Maya memiliki 3 orang anak saat dirinya diusir oleh suaminya karena pengaruh dari keluarganya, dia berjuang untuk membesarkan ketiga anaknya yang masih kecil hingga tumbuh menjadi anak-anak yang hebat dan berprestasi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mertua Egois
Dirinya memang sudah mempersiapkan masa depan sang anak sesuai keinginan mereka karena dia ingin kelak sang anak tak bernasib sama dengannya.
"Tidak usah kalian pikirkan yah, bunda sudah mengatasi semuanya kok". ucapnya menenangkan kedua anaknya yang sejak tadi dilanda emosi.
" Bunda juga sudah siap melawan mereka dengan kemampuan kita nak, jadi jangan terlalu khawatir, bunda hanya menunggu waktu yang tepat untuk menunjukkan kepada mereka jika kita bisa hidup dengan lebih baik bahkan tanpa nama besar Erlangga".
"Iya bunda, sebentar lagi kami lulus dari melanjutkan Spesialis kami dan akan pulang mengelolah segala hal yang telah kita rencanakan nantinya.
" Iya nak, tapi jangan sampai apa yang kalian miliki membuat kalian sombong nantinya". Maya memperingati anak-anak nya agar tidak tinggi hati atas apa yang mereka miliki sekarang.
"Iya bunda, kapan kita akan ke sekolah adik bunda, aku sudah lama tidak berkeliling di daerah sini". Sasya dan Rara memang jarang keluar untuk sekedar jalan-jalan itulah sebabnya mereka merindukan hal itu.
" Besok kita antar dan jemput kedua adik kamu yah, sekalian kita pergi jalan-jalan makan atau beli sesuatu".
"Boleh bunda". Ucap kedua nya kompak.
Keesokan harinya seperti yang mereka rencanakan sebelumnya, kini keluarga kecil itu sedang mengantar kedua adik mereka bersekolah. Sekarang mereka berada di sekolah si bungsu.
" Belajar yang rajin yah anak bunda". Maya mengelus kepala sang anak dengan sayang".
"Iya bunda, nanti jemput adek lagi yah".
"Iya sayang".
" Dada kakak, bunda". Safa berlari kecil meninggalkan pintu gerbang untuk masuk ke kelasnya.
"Maya".. Suara bariton menghentikan langka Maya.
Dia sangat mengenal suara itu, suara lelaki yang memberi nya luka mendalam untuknya dan juga anaknya.
Dia tidak menghiraukannya dan terus berjalan bersama Sasya karena Sasya juga sangat mengenali siapa yang berbicara itu.
"Maya, tunggu". Rasya mencegat Maya dan kedua anak itu.
Tatapan tajam dan ingin membunuh dilayangkan Maya dan Sasya kepada lelaki yang hanya memberinya luka selama ini. Lelaki yang tak ingin pernah mereka temui lagi karena rasa sakit hati yang mendalam.
"Maya tunggu, tolong izinkan aku bicara denganmu sebentar". Mohon Rasya dengan memelas menatap nya memohon.
" Maaf saya sibuk, tidak punya waktu bicara dengan anda". Ketusnya
Deg. Mata Rasya seakan berkaca-kaca mendengar ucapan kasar dari Maya perempuan yang dulu dia sia-sia kan.
"Ayo nak, kita pergi tinggalkan manusia bajingan dan sombong itu". Maya melenggang pergi meninggalkan Rasya yang mematung sedangkan Sasya berhenti dan berbalik melihat lelaki yang sangat dia benci itu.
" Bugh". Pukulan keras dilayangkan Sasya kepada lelaki yang harusnya dipanggil ayah itu.
Rasya yang tidak siap jatuh tersungkur karena pukulan keras itu. Tentu saja, Sasya adalah seorang atlet boxing di kampusnya saat ini.
"Jangan pernah ganggu bundaku, dan jangan pernah muncul di hadapan kami. Kami sangat membencimu dasar manusia biadab". Teriak Sasya dengan Murka.
Mata Rasya membola seketika, kini dia menyadari jika gadis cantik dihadapannya ini adalah anak sulungnya.
" Nak". Ucap Rasya terbata-bata melihat tatapan kebencian dan kemurkaan dari anak sulungnya itu.
Dia merasakan sakit di dadanya, beginikah rasanya dibenci anak sendiri bahkan sakitnya melebihi ditikam dengan belati.
"Saya bukan anak anda, karena bagi saya anda sudah mati ketika anda dengan tega mengusir bunda saya seperti binatang". Ucapnya dengan penuh amarah.
Tangan Sasya mengepal erat dan giginya bergemetuk dengan wajah yang sangat merah menandakan dia sangat marah. Dia memandang Radya seakan ingin memakannya hidup-hidup
Rasya hanya menunduk mendapatkan kemurkaan anaknya itu, benar yang dikatakan anaknya dia manusia kejam yang tega mengusir anak dan istrinya padahal saat itu hujan deras dan anak mereka yang bungsu baru berusia beberapa bulan.
"Maaf". Ucapnya dengan meneteskan air matanya.
Dadanya terasa terhimpit batu besar bahkan dia tidak bisa bernafas. Hilang semua kesombongan yang dulu dia banggakan dihadapan istri dan juga anaknya.
" Jangan pernah memunculkan wajah biadabmu itu dihadapan kami, karena kami sangat membencimu dan sudah menganggapmu mati". Sasya mendorong Rasya dengan kakinya saat melewatinya dengan sengaja.
Maya memandang Shock anak sulungnya itu, bagaimana bisa anak sulung berperilaku bar-bar seperti itu kepada orangtua.
"Tidak usah bertanya macam-macam bunda, aku tidak mau manusia biadab itu hadir di hadapan kita, apalagi membuat masalah didalam kehidupan kita yang sudah damai". Sasya meninggalkan sang bunda yang menatapnya sendu.
Dia tidak menyangka luka itu sangat membekas dihati sang anak, sampai dia keras dan kurang ajar seperti itu kepada ayahnya.
"Ayo kita pergi bunda, jangan diambil hati sikap Sasya tadi, mungkin dia sangat emosi karena melihat orang yang paling dia benci didunia ada di hadapannya".
Maya menghela nafas berat membenarkan apa yang dikatakan anak angkatnya itu.
" Ya sudah kita ke salon aja yuk, menenangkan pikiran nanti. Jadi kalau sudah selesai kita bisa jemput adik-adik kamu untuk makan siang bersama barulah kita pergi belanja bersama".
Rara menganggukkan kepalanya menyetujui apa yang dikatakan sang bunda.
Rasya hanya menatap mereka dengan nanar karena bahkan untuk menegok keadaannya pun tidak, apalagi melihatnya.
"Jangan pernah muncul di hadapan kami lagi, anggap saja kita tidak pernah saling mengenal, jangan buat anak-anak semakin membencimu!! ". Maya meninggalkan Rasya yang terpaku dengan linangan air mata penyesalan.
Perasaan cinta yang dulu kini sudah berganti dengan rasa benci kepadanya, sejak hari dimana dia terusir dari rumah itu oleh suaminya, baginya dia sudah mati dan bukan apa-apa lagi.
"Maya, kumohon maafkan aku". Teriaknya begitu melihat Maya masuk kedalam Mobil meninggalkannya sendiri menatap mobil itu dengan perasaan hancur dan remuk.
Penyesalannya kini sudah tidak berguna karena Maya bahkan anaknya sudah sangat membencinya, jangankan mau berbicara dengannya hanya pukulan keras dengan kekuatan penuh yang diberikan kepadanya.
"Aku harus memperbaiki hubunganku dengan anak-anak ku yang sekarang, aku tidak mau mereka sangat membenciku seperti kakaknya yang lain". Monolog Rasya.
" Tapi apa yang dilakukan oleh Maya disini, apakah anak bungsu ku sekolah di sekolah ini??, aku harus cari tahu itu ".
Rasya kembali ke kantor untuk bekerja dan dia juga akan menjemput anak-anak nya untuk makan siang bersama agar hubungan mereka membaik.
Sesampainya di kantor Rasya dihadapkan oleh celotehan dan amarah sang ibu karena menantunya memblokir kartunya serta mengatai dirinya.
"Sudahlah bu, yang dikatakan Marsya itu benar, bukankah ibu sangat membencinya, kenapa ibu mau menggunakan fasilitasnya sedangkan aku juga memberi ibu!! ". Rasya merasa pusing dengan celotehan ibunya yang tiada henti itu.
" Apa maksudmu nak??, dia kan menantu keluarga, wajar dong jika ingin memakainya, apa gunanya coba dia selain fasilitas mewah serta harta yang melimpah. Dia hanya bisa melahirkan anak perempuan saja".
"Sudahlah bu, aku akan ada meeting penting, lebih baik ibu pulang saja". Usirnya secara halus
" Sudahlah bu, ibu sendiri yang bertingkah jadi tidak udah salahkan Marsya karena ibu salah sendiri"