Pantas saja dia sudah merasa curiga pada sampul buku itu yang tidak biasa. Alih-alih sekedar buku cerita biasa, ternyata itu adalah buku kehidupan terbuka dari masa depan beberapa orang, termasuk Victoria Hain. Sebuah tokoh dengan nama yang sama dengannya.
Sebuah tokoh yang kini dihidupi oleh jiwanya.
“Astaga, jadi aku adalah kakaknya antagonis?”
Adalah informasi paling dasar dalam cerita ini.
Alih-alih sebagai pemeran utama, Victoria Feyar berakhir menjadi kakak dari antagonis perempuan bernama Victoria Hain, yang akan mati depresi karena sikap dingin suaminya.
“Baiklah, mari kita ceraikan Kakak protagonis pria sebelum terlambat.” Adalah rencana Victoria, demi melindungi dirinya dan adik pemilik tubuh dari dua Kakak beradik pencabut nyawa.
Untungnya ini berhasil, meski bertahun kemudian Victoria dibuat kesal, karena mereka tidak sengaja kembali terlibat dalam situasi utama pada konflik cerita itu dimulai.
“Kakak Ipar, mohon bantu kami....”
-
“Dalam mimpimu.” -- Victoria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Blesssel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
Di dalam kelas, meski cukup sulit Remi akhirnya menguasai diri. Dia selalu menduga perpisahan akan terjadi diantara mereka. Hanya tidak menyangka begitu cepat, seolah-olah sang Kakak ipar menyerah dengan begitu mudahnya.
Walaupun dia sendiri tidak menyukai temperamen Victoria yang sebelumnya, tapi sejujurnya yang baru-baru ini justru telah merebut hatinya. Dia menyukai Kakak iparnya yang sekarang yang kuat dan percaya diri. Karakter yang menurut Remi paling cocok untuk menjadi istri Kakaknya.
Tapi nasi telah menjadi bubur, Remi tidak menyalahkan Victoria secara sepihak. Dia sebenarnya yakin sang Kakak ipar akan memiliki temperamen yang baik jika dicintai Kakaknya. Tapi sekarang tampaknya mereka telah muak pada satu sama lain, pikirnya.
Dalam pemikiran yang dalam mengenai pernikahan sang Kakak, Remi akhirnya teralihkan mana kala wali kelas mereka masuk dengan seorang murid perempuan yang nampak asing.
Benar saja, gadis cantik dengan rambut hitam sebahu itu merupakan murid baru.
“Halo semuanya, … perkenalkan namaku Viona.”
Sangat singkat perkenalan itu sampai harus ditambah wali kelas mereka. Estella yang melihat ini, tanpa sadar menatap Remi. Dia ingin melihat reaksi Remi terhadap kecantikan yang nampak di atas rata-rata itu. Dan betapa senangnya Estella, ketika melihat Remi bersikap biasa saja disaat teman laki-laki yang lain menjadi heboh.
“Viona silahkan, kami bisa duduk di bangku kosong itu.”
Estella terkejut dan menahan nafas manakala Viona melangkah ke bangku tepat depan Remi. Beruntung sampai saat itu, tidak ada perubahan apapun pada sikap Remi. Hal ini membuat Estella sadar bahwa ketakutannya terhadap perasaannya pada Remi, semakin nyata. Dia merasa semakin tersesat dalam persahabatan mereka.
Tapi kelegaan Estella hanya sebentar saja, ketika dilihatnya Viona berbalik kepada Remi dan menyapa. “Hai aku Viona, siapa namamu?”
•
•
Kembali di kediaman keluarga Hain, Victoria mulai mempertimbangkan kartu mana yang akan dipakainya untuk melakukan transaksi pembayaran. Hari ini dia harus segera menemukan seseorang yang akan melakukan pekerjaan untuknya.
Meskipun ini dunia asing baginya, tapi jenis senjata dan cara transaksinya tidak akan berubah. Apalagi transaksi dalam pasar gelap, semuanya berusaha meminimalisir akses.
Sebenarnya dia bisa saja melakukan bisnis di permukaan, tapi Victoria terlalu malas. Menjual senjata dengan wajah itu sama dengan menjual nyawa. Karena kau tidak pernah tahu seberapa gila pembeli dagangan mu.
Tapi disaat dia lagi tegang-tegangnya berpikir, sebuah notifikasi pesan tetiba masuk.
— Aku ingin pesta yang meriah. — Isi pesan itu.
“Kakek? Pesta?”
Seperti buku yang dibuka kembali, ingatan Victoria kembali pada fokus ceritanya. Ulang Tahun Kakek sekaligus kematian pria tua itu juga, adalah puncak-puncak momen cerita. Jika ini adalah dua bulan sebelum kelulusan Estella dan ulangtahun Kakek, maka itu berarti sang pemeran utama wanita sudah datang.
Victoria teringat dengan pemeran utama cerita masa depan itu, seorang gadis bernama Viona. Seorang periang yang berasal dari keluarga miskin. Namun karena berbudi luhur dan menolong pasangan suami istri kaya yang kecelakaan, dia diadopsi oleh mereka pada usia hampir dewasa. Itulah alasannya kenapa pindah sekolah pada beberapa bulan menuju ujian kelulusan.
Tapi tidak mau menduga-duga apa yang terjadi, Victoria memutuskan akan menjemput Estella saat pulang sekolah nanti. Berharap dia akan menemukan petunjuk.
•
•
Sementara kembali ke sekolah pada jam istirahat, Estella cepat-cepat menghampiri Remi. Tanpa disangka dia akan disapa juga oleh Viona.
“Hai, bisa aku tahu namamu?”
Estella menatap sinis ukuran tangan itu. Tidak tahu kenapa tapi rasanya dia tidak suka saja pada Viona. Tapi begitu dia tidak bisa bersikap kasar tanpa alasan. Meski dengan senyuman palsu, Estella memperkenalkan dirinya.
“Eh Estella kalian mau ke kantin? Aku boleh ikut?”
Estella dan Remi langsung berpandangan. Belum sempat Estella menjawab, Remi langsung lebih dulu, hal yang tidak biasa dia lakukan.
“Maaf tampaknya arah kita berbeda. Aku dan Estella harus ke suatu tempat, yang jelas bukan kantin.”
Remi tanpa sadar sudah menggandeng tangan Estella. Entah bagaimana Remi akan menjelaskan bahwa dia tidak suka keceriaan milik Viona, baginya itu terlalu mengganggu. Tapi dia juga tidak tahu bahwa pegangan sederhananya pada Estella, membuat jantung perempuan di samping-nya berdebar kencang.
“Nah kau lihat dia memegang dadanya kan, dia sedang sakit, aku harus mengantarnya minum obat.” Alasan Remi bertepatan di saat Estella memegang dadanya yang berdegup kencang.
Lepas mengatakan itu, dia langsung menarik Estella pergi begitu saja meninggalkan Viona. Tapi pemeran utama tidak menjadi pemeran utama tanpa alasan. Dia masih sempat memanggil dan mencoba mengejar keduanya, meski tidak sampai. “Yaaaa ... mereka kemana?” sedihnya.
Sesampainya di belakang sekolah, Remi bersender kesal. “Astaga dia cerewet sekali dan banyak bertanya, sepertinya dia dari desa.”
Melihat kekesalan Remi Estella terkekeh senang, sudah lama dia tidak melihat ekspresi kesal itu. Berdua mereka berbincang disitu guna menghindari Viona. Namun ketika dirasa sudah cukup waktu untuk pergi ke kantin, sebuah insiden tiba-tiba terjadi.
Remi yang sedang duduk sendirian saat Estella mengambil makanan, tiba-tiba terkena lemparan bola basket. Disaat anak-anak yang lain datang untuk meminta maaf, dia tiba-tiba berdiri hendak menenangkan mereka.
“Sudah aku tidak apa—”
Adalah kata-katanya yang tidak selesai, ketika dia tiba-tiba merasa pusing. Dia sudah hampir jatuh menghantam ujung kursi yang dari besi, ketika Viona tiba-tiba datang dan menahannya.
“Eits, hati-hati Rem.”
Pemandangan ini memaku Estella dengan emosi campur aduk. Dia tidak nyaman melihat hal ini, apalagi mendengar Viona memanggil Remi, dengan cara yang sama yang dilakukannya.
“Sini-sini biar aku saja. Yang lain tolong bantu bawa Remi ke UKS.”
Estella sempat mengambil alih Remi dari topangan Viona, sebelum membiarkan para pria membawa Remi ke ruang kesehatan.
Dia memaksakan senyum tapi benar-benar berterima kasih. “Terimakasih banyak Viona, aku permisi dulu.”
Viona menganggukkan saja. Sebenarnya dia masih ingin bicara tapi Estella tak memberi ruang sama sekali.
Di dalam UKS Remi akhirnya merasa lebih baik. Tak bisa di pungkiri, dia benar-benar pusing tadi.
“Apa masih sakit?” khawatir Estella.
Remi menggeleng. “Sudah tidak. Tapi aku benar-benar tidak menyangka hampir roboh tadi Hahahaa … memalukan.” — “Eh mana Viona?”
Alis Estella menyatu. “Kenapa kau bertanya dia?”
“Ayolah, dia menolongku tadi.”
Meski sangat pusing, Remi masih tahu siapa saja disekitarnya itu. Dia tidak tahu darimana datangnya Viona, tapi dia bersyukur ditahan tepat waktu. Hal ini dengan cepat mengubah rasa kesalnya karena kecerewetan gadis itu, menjadi tidak enak hati dan rasa bersalah.
“Nanti kau temani aku untuk ucapkan terimakasih yah.”
Sederhana, tapi kecemburuan telah melahap Estella dengan cepat. Dia melipat tangan di dada dan memutar bola mata. “Kenapa aku? kau saja sendiri.”
“Este, kamu kok begitu?”
“Este Este, sudah aku bilang aku tidak mau dipanggil begitu.”
Emosi dan mentalitas antagonis Estella tanpa sadar mulai keluar. Tapi justru hal ini malah terlihat lucu di depan mata Remi, membuat remaja pria itu terkekeh.
•
•
Hingga pada selesai sekolah sore hari, Estella yang hendak naik motor bersama Remi dikejutkan dengan klakson mobil, yang dikenali mereka sebagai mobil dalam rumah.
Tadinya mereka pikir itu Raphael, tapi betapa terkejut keduanya ketika itu adalah Victoria. Dia yang tidak pernah keluar sebelumnya, kini mengemudi sendirian dan bahkan dengan rambut barunya.
“KAKAK?”
Sungguh, entah bagaimana Estella akan menjelaskan ini. Bahwa Victoria sebenarnya sangat cantik dengan rambut oranye-nya, hanya saja rambutnya terlalu mencolok untuk Nyonya dari keluarga konglomerat.
“Kakakmu?”
Victoria, Estella dan Raphael sontak menatap sumber suara, ketika Viona dengan senyuman ceria segera menyapa Victoria.
“Halo Kakak, aku teman sekelas Estella dan Raphael.”
Melihat sopan santun yang baik Victoria juga tersenyum senang. “Halo juga, aku Kakak mereka berdua. Siapa namamu?”
Raphael yang memiliki sedikit kesenangan pada Viona, segera menjawab. “Dia Viona, murid baru di kelas kami.”
DEG.
Jantung Victoria seolah mau berhenti. Nama, waktu dan kelas semuanya sama, yang itu artinya bahwa orang ini adalah sang pemeran utama wanita.
Melihat Viona, Victoria tanpa sadar membandingkan gadis itu dengan Estella. Berdua mereka sama-sama cantik, tapi memang aura Viona jelas lebih menyenangkan, disaat Estella nampak sulit didekati.
“Ah, jadi kamu ya … pemeran utama kita.”
“Apa?”