Bayangan indahnya hidup setelah sah menjadi seorang istri, tidak dirasakan oleh Mutia Rahma Ayunda, ternyata ia hanya dijadikan alat untuk mencapai ambisi suaminya , Rangga Dipa .
Setelah menikah, Rangga yang berasal dari keluarga kaya,berusaha mewujudkan semua mimpinya untuk memiliki fasilitas mewah dengan mengandalkan istrinya. Rangga hanya menafkahi Mutia dengan seenaknya, sebagian besar uangnya ia pegang sendiri dan hanya ia gunakan untuk kepentingannya saja, Rangga tidak peduli dengan kebutuhan istrinya. Sampai mereka dikaruniai anakpun, sikap Rangga tidak berubah, apalagi ia masih belum bisa move on dari mantan pacarnya, Rangga jadi lebih mengutamakan mantan pacarnya dari pada istrinya.
Kehidupan Mutia sering kali diwarnai derai air mata. Mampukah Mutia bertahan, dan akankah Rangga berubah?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cicih Sutiasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Langsung Menikah Saja
Di ruang tamu, Pak Yuda bercengkrama hangat bersama Pak Dwi dan juga Rangga.
Bu Marni pun menghampiri sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman.
Mereka tampak bahagia. Namun Rangga terus saja melirik ke arah dalam, rupanya ia sudah tidak sabar ingin melihat wanita yang akan menjadi istrinya itu.
Pak Yuda dan Pak Dwi saling melempar senyum, mereka rupanya bisa membaca arti lirikan Rangga.
"Sebentar..., kalian hanya berdua saja, mana istrimu?", tatap Pak Yuda.
"Maaf Yud,istri aku harusnya dari semalam sudah landing, namun ada delay, jadi kemungkinan baru nanti siang mereka landing, tapi dia sudah setuju kok dengan rencana kita", Pak Dwi tersenyum.
"Ngomong-ngomong mana putrimu, ada yang sudah tidak sabar rupanya", Pak Dwi melirik ke arah Rangga.
Yang dilirik cuek saja, Rangga anteung menatap layar ponselnya. Di sana ia melihat chat story milik Sinta, di sana terlihat Sinta memamerkan kedekatannya dengan Bagas. Berbagai foto mesra mereka dipajangnya di sana.
'Tunggu Sin, sebentar lagi juga aku bisa seperti kamu', batin Rangga bicara. Hatinya terasa panas, terus terang saja, Rangga masih belum bisa move on dari Sinta.
"Hey..., Rangga..., calon istrimu sudah datang, kok malah bengong begitu sih...", ucap Pak Dwi mengagetkan Rangga.
Tanpa Rangga sadari, Bu Marni sudah memboyong Mutia untuk ikut duduk bersama mereka.
Rangga menutup ponselnya, dan mengangkat kepalanya . Ia melihat seorang wanita muda, sedang duduk menunduk disamping Pak Yuda.
'Cantik...', batin Rangga bicara, ternyata aslinya lebih cantik dibandingkan dari foto yang kemarin diperlihatkan papinya.
Rangga menatap ke arah Mutia hampir tanpa berkedip. Hal itu kembali mengundang senyuman dari Pak Yuda dan Pak Dwi.
"Rangga, ini Mutia , yang kemarin Papi ceritakan, dan Mutia, ini Rangga Dipa, putra Bapak, mungkin ayahmu sudah bercerita soal kalian", Pak Dwi menatap Mutia yang masih menunduk.
"Neng..., ini Den Rangga, sok lihat attu!", senyum Bu Marni.
Perlahan Mutia mengangkat kepalanya, pandangannya kini tertuju kepada sosok laki-laki yang duduk tepat dihadapannya, dan akhirnya pandangan mereka pun bertemu, Mutia melemparkan senyuman ke arah Rangga, lalu kembali menunduk, ia merasa malu dengan tatapan elang Rangga.
'Ya Allah, ternyata ini laki-laki yang akan menjadi suamiku, ternyata ia tampan', batin Mutia pun bicara.
"Bagaimana...?", ucap Pak Dwi.
"Rangga..., apa kamu mau menerima Mutia sebagai calon istrimu?", tanyai Pak Dwi to the point.
'Hhmm...., cantik..., tidak kalah dengan Sinta, apalagi kalau dipoles sedikit dengan make up, pasti bisa mengalahkan kecantikan Sinta', kembali Rangga bicara dalam hatinya.
"Hey..., Rangga bagaimana?", Pak Dwi kembali memanggil anaknya, kini sambil menyentuh pundak Rangga.
"Ah...iya Pi, aku setuju, aku mau menikah dengan Mutia", ucap Rangga cepat.
"Alhamdulillah..., tuh kan Yud, kamu sudah mendengarnya sendiri, anak aku sudah setuju, tinggal putri kamu, bagaimana?",
"Mutia, bagaimana Neng?", Bu Marni menatap putrinya.
"Iya Bu, Mutia juga setuju", lirih Mutia.
"Alhamdulillah...", kompak Bu Marni dan Pak Yuda. Mereka tampak tersenyum bahagia.
'Bismillah Ya Allah, semoga ini jawaban atas do'a-do'a aku selama ini, semoga ini jodoh yang sudah Engkau siapkan untuk aku', kembali batin Mutia bicara.
"Tuh..., ternyata kedua anak kita sudah setuju, sekarang terserah mereka, apa mau tunangan dulu, untuk bisa saling kenal sebelum menikah, atau mau bagaimana?", kembali Pak Dwi menatap ke arah Rangga.
"Aku mau langsung menikah saja Pi, secepatnya", ucap Rangga spontan.
Pak Yuda dan Pak Dwi kembali saling menatap, dan tawa pun pecah diantara mereka berdua.
"Ha...ha...ha..., ternyata anakku mau langsung menikah saja, rupanya dia langsung jatuh cinta dengan putimu Yud",
"Iya..., aku ikut senang, sebentar lagi kita jadi besan, cita-cita kita yang dulu hanya sebatas candaan, kini bisa menjadi nyata", ucap Pak Yuda dengan tersenyum.
"Neng, bagaimana?", Pak Yuda kini beralih kembali kepada Mutia.
Kini Mutia tidak bisa banyak bicara, apalagi melihat sinar kebahagiaan diantara kedua orabg tuanya, mana mungkin ia berani menolak.
Mutia hanya bisa mengangguk dan dalam hatinya melapaskan Bismillah.
"Alhamdulillah..., Mutia juga setuju", srnyum Pak Yuda.
"Terus..., kapan rencananya, kita menikahkan mereka?", kembali Pak Yuda menatap Pak Dwi.
"Minggu besok saja Pi", sambar Rangga.
"Hah...minggu besok?, apa tidak terlalu mepet ?", tatap Pak Dwi, ia kembali tertawa, sungguh diluar dugaannya, ternyata Rangga merespon positif rencananya, bahkan ia langsung mau, bahkan sekarang minta cepat dinikahkan.
Mutia pun sedikit kaget, kok Rangga bisa langsung minta dinikahkan.
"Bagaimana Bu?, hanya tinggal tiga hari lagi ke hari minggu, apa kita siap?", tatap Pak Yuda kepada istrinya.
"Ya..., kalau untuk akad saja, kita bisa Pak", ucap Bu Marni, bagi mereka, untuk acara pernikahan yang secepat itu, punya uang dari mana?, pikirnya.
"Wah..., tidak bisa begiti, aku ingin acara pernikahan anak-anak kita berlangsung meriah, mana mungkin hanya akad saja", ucap Pak Dwi.
Pak Yuda dan Bu Marni saling tatap, dari mana mereka mendapat uang untuk biaya pernikahan secepat itu.
"Kalian tenang saja Yud, Bu Marni, soal biayanya biar aku yang tanggung, kita setuju ya, menggelar pernikahan Mutia dan Rangga hari minggu besok?, kalian boleh undang siapa saja, biar acaranya berlangsung meriah , kalau bisa kita gelar di gedung saja, bagaimana?", ucap Pak Dwi.
"Jangan Pi, aku mau pernikahan aku digelar di Hotel , biar semua teman-teman aku bisa ikut hadir", sambar Rangga.
"Emh..., boleh juga, ini kan pernikahan pertama di keluarga kita, Papi ingin acaranya berlangsung mewah dan meriah", setujui Pak Dwi.
"Baik Bapak dan Ibu, juga Mutia, jangan khawatir, semuanya aksn kami tanggung, kalian cukup siap-siap saja, hari sabtu pagi akan kami jemput , untuk datang ke Hotel yang sudah kami siapkan", Pak Dwi menatap ke arah Bu Marni dan Pak Yuda, yang kini tampak berkaca-kaca, mereka tampak bahagia.
"Pak, apa boleh saya bicara dulu dengan Mas Rangga?", ucap Mutia lirih.
"Oh..., boleh..., tentu saja boleh, kalian kan yang akan menjadi pemeran utamanya, jadi kalian harus saling kenal dulu", senyum Pak Dwi, masih dengan menyunggingkan senyuman.
"Ayo Rangga, kamu bisa bawa Mutia jalan-jalan dulu, kalian kan baru bertemu, masa mau menikah tidak saling kenal", senyum Pak Dwi lagi.
Rangga menatap Mutia, "Kalau begitu aku sekalian akan membawa Mutia ke butik untuk memesan baju pengantin, sekalian juga mencari cincin pernikahannya Pi",
"Hah..., good idea, lebih cepat, lebih baik", Pak Dwi terlihat merogoh ponselnya, dan mengetikkan sesuatu, lalu memperlihatkannya kepada Rangga, "Segini cukup?", ucapnya.
Ternyata Pak Dwi habis mentransferkan sejumlah uang kepada Rangga untuk memesan pakaian dan membeli cincin kawin.
"Cukup Pi, terima kasih", sumringah Rangga, ia melihat nominal yang sangat besar yang diberikan papinya.
"Dani ini, uang untuk pegangan kalian , maaf aku hanya ada uang kes segini", Pak Dwi beralih kepada Pak Yuda dan Bu Marni, ia memberikan sejumlah uang dalam amplop.