Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 : Kudu kuat kuat mental
Jam tujuh belas lebih lima menit, Rere keluar dari ruang kerjanya dengan bahu merosot, bahkan ini baru satu hari tapi hatinya sudah capek luar biasa menghadapi Kanaka.
Meski sudah mau berbicara dengannya tapi kata-kata yang keluar dari mulut Kanaka hanyalah perintah dan perintah, yang sayangnya harus Rere turuti karena ternyata Kanaka se perfeksionis itu.
Rere memacu motornya menuju ke rumah Dewinta, karena Rere butuh men distraksi pikirannya dari wajah Kanaka yang ganteng tapi juga.... menyebalkan.
Pintu gerbang kediaman Dewinta terbuka lebar, mama dari sahabatnya itu tampak sedang menyiram bunga anggreknya.
"Sore tante," sapa Rere sopan.
"Eh Re, masuk Re." Tante Tari menaruh selang airnya dan menghampiri Rere.
Rere mencium punggung tangan Tari dengan takjim. "Dewinta ada nggak tan?"
"Ada di kamarnya, masuk aja Re," jawab Tari.
"Aku masuk ya tan," ijin Rere sopan, lalu Rere melangkah ke dalam rumah dan langsung menaiki anak tangga yang menghubungkan lantai satu dan dua.
Sudah sering bertandang kesini, jadi Rere sudah terbiasa dengan rumah ini dan mengetahui letak kamar sang sahabat.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Rere langsung mendorong pintu di depannya dan mendapati sang sahabat tidur tengkurap membelakangi pintu.
"Dewinta!" pekik Rere keras membuat Dewinta yang sedang asyik menonton drama korea itu terlonjak kaget.
"Astaga Re, bisa nggak sih bacot dikecilin dikit?!" maki Dewinta sambil mengurut dadanya yang deg-degan.
"Dew..... " panggil Rere dengan wajah nelangsa.
"Lo ngapain sih, bukannya happy bisa masuk ke Aurora group?" tanya Dewinta heran dengan kelakuan sahabatnya itu.
"Dew.... gue harus gimana dong?" tanya Rere sambil mengacak rambutnya frustasi.
"Ash... nggak jelas lo!" Karena kesal Dewinta menoyor kepala Rere.
"Masak gue satu tim sama Kanaka... "
"What!!" pekik Dewinta keselek air liurnya sendiri.
Rere mengangguk-angguk mengiyakan pernyataannya tadi, dia saja rasanya seperti masih berjalan di atas awan alias mengambang karena dapat satu tim dengan Kanaka.
"Kayaknya dia saudaraan sama yang punya Aurora deh Dew, semua orang menunduk hormat sama dia." Rere mengadu dengan bibir mengerucut.
"Gas Re gas!"
"Maksud lo gas tuh apa sih Dew?! Gue lagi pusing lo malah gas ges gas ges aja."
"Ya siapa tahu terjadi cinlok gitu."
"Amit-amit gue cinlok ama dia, modelannya aja udah kayak bos besar nyuruh-nyuruh mulu, nggak minat!" ketus Rere frustasi.
"Ati-ati Re, jaga ucapan, jangan sampai lo jilat ludah lo sendiri," tegur Dewinta cengengesan.
"Huek!" balas Rere dengan menjulurkan lidahnya pura-pura muntah.
Mereka mengobrol sampai lupa waktu, hingga teriakan Tari membuat mereka bergegas bangun dari rebahannya.
"Ajak Rere makan malam Wi," ucap Tari saat mereka berdua nongol di depan ibunda Dewinta tersebut.
"Astaga ternyata udah malem banget ya," gumam Rere pelan, dia belum mengabari ibunya kalau pulang telat.
Habis makan malam bersama keluarga Dewinta, Rere memutuskan untuk pulang ke rumah, udah larut dan ia takut ibunya khawatir.
***
Keesokan harinya, Rere berangkat lagi ke kantor Aurora, meski malas tapi dia tetap melanjutkan kewajibannya untuk magang disana sampai habis masa magangnya.
Tak seperti kemarin yang harus menunggu pengarahan dulu, kali ini Rere langsung menuju ke lantai dimana divisi penempatannya berada.
"Selamat pagi," sapa Rere ramah kepada Eri dan Hana yang sudah sampai disana.
"Re sini Re," lambaian tangan Hana tak ayal membuat Rere mendekat.
"Iya mbak Hana?" tanya Rere kepada seniornya yang sudah berstatus karyawan disana itu.
"Kamu sekampus sama Kanaka?" tanya Hana dengan wajah sumringah.
'Ah itu lagi itu lagi yang ditanyain, bosen ah gue jawabnya!' ketus Rere dalam hati, mana berani dia melontarkan apa yang ada dalam hatinya, Rere masih mau menjalani hari-hari magangnya dengan damai.
"Iya mbak, satu angkatan juga," jawab Rere akhirnya.
"Most wanted ya?" tanya Hana lagi membuat Eri hanya menggelengkan kepala atas sikap anak buahnya itu.
"Um iya sih," jawab Rere ragu.
"Udah punya pacar belum dia Re?" tanya Hana makin penasaran.
"Han... inget pacar lo!" tegur Eri jengah.
"Kalo Kanaka mau....... " Hana menatap Kanaka yang melangkah memasuki kubikel mereka sambil menatap horor ke mereka.
Rere hanya menundukkan kepala, malu plus sebel harus ketangkep kering telah membicarakan Kanaka di belakang cowok itu.
Kesannya Rere sok, di depannya terlihat acuh tapi di belakangnya membicarakan cowok itu, terlalu memang.
"Re.... " panggil Kanaka galak.
"Iya Ka?" Rere mendekat dan duduk di meja kerjanya sendiri.
"Coba lo ketik proposal pengajuan company rate untuk PT Ayunda." Kanaka menyerahkan setumpuk dokumen kepada Rere.
Rere melongo, dia ini masih magang lho, tapi kok Kanaka sudah menganggapnya seperti karyawan tetap kantor ini.
"Ini gue harus ketik dari awal?" tanya Rere.
"Makanya kalo magang tuh kerja cari ilmu sebanyak-banyaknya, bukan malah ngomongin orang!" jawab Kanaka ketus.
Rere terdiam, ingin menjawab tapi dia takut nilainya bakalan diturunin kalau dia melawan Kanaka, meski belum terkonfirmasi tapi jelas-jelas Kanaka seperti memiliki kuasa di tempat ini.
Akhirnya daripada panjang masalahnya, Rere memilih menelan kalimatnya dan mulai mengetik proposal yang dimaksud Kanaka.
Perut yang meronta minta diisi karena tadi tak sempat sarapan di rumah, dia acuhkan, yang penting dia menyelesaikan pekerjaan dari Kanaka.
"Lo belum sarapan?" tanya Kanaka dengan tatapan heran, sontak Rere memegang perutnya yang berbunyi nyaring tersebut.
"Tadi nggak sempet," jawab Rere pelan.
"Usahain kalo kesini tuh sarapan dulu, kan brisik bunyi perut lo yang keroncongan itu!" ketus Kanaka lalu berdiri dan masuk ke ruangan Dewa.
Rere hanya menggusah nafas lelah, ini baru dua hari tapi dia berasa sudah bekerja dengan Kanaka bertahun-tahun lamanya.
Sial memang kenapa tadi dia harus meladeni omongan Hana, kalau ujung-ujungnya dia yang harus menanggung akibat mulut bocor orang itu.
Demi membuang segala frustasinya, Rere memilih melanjutkan mengetik tugas yang diberikan Kanaka tadi dan mengabaikan rasa lapar di perutnya.
Kanaka keluar dari ruangan Dewa dan menenteng dokumen lain yang langsung ia letakkan di meja kerjanya.
"Udah selesai belum Re?" tanya Kanaka sambil melirik Rere yang tampak anteng di sampingnya.
"Belum Ka, kan ini lumayan banyak yang harus gue ketik," jawab Rere tanpa menoleh ke Kanaka yang menatapnya intens.
"Makanya kalo mau aktivitas tuh sarapan dulu biar fokus, file itu kan ada di folder T yang bisa dibuka siapa aja, jadi lo tinggal ganti yang perlu diganti, mending lo sarapan dulu deh ke pantry daripada kerjaan lo berantakan nanti," ucap Kanaka sambil kembali menatap layar komputernya.
Rere hanya bengong menatap Kanaka, rasanya dia ingin memukul kepala Kanaka biar bisa lebih ramah terhadapnya.
'Mending gue berhenti aja dari sini daripada gue gilaaaaaa!' teriak Rere.
________
Nulis sambil ketawa-ketiwi, ngebayangin Rere dikerjain Kanaka kayak gini.
Hello hello semua, terima kasih sudah mampir novelku ini.
Like, komen, vote kalian aku tunggu ya.
Salam sayang buat kalian semuanya.
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu