[Update tiap hari, jangan lupa subscribe ya~]
[Author sangat menerima kritik dan saran dari pembaca]
Sepasang saudara kembar, Zeeya dan Reega. Mereka berdua memiliki kehidupan layaknya anak SMA biasanya. Zeeya memenangkan kompetisi matematika tingkat asia di Jepang. Dia menerima hadiah dari papanya berupa sebuah buku harian. Dia menuliskan kisah hidupnya di buku harian itu.
Suatu hari, Zeeya mengalami patah hati sebab pacarnya menghilang entah kemana. Zeeya berusaha mencari semampu dirinya, tapi ditengah hatinya yang terpuruk, dia malah dituduh sebagai seorang pembunuh.
Zeeya menyelidiki tentang masa lalunya. Benarkah dia merupakan seorang pembunuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adzalziaah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 | Kilas Balik Kairo (3)
Tiga tahun lalu
“Kai, hari minggu besok mau makan di luar asrama lagi nggak?” tanya Zeeya saat mereka berdua menuju kantin.
“E ... enggak deh. Aku mau ngerjain PR aja di asrama.” Jawab Kairo sambil tersenyum.
“Ayolah, Kai! Sudah sebulan kamu sekolah di sini. Tapi kita nggak pernah makan bareng lagi di luar semenjak ada kejadian hari itu.”
Mereka berhenti saat dihadang beberapa anak dari komplotan Alex. Zeeya menatap tajam ke tiap-tiap mata di hadapannya. Mereka juga membalas tatapan Zeeya.
“Kai! Buruan kumpul di tempat biasa. Alex yang suruh” Ucap salah satu dari mereka.
Kairo terdiam sejenak, “Iya. nanti aku ke sana ...”
Setelah anak-anak komplotan Alex itu menyampaikan pesannya, mereka langsung pergi meninggalkan Zeeya dan Kairo berdua.
Zeeya berbisik di telinga Kairo, “Kai ... nggak usah pergi.”
“Kamu tungguin aku aja di kantin. Aku nggak lama kok.”
Kairo berlari pergi menemui Alex. Dia tak peduli dengan apa yang dikatakan Zeeya. Alex sudah menunggunya di bangunan lama sekolah. Bangunan itu sudah lama kosong dan berencana untuk dirobohkan dalam waktu dekat.
“Akhirnya ... kamu datang juga, Kai.” Alex dikelilingi komplotannya berdiri angkuh di hadapan Kairo. “Ayo, kita mulai! Aku sudah bawa barang-barang yang bakal kita pakai.”
Alex menunjukkan tasnya yang terlihat berat itu. Dia bersama komplotannya mengejek Kairo.
“Sudah kubilang, aku nggak bisa memanggil hantu!” Kairo memberontak.
Salah satu komplotan Kairo menyahut, “Bohong! Aku lihat kamu pernah berbicara sendiri saat di kamar asrama.”
“Iya, aku juga pernah lihat. Di sana nggak ada siapa-siapa. Kalau bukan hantu, lalu apa namanya? Kamu orang gila, Kai?” tanya anak yang lain, dia mengejek Kairo.
Alex tertawa kecil, “tuh! Jadi kamu nggak sadar kalau kamu sebenarnya anak indigo? Udah, buruan panggilin hantunya. Biar kita semua tau wujud hantu yang gentayangan di sekolah.”
Kairo dengan keringat dingin menelan ludahnya. Dia hanya tertunduk diam.
“Ayo, Kai!” Alex melempar keras tas yang dibawanya mengenai perut Kairo. “Pokoknya kalau sampai hantunya nggak muncul, kamu bakal aku buat babak belur kayak kemarin.”
Mereka semua menertawakan Kairo kembali. Kairo memungut tas itu lalu membukanya. Di dalamnya terdapat banyak sekali lilin beserta korek api dan juga kapur putih. Kairo mengeluarkannya satu per satu.
Dia dengan terpaksa menuruti keinginan Alex dan komplotannya. Kairo mengambil kapur lalu menggambar lingkaran di lantai tempat dia berada. Dia juga menata lilin di sepanjang lingkaran yang dia buat lalu menyalakannya. Semua lilin kini sudah menyala membentuk seperti lingkaran api.
Alex dan komplotannya hanya memperhatikan apa yang dilakukannya. Kairo duduk di tengah-tengah lingkaran itu sambil memejamkan mata. Dia sebenarnya tidak tahu cara memanggil hantu. Dia hanya mengelabuhi Alex dan komplotannya supaya tidak pulang dengan babak belur.
Kairo membuka matanya setelah beberapa saat.
“Udah selesai? Mana hantunya, Kai?” Alex memandangi sekeliling.
Kairo tersenyum, “Otakmu dangkal juga ya? Mana ada hantu di siang bolong begini.” Kairo beranjak berdiri dari duduknya.
Alex meraih kerah baju Kairo lalu mengepalkan tangannya hendak memukulnya, “Ha? So you lie to me?”
“Kapan aku bilang bisa memanggil hantu? Kalian semua yang mengatakannya, padahal aku sudah bilang nggak bisa memanggil hantu.” Kairo memandang semua anak-anak komplotan Alex.
Tatapan Kairo membuat Alex geram. Pukulannya mendarat di wajah Kairo hingga membuatnya jatuh tersungkur.
“Huh ... buang-buang waktu saja. Kalian harus buat dia nggak bisa berjalan lagi!” perintah Alex pada komplotannya.
Mereka semua mengangguk dan berjalan mendekati Kairo.
Dung!!!
Terdengar suara dentuman keras dari atas bangunan. Alex melihat ke atas mencari sumber suara.
“Suara apa itu?”
“Nggak tau.”
Dung! Dung! Dung!
Melihat mereka semua kebingungan, Kairo segera berdiri lalu melarikan diri keluar. Saking cepatnya dia berlari, Alex dan komplotannya tidak dapat mengejarnya.
.........
Mengingat waktu istirahat sudah habis, Kairo kembali menuju ruang kelasnya.
“Eh, eh, Nak! Jangan berlari!” seorang guru meneriaki Kairo di koridor.
Kairo memelankan langkahnya, “maaf, Bu.”
“Tunggu, Nak!” guru itu memanggil Kairo, membuat langkahnya terhenti.
“Iya, Bu? Ada apa ya?”
“Kalau nggak salah, kamu satu kelas sama Zeeya Vierhalt, ya?”
“Iya, Bu.” Jawabnya
“Tolong kasih tau Zeeya, tadi pamannya datang ke sekolah untuk menjemputnya pulang. Sekarang sedang menunggu di asrama.”
“Baik, Bu. Akan saya sampaikan.”
“Iya, lain kali jangan lari-lari.”
Kairo memang berencana kembali ke kelasnya. Dia berjalan dengan terburu-buru. Karena pasti pelajaran sudah dimulai.
“Kairo!” Dia dikagetkan oleh sosok di belakang membuatnya seketika berbalik badan.
“Eh, Reega! Kenapa kamu suka muncul tiba-tiba, sih. bikin kaget aja.” Kairo mengelus dadanya, “Oh, iya. Tadi aku disuruh guru buat manggil Zeeya. Katanya dia mau dijemput sama paman kalian berdua.”
“Jangan beri tau Zeeya.”
“Ha ... apa maksudmu, Ree?”
“Zeeya hanya boleh dijemput pulang oleh papa. Jangan beri tau Zeeya jika ada yang menjemputnya selain papa.”
Kairo kembali berjalan ke ruang kelas dengan kebingungan. Dia memikirkan ucapan Reega barusan.
“Kai!” Zeeya berlari ke pintu kelas, “Kamu akhirnya kembali juga.”
“Iya. kok kelas masih rame? Pelajaran belum mulai?” Kairo menatap ke dalam kelas.
“Oh, tadi Miss Diah dipanggil kepala sekolah. Kita cuma dikasih tugas ...”
“Zeeya ...” Kairo ragu untuk mengatakan sesuatu.
“... hm?”
“Tadi aku disuruh sama guru buat ngasih tau kamu. Pamanmu lagi ada di asrama buat jemput kamu.”
“Paman? siapa?”
“Aku nggak tau.” Kairo menggelengkan kepalanya. “Lebih baik kamu temui dia sekarang. Mumpung kelas lagi jamkos.”
Kairo tiba-tiba tertunduk lesu.
“Kau kenapa, Kai ...” Zeeya baru menyadari kalau pipi kiri Kairo lebam, “... kamu dirundung lagi sama Alex?”
“Nggak, kok. Ini tadi aku Cuma main adu karate sama dia.”
“Jangan bohong! Kamu selalu nggak izinin aku buat ikut kumpul sama komplotannya Alex. Andaikan ada aku, kamu pasti nggak di-bully sama dia.”
Kairo terkekeh, “udah ... sana! Temuin pamanmu.”
.........
Zeeya mendatangi gedung asrama di mana dia tinggal. Zeeya merasa penasaran karena dia belum pernah mendengar kabar kalau akan dijemput pulang.
Di aula asrama, terlihat seorang lelaki duduk membaca koran. Zeeya sontak kaget.
“Om Juan?” Zeeya mengenal lelaki itu.
Lelaki yang dipanggil Om Juan itu menatapnya, “Zeeya ...”
Zeeya mendekatinya “Om kenapa di sini?”
Om Juan adalah satu-satunya adik dari papanya Zeeya dan Reega. Dia belum menikah dan masih tinggal serumah bersama neneknya Zeeya.
“Om mau jemput kamu pulang. Papamu yang suruh Om. Rumah kamu sudah selesai di renovasi pasca kebakaran.”
“Oh, ya? Kenapa bukan papa sendiri yang jemput aku?” tanya Zeeya peasaran.
“Papamu kan lagi sibuk. Dia sedang kerja di luar negeri. Makanya suruh paman buat jemput kamu.”
Zeeya mengangguk, “Padahal aku kangen sama papa. Ya udah deh, Zeeya siap-siap dulu ya, Om.”
“Iya.”
Zeeya berjalan menuju kamarnya. Dia tidak sabar untuk pulang ke rumah. Apa lagi kata Om Juan, rumahnya kini sudah selesai direnovasi. Hal itu menambah perasaan bahagianya.
“Ayo, Om. Zeeya sudah siap.” Zeeya masuk ke dalam mobil yang dibawa Om Juan.
.........
dari judulnya udah menarik
nanti mampir dinovelku ya jika berkenan/Smile//Pray/
mampir di novel aku ya kasih nasihat buat aku /Kiss//Rose/