Haris untuk memeriksa nya sendiri. Anisa pun pergi meninggalkan pria itu di depan kantornya.
akhirnya km akan meninggal dgn perasaan sakit hatimu ketika anak2mu yg tidak membutuhkan kamu
kurang suka dgn sosok Anisa yg menyerah sebelum berjuang
dasar bapak lucnut dpt daun muda uang sekolah anak2 di abaikan
semoga Anisa sembuh thor