Dalam kehidupan sebelumnya, Xin Yi tidak pernah mengerti. Mengapa Gu Rui, yang disebut sebagai Putri satu-satunya keluarga Gu, selalu membidiknya.
Selalu merebut apa yang jadi miliknya, dan berusaha mengalahkan nya disetiap hal yang ia lakukan.
Tidak sampai suatu hari, Xin Yi menemukan catatan lama ibunya.
Dia akhirnya mengerti, bahwa yang sebenarnya anak kandung Tuan Gu adalah dirinya...
" Xin Yi, matilah dengan tenang dan bawa rahasia itu terkubur bersama tubuhmu. "
Gu Rui membunuhnya dengan kejam, merusak reputasinya, mencuri karya miliknya, dan memfitnah nya sebagai putri palsu yang hanya ingin menipu harta ayahnya.
....
" Tunggu, jadi maksudnya aku adalah Xin Yi itu sekarang.. "
Xi Yi, seorang pemenang penghargaan aktris terbaik selama lima tahun berturut-turut.
Harus kehilangan nyawanya akibat ditikam sampai mati oleh fans fanatiknya.
Dia kemudian terlahir kembali sebagai Xin Yi didunia yang lain.
Dia adalah seorang aktris, mampukah dia berubah menjadi Xin Yi Idol.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 : Penilaian Terakhir
Setelah penampilan di panti jompo yang penuh ketegangan, kini mereka tiba di taman kanak-kanak. Suasana yang jauh lebih ceria langsung menyambut mereka begitu bus berhenti di depan gerbang. Anak-anak kecil berlarian dengan wajah ceria, memanggil-manggil nama mereka dengan penuh semangat.
"Kakak Xin Yi! Kakak Xin Yi!" teriak mereka serempak, membuat Xin Yi tersenyum lebar.
Dengan cepat, anak-anak itu menarik tangan orang tua mereka, seolah-olah mereka tidak sabar untuk menunjukkan betapa berartinya pertunjukan ini bagi mereka. Suasana menjadi hidup, penuh dengan tawa dan kegembiraan.
Gu Rui, yang masih merasa tertekan dari penampilan sebelumnya, hanya bisa menatap suasana yang riuh ini dengan perasaan campur aduk. Dia merasa sedikit cemburu melihat Xin Yi begitu disukai, tetapi tidak ada yang bisa dia lakukan. Dia harus menahan rasa kesalnya yang semakin membesar.
Di sisi lain, Xin Yi sudah mempersiapkan segalanya dengan penuh semangat. Dia berdiri di depan anak-anak dengan senyum cerah, seolah dunia ini milik mereka.
"Ayo, anak-anak! Siap untuk bernyanyi dan menari?" tanya Xin Yi dengan semangat, membuat anak-anak bersorak gembira.
"Siap!" jawab mereka serentak.
Lagu yang mereka pilih adalah lagu ceria dengan irama yang mudah diikuti. Liriknya sederhana dan penuh warna, cocok dengan energi anak-anak yang melimpah. Xin Yi memimpin timnya di panggung, dan saat musik dimulai, suasana berubah menjadi pesta kecil yang penuh tawa.
"Mari kita berlari, mari kita melompat,
Bersama kita bermain, dunia jadi cerah!
Pegang tanganku, jangan takut,
Kita akan terbang ke langit biru!"
Anak-anak mengikuti dengan semangat, menari dengan riang di atas panggung, beberapa bahkan melompat-lompat penuh kegembiraan. Xin Yi, dengan senyum lebar, terus memimpin mereka, seolah dunia ini hanya untuk mereka. Bahkan orang tua yang awalnya hanya menonton dengan santai, akhirnya ikut bernyanyi dan menari bersama.
Gu Rui, yang berdiri di belakang panggung, menatap Xin Yi dengan ekspresi dingin. Dia tidak bisa menahan rasa kesalnya. Melihat betapa mudahnya Xin Yi menarik perhatian anak-anak, hatinya semakin terbakar. "Tentu saja dia selalu lebih baik dari aku," pikirnya, sambil meremas tangannya di balik punggung. "Apa yang dia punya yang tidak aku miliki?"
Namun, puncaknya terjadi setelah lagu terakhir selesai. Anak-anak, yang sangat senang dengan pertunjukan tersebut, memberikan tepuk tangan riuh. Mereka berlarian menghampiri Xin Yi, masing-masing dengan hadiah kecil yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri—kartu gambar, bunga dari kertas, bahkan kalung dari manik-manik yang mereka buat.
"Kakak Xin Yi, ini hadiah untukmu!" seru seorang anak sambil memberikan gambar bunga yang digambarnya dengan penuh cinta.
Xin Yi terkejut, tapi senyumnya semakin lebar. Dia menerima hadiah itu dengan penuh rasa terima kasih. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak anak-anak yang datang, memberikan berbagai hadiah lucu.
Gu Rui, yang melihat kejadian itu, menatap dengan tatapan yang semakin tajam. "Tentu saja, dia selalu jadi pusat perhatian," gumamnya dengan nada penuh kebencian. "Kenapa dia selalu berhasil membuat semua orang jatuh cinta padanya?"
Namun, yang lebih lucu lagi adalah saat Xin Yi mulai kewalahan dengan banyaknya hadiah yang diterimanya. Tangan kiri penuh dengan gambar dan bunga, tangan kanan penuh dengan kalung dan gelang, sementara beberapa anak masih mendorong hadiah tambahan ke tangannya.
"Eh... Terima kasih semuanya, tapi... aku mungkin butuh tas besar untuk membawa semua ini," kata Xin Yi sambil tertawa canggung, membuat anak-anak itu tertawa bahagia.
Gu Rui melihat momen itu dengan ekspresi masam. "Dia selalu berhasil mencuri perhatian," desisnya, merasa semakin tertekan.
Namun, meskipun Gu Rui merasa jengkel, dia tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Xin Yi selalu bisa membuat suasana menjadi cerah, sementara dia sendiri merasa semakin terasingkan.
Saat acara selesai, Xin Yi mengucapkan selamat tinggal kepada anak-anak dengan senyuman tulus. "Terima kasih sudah bermain dan bernyanyi bersama kami. Kalian semua luar biasa!"
Namun, saat mereka beranjak pergi, Gu Rui tidak bisa menahan diri untuk bertanya dengan nada yang sedikit sinis, "Kau yakin bisa membawa semua hadiah itu, Xin Yi?"
Xin Yi menatapnya dengan senyuman nakal. "Tentu saja. Aku punya dua tangan, bukan? Tapi kalau ada yang ingin membantu..." katanya, menggoda Gu Rui.
Gu Rui hanya mendengus, tidak bisa menahan rasa kesalnya. "Tentu saja, kau bisa melakukan semuanya sendiri," balasnya dengan nada yang kurang ramah.
Xin Yi hanya tertawa kecil, tidak terpengaruh dengan sikap Gu Rui. Dia tahu, di balik sikap dingin dan sinis itu, Gu Rui sebenarnya sedang berjuang dengan perasaannya sendiri.
Hari itu, taman kanak-kanak menjadi saksi bagaimana seorang gadis dengan hati tulus bisa menyentuh banyak orang—baik anak-anak, orang tua, maupun bahkan Gu Rui yang semakin terperangkap dalam kecemburuannya.
***
Hari itu adalah penilaian terakhir, dan suasana di ruang tunggu terasa begitu tegang. Setelah ini, mereka hanya akan memilih 20 orang yang akan melanjutkan ke tahap selanjutnya, tampil langsung di televisi, dan mendapatkan penilaian melalui vote penggemar. Tidak ada yang tahu siapa yang akan tersingkir, dan ketegangan itu terasa begitu berat.
Di sekitar Xin Yi, banyak peserta yang sudah mulai menangis, merasakan kepedihan karena mereka tahu ini adalah titik kritis. Mereka yang sudah berjuang keras, namun akhirnya harus menerima kenyataan pahit.
Xin Yi menatap teman-temannya, Lu Zhi, Song Mei, dan lainnya, dengan rasa lega yang mendalam. Mereka masih berada di dalam rangking yang aman. Hatinya berdebar, namun di balik itu, ada rasa syukur yang mendalam karena bisa tetap berdiri bersama mereka, teman-teman yang telah melalui banyak hal bersama.
Lu Zhi, yang biasanya tenang, kini tampak lebih cemas. Tangannya sesekali menggenggam erat, seakan ingin menenangkan dirinya sendiri. Sementara Song Mei yang ceria, kini tampak lebih serius, wajahnya sedikit cemas, meskipun dia berusaha untuk tetap tersenyum.
“Apapun hasilnya, kita sudah memberikan yang terbaik,” kata Lu Zhi, berusaha memberi semangat.
Song Mei menatap mereka semua, dan meskipun bibirnya tersenyum, matanya menyiratkan kekhawatiran. “Yang penting kita tetap bersama, kan? Kita sudah berjuang sampai sini.”
Xin Yi hanya mengangguk, matanya terasa sedikit berkaca-kaca. Dia tahu bahwa mereka telah melalui banyak hal, dan meskipun ini adalah titik penentuan, dia merasa sangat beruntung memiliki teman-teman yang begitu mendukungnya.
Tak lama kemudian, pengumuman dimulai. Nama-nama peserta yang berhasil lolos satu per satu disebutkan. Ketegangan semakin terasa. Saat nama terakhir disebutkan, Xin Yi hampir tidak bisa menahan napas. Lu Zhi dan Song Mei menggenggam tangannya dengan erat, dan saat namanya akhirnya disebutkan, semua orang di sekitarnya berteriak dengan sukacita.
Mereka berhasil. Mereka masih bisa melanjutkan perjalanan ini.
Xin Yi tidak bisa menahan air mata yang mulai mengalir. Semua rasa takut dan cemas yang dia rasakan seolah menguap begitu saja. Semua perjuangan, semua pengorbanan, akhirnya membuahkan hasil.
“Terima kasih, Tuhan,” bisiknya pelan, berbisik pada dirinya sendiri.
Lu Zhi menepuk bahunya, dan Song Mei menariknya dalam pelukan singkat. “Kita berhasil, Xin Yi. Kita masih di sini.”
Namun, di sudut ruangan, ada beberapa peserta yang tersisih, menangis dalam diam. Xin Yi menatap mereka dengan perasaan campur aduk. Ini adalah dunia yang keras, dunia di mana hanya mereka yang cukup kuat yang bisa bertahan.
“Ini belum selesai, tapi kita sudah melewati satu tantangan besar,” kata Xin Yi dengan penuh keyakinan, meskipun hatinya masih penuh dengan perasaan yang sulit dijelaskan.
Teman-temannya tersenyum, dan mereka semua saling berpegangan tangan. Dalam perjalanan ini, mereka tahu bahwa apapun yang terjadi, mereka tidak akan pernah sendirian
Duh siapa itu kak, apa bakal ada penguntit dirumah xin yi?