Caca terpaksa harus menikah dengan suami adiknya yang tengah terbaring sakit di salah satu kamar rumah sakit.
"Kak, aku mohon, menikahlah dengan abang Alden!" Ucap Lisa, sang adik di waktu terakhirnya.
Caca menggeleng tak setuju. Begitu juga dengan Alden. Tapi mendengar Lisa terus memohon dengan suara seraknya yang nyaris hilang dan dengan raut wajahnya yang menahan segala rasa sakitnya, Caca pun akhirnya menyetujui permohonan terakhir adiknya.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Yuk langsung saja intip serial novel terbaru Author!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Baper
Alden kini di apartemen Haris. Dia tidak enak menolak ajakan Haris untuk datang ke apartemen barunya. interior apartemen Haris sedikit berbeda dengan apartemen Caca. Tapi ukuran luasnya sama.
"Mau dimasakin apa nih?" Tanya Alden pada sepupunya itu yang mulai menyusun belanjaanya kedalam kulkas.
"Gue rindu sama spageti buatan loe." sahutnya.
"Boleh asal bahannya lengkap."
"Lengkap dong. Udah gue beli semua nih..."
Haris menunjukkan bahan masakan berupa bumbu bumbuan yang tadi dia beli.
"Masak yang banyak ya. sekalian mau gue kasih sama Caca."
Mendengar Haris menyebut nama Caca, Alden pun baru ingat mungkin Caca menunggunya saat ini di apartemennya.
"Gimana cara ngasih tahu Caca kalau aku di apartemen Haris. Nomor hp nya saja aku nggak punya." Gumam Alden dalam hati.
Tiba tiba satu ide terlintas dikepalanya. "Bro, gue ke bawah bentar ya. Ada yang mau gue ambil di mobil."
"Iya, tapi balik lagi loh. Masakin spageti." Sahut Haris.
"Sip."
Segera Alden keluar dari apartemen Haris. Dia melangkah hati hati, sambil menoleh kebelakang takut Haris tiba tiba menyusul.
Bug
Alden menabrak seseorang.
"Maaf, mas." Ucap Alden pada pria yang ditabraknya itu.
"Saya juga minta maaf, mas." Sahut pria itu yang tidak lain adalah Robi.
Robi baru pulang kerja, seperti yang kita tahu apartemennya bersebelahan dengan apartemen Haris.
"Oke, mas. Nggak apa apa." Sahut Alden.
Kemudian dia kembali melangkah dengan aman menuju apartemen Caca.
"Apa dia suami Caca?" gumam Robi dalam hatinya begitu dia melihat Alden masuk ke apartemen Caca dengan mudah.
Alden sendiri justru kini langsung mengetuk pintu kamar Caca.
"Ca! Kamu tidur ya?"
"Caca.. buka pintu kamar kamu bentar. Ini penting."
Alden mengetuk pintu kamar itu tapi tetap tidak ada tanda tanda Caca akan membukakan pintu.
"Apa yang penting?" tanya Caca yang ternyata sejak tadi di dapur mininya.
Alden agak terkejut dengan sontak menoleh kearah dapur dimana Caca berdiri di balik meja konter dapur. Kakinya melangkah menghampiri Caca.
"Tadi aku tidak sengaja bertemu Haris. Dia pindah ke apartemen sebelah." Tuturnya bicara sangat pelan seperti berbisik.
"Aku sudah tahu, bang Haris baru saja memberitahuku lewat pesan." Sahutnya santai.
"Kamu nggak takut ketahuan?"
"Nggak, kenapa harus takut. Aku memang berniat mau memberitahu bang Haris tentang pernikahan ini yang hanya demi mengabulkan permohonan terakhir Lisa."
Dug
Jantung Alden terasa sakit saat Caca yang ternyata menganggap pernikahan mereka masih seperti itu.
"Ya bagus deh. Kalau begitu aku pergi.."
"Kemana?" Tanya Caca tepat sebelum kaki Alden melangkah.
"Pulang. Aku pikir kehadiranku hanya menjadi masalah buat hubungan kalian. Aku harap kamu bahagia dengan Haris."
"Kamu menceraikan aku?" Tanya Caca pelan tapi dia menatap Alden dengan tatapan yang mulai berkaca kaca.
"Tidak. Aku tidak akan pernah menceraikan kamu." Jawab Alden tegas dan cepat.
"Lalu, mengapa kamu malah mendoakan kebahagiaan aku sama bang Haris?!"
Air mata menetes begitu saja dari pelupuk mata Caca. Dia sampai membalikkan tubuhnya membelakangi Alden karena malu melihat air matanya terus menetes bahkan semakin deras.
Caca yang sesang kedatangan tamu bulanan memang akan menjadi lebih sangat sensitif dan baperan. Karena itulah, dia berharap Alden menceraikannya sebelum kebaperan ini semakin menggila.
"Kenapa kamu menangis, Ca. Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?"
"Iya." Sahut Caca.
"Bagian mana yang salah? Aku minta maaf, Ca."
Alden mendekati Caca. Kini jarak mereka terhalang meja konter dapur.
"Bagaimana mungkin seorang suami mendoakan kebahagiaan istrinya dengan pria lain. Itu sangat menyakitkan." Celoteh Caca yang sudah tidak bisa mengendalikan dirinya.
Alden terdiam, dia bingung harus memberi tanggapan seperti apa untuk kalimat barusan.
"Hiiikkksss..."
Tangisan Caca pecah. Alden tambah bingung. Dia tidak tahu harus melakukan apa. Sampai akhirnya sangking bingungnya, dia mendekati Caca, lalu memeluk Caca. Membiarkan istrinya itu menangis dalam pelukannya.
Driiittt
Hp Caca berdering, panggilan masuk dari Haris. Caca melepaskan diri dari pelukan Alden dan dia melangkah mengambil hp nya di atas meja depan tv. Dia meninggalkan Alden yang masih berdiri bingung di dapur.
"Assalamualaikum, bang Haris."
Mata Alden membola mendengar Caca menyebut nama Haris.
"Aku masih di rumah mama, bang. Mungkin besok baru pulang."
Ada sedikit perasaan lega dihati Haris saat mendengar Caca membohongi Haris.
"Iya, bang. Ini aku baru selesai makan. Abang sudah makan?" Tanya Caca dengan suara lembutnya.
Alden yang tidak terima Caca bicara lembut seperti itu pada pria lain, langsung mendekati Caca dan dia melingkarkan tangannya di pinggang Caca. Ya, Alden memeluk Caca dari belakang dan meletakkan dagunya di pundak Caca.
Mata Caca melotot mendapati Alden melakukan itu padanya. Dia bahkan sampai tidak bisa mendengarkan apa yang Haris ceritakan padanya.
"Bang maaf ya. Mama memanggil, sepertinya mama butuh sesuatu." Kilah Caca.
Dia mengakhiri pembicaraan itu dan yang terjadi, Alden malah mengendus endus ceruk lehernya. Meski memang Caca memakai jilbab, tapi angin yang keluar dari hidung Alden tentu masuk melalui celah kain jilbabnya dan terasa dingin saat menyentuh kulit lehernya.
"A-apa yang kamu lakukan?"
"Aku merindukan kamu.. Aku sangat ingin memelukmu." Bisik Alden.
Dug
Hati Caca sakit. Dia mengerti, Alden saat ini menganggapnya Lisa sama seperti waktu Alden memeluknya saat itu.
"Jangan tinggalkan aku. Aku tidak akan bisa menjalani hari hariku lagi tanpa kamu." Lanjutnya berbisik.
Bulir bening kembali menetes dari pelupuk mata Caca. Sangat sakit rasanya, ketika Alden memeluknya tapi pelukan itu ditujukan pada Lisa.
"Selamanya hanya Lisa yang ada dihati kamu, Al. Kamu memang yang selalu aku sebut dalam doaku. Tapi, kini aku sadar, doamu bukan aku, dia Khalisa." Bisik Caca dalam hatinya.