Tangisan Hati Istri

Tangisan Hati Istri

Bismillah, Aku Mau

"Pak, bagaimana anakmu itu, dari sekolah , kuliah, sampai sekarang sudah bekerja, kok belum pernah membawa teman prianya ke sini, ibu kan malu Pak, para tetanggga banyak yang bicara jelek soal Mutia", cerocos Bu Marni begitu pulang dari warung.

Suaminya, Pak Yuda hanya mengulum senyum sambil menghisap dalam-dalam kretek yang berada ditangannya.

"Ya..., tidak usah didengarkan Bu, mereka itu hanya iri saja sama kita", senyum Pak Yuda dengan tenangnya.

"Iri bagaimana Pak, tuh anaknya Bu Ria, baru lulus SMP saja sudah dinikahkan, jodohnya orang kaya pula dari kota",

"Itu kan anaknya Bu Ria, tidak akan sama dengan anak kita, anak kita, Mutia itu lulusan Universitas Bu, dia itu seorang Sarjana, perlu waktu lama untuk bisa wisuda, ya...jelas keduluan nikah sama teman-temannya yang nganggur di rumah", imbuh Pak Yuda, masih dengan sikap yang tenang.

"Sekarang mana Mutia nya, hari ini dia kan libur, kerjaannya di rumah terus, mana ada laki-laki yang tahu, kalau di rumah ini ada anak gadis cantik, sarjana, sudah bekerja pula", Bu Marni menengok ke arah kamar Mutia yang masih tertutup rapat.

"Biarin saja Bu, tidak usah terprovokasi omongan tetangga, tiap orang itu mempunyai jalan hidup yang berbeda, perkara jodoh itu sudah ada yang mengatur, jodoh itu tidak akan tertukar",

"Ya... , tapi sebagai ibunya, ibu juga takut Pak, takut kalau Mutia itu jadi perawan tua",

"Cckk..., cckk..., Bu ..., Ibu..., ada Allah yang mengatur Bu, kita berdo'a saja biar Utami dipermudah soal jodohnya, sekarang masak gih..., Bapak sudah lapar, sebentar lagi Arman pulang dari Masjid", Pak Yuda mengingatkan istrinya.

"Iya, maaf.., Ibu hanya tidak enak saja, mereka bilang lebih baik jadi janda muda katanya, daripada menjadi perawan tua, bikin panas telinga saja kan Pak", ucap Bu Marni sebelum menghilang menuju dapur.

Tanpa sepengetahuan orangtuanya, Mutia ternyata mendengar obrolan mereka, ia yang berniat membantu ibunya memasak, menghentikan langkahnya, tangannya yang hendak membuka pintu kamarnya pun ia urungkan.

Utami akhirnya berdiri didaun pintu dengan perasaan yang sangat sedih. Jarak kamarnya yang tidak terlalu jauh dari dapur, membuat ia bisa mendengar semua obrolan orang tuanya.

"Ya Allah..., ternyata aku ini menjadi beban pikiran Ibu dan Bapak, Ya Allah aku mohon segera pertemukan aku dengan jodohku", gumam Mutia.

Hatinya bergetar saat memanjatkan do'a. Bukan kali ini saja ia mendengar hal ini, banyak teman dan para tetangga yang selalu bertanya, kapan menikah?, saat bertemu dengannya.

Sebuah pertanyaan yang Mutia pun tidak bisa menjawabnya, jangankan menikah, teman pria pun, Mutia tidak ada.

Padahal Mutia itu seorang gadis yang cantik, hanya saja Mutia itu pendiam, dan pemalu, sehingga dia jarang berkumpul bersama teman-teman sebayanya.

Bahkan Mutia hampir tidak pernah keluar rumah kalau tidak untuk urusan bekerja dan membantu ibunya belanja.

Di tempat tinggalnya, tidak ada laki-laki yang mau mendekati Mutia, entah kenapa, mungkin juga mereka merasa malu jika harus berteman dengan Mutia yang seorang sarjana, sudah bekerja pula.

Sedangkan sebagian banyak para lelaki muda yang ada di daerah tempat tinggal Mutia, hanya berpendidikan SMP dan SMA saja. Mungkin mereka minder jika harus naksir sama Mutia.

Padahal orang tua Mutia, seorang Perani biasa, hanya saja mereka menekankan untuk mengutamakan sekolah kepada anak-anaknya.

Kakak Mutia bahkan sudah menjadi seorang Polisi lalu lintas, dan dia sudah bertugas di luar Pulau, hanya satu atau dua tahun saja Mandala pulang menemui keluarganya.

Mutia ini anak perempuan satu-satunya, adiknya Arman, baru duduk di kelas tiga SD, dan kakaknya Mandala, seorang Polisi .

"Ya Allah..., apa wanita yang belum menikah itu hina dihadapan-Mu?", lirih Mutia.

Mutia juga bukannya tidak mau untuk segera menikah, tetapi ia belum bertemu sosok laki-laki yang pas dihatinya, ada laki-laki yang ia suka, bahkan mereka pun pernah menjalin hubungan, namun ayah dan ibunya tidak menyetujui.

Hal itulah yang membuat Mutia enggan menjalin hubungan lagi . Mutia bahkan sudah berjanji dalam hatinya, ia akan menerima sosok laki-laki yang dipilihkan ayah ibunya. Namun hal itu pun tidak pernah terjadi.

Akhirnya Mutia hanya bisa pasrah saja menjalani setiap alur hidupnya, namun Mutia selalu yakin, jodohnya pasti ada, hanya saja belum ada waktu yang tepat untuk mereka bertemu.

"Aku harus kuat, anggap saja aku tidak mendengar apa pun, aku harus membantu Ibu", ucap Mutia, ia menyapu lembut kedua kelopak matanya yang tidak terasa basah dengan buliran bening yang mendesak menetes keluar.

Perlahan ia mendorong daun pintu kamarnya, ia berjalan menuju dapur menemui ibunya.

"Eemmhh..., harum sekali Bu, masak apa nih?" Mutia langsung menghampiri wajan diatas kompor dan menggerakkan susuk untuk membalikkan isinya.

"Sudah bangun kamu", ucap Bu Marni yang sedang merajang sayuran.

"Dari tadi juga sudah bangun Bu , Tia mengaji dulu", jawab Mutia pelan.

"Ya... , sesekali kamu itu keluar attu, jangan di kamar terus, hari ini kamu kan libur",

"Keluar kemana Bu?, kalau hanya untuk jalan-jalan tanpa tujuan, sayang waktu Bu", senyum Mutia, ia pura-pura tidak mengerti dengan arah pembicaraan ibunya.

"Cobalah untuk bergaul dengan teman-temanmu , banyak yang pergi ke pasar kaget, atau hanya sekedar olahraga ringan juga banyak",

"Hah..., teman yang mana Bu, semua teman Mutia itu sudah pada pindah kan ", lirik Mutia.

"Ah..., iya..., temanmu hanya tinggal si Romi anaknya Pak Lurah itu, ah..., si Romi itu kan masih sendiri, sepertinya cocok tuh sama kamu, kenapa kalian tidak saling kenal saja, kan bisa menikah, cocok kan?" , usul Bu Marni tanpa di duga.

Ucapan ibunya itu membuat Mutia melongo , ia tidak menduga ibunya bisa berpikir ke arah sana.

"Tidak..., Bapak tidak setuju kalau dengan Romi, Bu, dia itu tukang mabuk-mabukan , sekolahnya saja tidak bener, walau bapaknya seorang Lurah, Bapak tidak setuju", sambar Pak Yuda, ia sudah berdiri diambang pintu.

"Dari pada tidak ada, kan lebih baik sama Romi saja, cocok, sama-sama menanti jodoh", bela Bu Marni.

"Tidak Bu, Bapak tidak setuju kalau harus dengan Romi, kalau Mutia setuju, Bapak punya teman dari Kota, semoga anaknya belum menikah, setahu Bapak, mereka mempunyai anak laki-laki, satu yang belum menikah, dia juga sama seorang sarjana Mutia, apa kamu mau dikenalkan dengan dia?", tatap Pak Yuda.

Mutia menunduk, ia sedang berpikir, dari pada dengan Romi yang jelas laki-laki tidak baik, lebih baik dengan anak teman bapaknya saja, yang sudah jelas, bapaknya mungkin sudah tahu siapa dia, hingga berani menawarkan untuk berta'aruf dengannya.

"Bagaimana Mutia?",

"Iya..., Mutia mau Pak", lirih Mutia.

Terpopuler

Comments

Uthie

Uthie

Keep dulu 👍🤗

2024-06-10

0

lihat semua
Episodes
1 Bismillah, Aku Mau
2 Semoga Berjodoh
3 Semoga Cocok
4 Ternyata Cantik
5 Semua Bahagia
6 Langsung Menikah Saja
7 Cincin Kawin
8 Bayang-bayang Masa Lalu
9 Bercabang Dua
10 Aku Akan Bertahan
11 Cari Kesempatan
12 Belum saatnya
13 Bersandiwara
14 Cobaan Pertama
15 Bikin Dag Dig Dug
16 Baru Star
17 Kasih Orang Tua
18 Dia Mutia, bukan Sinta
19 Kamu Keterlaluan
20 Harapan Orang Tua
21 Curahan Isi Hati
22 Ternyata Ia Menyukainya.
23 Dialah Permata
24 Dia Suamiku
25 Petaka Membawa Bahagia
26 Sebatas Fatamorgana
27 Tidak Biasa
28 Sate Tornado
29 Sisi Lain Rangga
30 Semua Ada Waktunya
31 Harapan Bersama
32 Tamu Kejutan
33 Terulang Lagi
34 Hanya Sandiwara
35 Do'a dari Hati
36 Berusaha Sendiri.
37 Masa Lalu Kembali
38 Taktik Cantik
39 Kejutan
40 Masih Kondusif
41 Hadapilah
42 Pengorbanan
43 Bertemu juga
44 Anugerah dan Musibah
45 Ketahuan
46 Batas Kesabaran
47 Sakit yang Aneh
48 Firasat jitu
49 Kok Bisa
50 Dasar Ulat Bulu
51 Inilah Aku
52 Bawaan Orok
53 Semoga tidak Terulang lagi
54 Tidak Ada Maaf
55 Kenapa lagi Aku
56 Bos Terbaik
57 Siapa Dia
58 Isi juga
59 Tamu Dadakan
60 Firasat Orang tua
61 Penjara Mertua
62 Ketahuan
63 Dia Lagi
64 Kamu Keterlaluan
65 Cemburu?
66 Kenapa Dik?
67 Alhamdulillah Selamat
68 Darah Siapa ini?
69 Biar Tahu Rasa
70 Tidak kapok
71 Langkah Awal
72 Aku Harus Maju
73 Perjuangan Awal
74 Awal Karma
75 Hari Baik
76 Kejutan
77 Tercium juga
78 Kena Batunya
79 Simalakama
80 Menyesalkah?
81 Balik Kanan
82 Benarkah Bertaubat?
83 Nasehat Berharga
84 Bukan Dia
85 Khawatir
86 Satu Per satu Kembali
87 Kecewa
88 Tersandung
89 Adakah Kesempatan?
90 Scoursing
91 Musibah
92 Sang Penolong
93 Semoga Selamat
94 Siapa Dia
95 Dia Kabur
96 Penyesalan
97 Tulus
98 Terbaik
99 Salah Duga
100 Bukan orang baik
101 Bertemu juga
102 Sudah Dekat
103 Maafkan
104 Sadar
105 Saat Terakhir
106 Memaafkan
107 Maafkanlah
108 Bahagia sesaat
109 Adakah kesempatan
110 Terima Kasih
111 Kecewa
112 Harapan
113 Akhir cerita
114 kata terakhir
Episodes

Updated 114 Episodes

1
Bismillah, Aku Mau
2
Semoga Berjodoh
3
Semoga Cocok
4
Ternyata Cantik
5
Semua Bahagia
6
Langsung Menikah Saja
7
Cincin Kawin
8
Bayang-bayang Masa Lalu
9
Bercabang Dua
10
Aku Akan Bertahan
11
Cari Kesempatan
12
Belum saatnya
13
Bersandiwara
14
Cobaan Pertama
15
Bikin Dag Dig Dug
16
Baru Star
17
Kasih Orang Tua
18
Dia Mutia, bukan Sinta
19
Kamu Keterlaluan
20
Harapan Orang Tua
21
Curahan Isi Hati
22
Ternyata Ia Menyukainya.
23
Dialah Permata
24
Dia Suamiku
25
Petaka Membawa Bahagia
26
Sebatas Fatamorgana
27
Tidak Biasa
28
Sate Tornado
29
Sisi Lain Rangga
30
Semua Ada Waktunya
31
Harapan Bersama
32
Tamu Kejutan
33
Terulang Lagi
34
Hanya Sandiwara
35
Do'a dari Hati
36
Berusaha Sendiri.
37
Masa Lalu Kembali
38
Taktik Cantik
39
Kejutan
40
Masih Kondusif
41
Hadapilah
42
Pengorbanan
43
Bertemu juga
44
Anugerah dan Musibah
45
Ketahuan
46
Batas Kesabaran
47
Sakit yang Aneh
48
Firasat jitu
49
Kok Bisa
50
Dasar Ulat Bulu
51
Inilah Aku
52
Bawaan Orok
53
Semoga tidak Terulang lagi
54
Tidak Ada Maaf
55
Kenapa lagi Aku
56
Bos Terbaik
57
Siapa Dia
58
Isi juga
59
Tamu Dadakan
60
Firasat Orang tua
61
Penjara Mertua
62
Ketahuan
63
Dia Lagi
64
Kamu Keterlaluan
65
Cemburu?
66
Kenapa Dik?
67
Alhamdulillah Selamat
68
Darah Siapa ini?
69
Biar Tahu Rasa
70
Tidak kapok
71
Langkah Awal
72
Aku Harus Maju
73
Perjuangan Awal
74
Awal Karma
75
Hari Baik
76
Kejutan
77
Tercium juga
78
Kena Batunya
79
Simalakama
80
Menyesalkah?
81
Balik Kanan
82
Benarkah Bertaubat?
83
Nasehat Berharga
84
Bukan Dia
85
Khawatir
86
Satu Per satu Kembali
87
Kecewa
88
Tersandung
89
Adakah Kesempatan?
90
Scoursing
91
Musibah
92
Sang Penolong
93
Semoga Selamat
94
Siapa Dia
95
Dia Kabur
96
Penyesalan
97
Tulus
98
Terbaik
99
Salah Duga
100
Bukan orang baik
101
Bertemu juga
102
Sudah Dekat
103
Maafkan
104
Sadar
105
Saat Terakhir
106
Memaafkan
107
Maafkanlah
108
Bahagia sesaat
109
Adakah kesempatan
110
Terima Kasih
111
Kecewa
112
Harapan
113
Akhir cerita
114
kata terakhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!