Ayra yang cerdas, pemberani dan sekaligus pembangkang, ingin sekali menentang wasiat ayahnya yang bertujuan menjodohkannya dengan putra sahabat baiknya, tapi berhubung orang yang meminta nya adalah sang ayah yang sudah sekarat, Arya tidak bisa menolak.
Sial, di hari pernikahannya, calon mempelai pria justru kabur meninggalkannya, hingga terpaksa digantikan oleh calon adik iparnya, yang bengis, dingin dan tidak punya hati.
Seolah belum cukup menderita, Ayra harus tinggal satu atap dengan mertuanya yang jahat jelmaan monster, yang terus menyiksa dirinya, membuatnya menderita, tapi di depan orang lain akan bersikap lembut pada Ayra agar tetap dianggap mertua baik. Hingga suatu hari, sang mertua yang memang tidak menyukai keberadaan Ayra, mengingat kalau gadis itu adalah putri dari mantan suaminya, meminta putranya untuk menikah dengan wanita lain yang tidak lain adalah mantan kekasih putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.angela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolong
"Ngadu apa kamu sama Dewa? Kamu pasti ingin mengadu domba kami, ya? Kamu pikir dengan mengadu pada Dewa, dia bakal bela kamu?" bentak Maya sembari menoyor kepala Ayra. Gadis itu sedang membantu Ijah mencuci piring.
Kemarin malam, Dewa yang berpapasan dengan ibunya di ruang tengah, mempertanyakan mengenai luka di tangan Ayra.
"Apa yang Mama lakukan pada gadis itu? Kenapa tangannya sampai terluka?" tanya Dewa menuntut penjelasan.
"Kamu bicara apa? Memangnya Ibu apakan dia? Apa dia mengadu padamu? Jangan bilang kalau kau sudah mulai peduli pada gadis kampung itu!" hardik Maya, merasa kesal karena Dewa mempertanyakan tindakannya. Semua yang dia lakukan adalah bentuk balas dendam, mewakili Dewa.
"Aku sama sekali bukan peduli padanya, tapi pada Mama. Kalau sampai hal ini sampai pada papa, Mama tahu sendiri apa akibatnya," ucap Dewa berlalu kembali ke kamarnya.
Dia memang tidak menyukai Ayra, itu sudah jelas dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Namun, Dewa bukan pria yang menyukai kekerasan, terlebih menyiksa seorang wanita. Dia yakin dengan sendirinya Ayra akan angkat kaki dari rumah ini setelah beberapa lama tidak dianggap sebagai istri dan sikap dingin Dewa akan membuatnya sadar bahwa tidak ada gunanya mempertahankan rumah tangga mereka.
Ayra menghentikan kegiatan, membasuh tangan lalu membalik badan agar bisa berhadapan dengan mertuanya.
Sejak Ayra berada di rumah itu, dua orang pelayan sebelumnya langsung dipecat. Maya tidak mau buang-buang uang kalau masih bisa memanfaatkan Ayra.
Pernah suatu kali, Dito bertanya, kemana dua orang pelayan mereka bersama tukang kebun, Mata menjawab mereka minta berhenti karena mau kembali ke kampung.
"Maaf, Bu. Aku gak pernah punya pikiran sepicik itu. Orang tua ku selalu mengajarkan ku untuk berlaku baik. Untuk apa aku mengadu pada Dewa, bukan kah baik dia atau pun ibu sama-sama tidak suka pada ku dan tidak menginginkan ku tinggal di sini?"
Maya mati kamus. Bibir Ayra memang setajam silet. Dia pikir kalau gadis dari desa, pasti akan menurut, menunduk saat dihukum, tapi nyatanya, Ayra berbeda, dia menolak untuk ditindas.
"Bisa gak mulut kamu itu dijaga?! Dasar gadis kampung gak punya sopan santun, memang kamu ya!"
Ayra memutar bola mata. Kalau terus menghadapi kegilaan Maya, bisa jadi dia menjadi ikut gila, kesabarannya sudah mulai menipis.
"Ini, kamu pergi belanja. Semua yang ada dalam list itu harus dapat, dan harganya sesuai yang sudah ada di situ!" Maya meletakkan secarik kertas bersama lima tiga lebar uang merah.
"Neng, sabar ya. Ibu memang kejam orangnya. Bibi jadi kasihan sama Neng, pengen benar nolongin, tapi bibi sendiri gak berani melawan ibu," ucap Ijah yang sejak tadi mencuri dengar di balik pintu samping. Segera keluar setelah mendengar langkah Maya yang meninggalkan dapur.
"Gak papa, Bi. Tenang aja, aku kuat kok. Gak bakal hancur dengan sikap jahat mereka," jawab Ayra tersenyum. "Aku ke pasar dulu, Bi," lanjutnya mengambil kertas dan uang itu.
Maya adalah perwujudan ibu mertua kejam, bak monster yang bernafsu untuk menyiksanya. Dia meminta Ayra untuk belanja keperluan dapur selama sebulan, tapi tidak mengizinkan sopir mengantarnya.
Suasana pasar pagi itu masih ramai, padahal sudah hampir jam sepuluh pagi. Satu persatu pesanan Maya yang ada dalam list dia cari. Hingga keranjang bawaannya semakin penuh. Tangannya sudah keram dan sakit hingga langkahnya pun melambat, tapi dia harus masih mencari lima lagi pesanan Maya.
Sebenarnya semua belanjaan dalam list itu bisa dengan cepat dia dapatkan, tapi karena tadi dia hampir kesasar, karena tidak tahu harus berhenti di pasar yang mana, untung tukang ojek membawanya ke pasar yang memang aman untuk belanja, tidak sampai disitu, dia juga harus mendapatkan harga barang sesuai perintah Maya.
Ayra berhenti di depan penjual beras merah. Dia diminta untuk membeli lima kilo. Setelah mendapatkan harga yang pas, Ayra bermaksud membayar, tapi saat merogoh sakunya, sisa uang dalam kantong tadi raib sudah. Wajah Ayra memucat. Habis lah dia kali ini. Bagaimana dia harus membayar beras itu? Dengan ginjalnya?
"Gimana, Mbak? Jadi beli, gak?" susul bapak penjual.
"Maaf, Pak. Duit saya hilang," ucapnya lemas.
Ayra pun tidak luput dari makian penjual, dianggap penipu, mau beli tapi gak punya uang.
Bagaimana dia pulang? Belum lagi sampai rumah pasti kena omel sama Maya. Ayra berjalan hingga ke depan, tempat orang menunggu angkutan. Dalam keadaan kalut, dan sedang memegang ponsel menimbang harus menghubungi siapa, dan saat lengah, seorang menjambret ponselnya dan membawa kabur.
"Maling... copet.... Jambret...." teriaknya meninggalkan belanjaan di tempat dia berdiri tadi lalu mulai mengejar pria itu. Bak di film India, Ayra terus mengejar, tidak akan membiarkan pria brengsek itu mengambil ponsel bututnya. Selain sayang pada ponsel itu, sebagai satu-satunya harta miliknya pemberian sang ayah, ada foto ayah dan ibunya di dalam chasing nya.
Ayra terus mengejar tanpa menyerah, hingga dari arah depan si penjambret, muncul pria yang memberikan satu hantaman pada rahang penjambret dan seketika jatuh ke tanah.
"Ini milikmu," ucap pria tampan yang sejak tadi memperhatikannya adegan kejar-kejaran itu. Pria itu menatap ponsel Ayra sebelum memberikan pada Ayra. Tanpa sadar senyum terukir di bibirnya. Heran, masih ada orang yang memakai ponsel sejadul itu.
"Terima kasih banyak, Mas," jawab Ayra ngos-ngosan.
"Kamu mengejar jampret itu hanya untuk mendapatkan ponsel itu?" tanya pria asing itu kembali tersenyum.
"Benar, memangnya kenapa? Apa karena ponsel ini cukup mengerikan? Asal anda tahu ini benda yang paling berharga bagi saya!" tegas Ayra sedikit tersinggung.
"Sorry, aku gak bermaksud menertawakan ponselmu. Justru aku salut melihat perjuangan mu. Aku Egi," ucap pria itu memperkenalkan dirinya.
"Aku Ayra," ucap Ayra menerima jabatan tangan Egi. "Kamu sepertinya orang baik, boleh aku menumpang?" lanjut Ayra tidak punya pilihan lain lagi.
salah kamar thor 🥰🥰🥰🥰
sebenarnya semua terjadi karena kurang ilmu agama menurutku.
ayra terlalu larut dg masa lalunya
dan Egi ...TDK berterus terang.
terjadilah peristiwa itu....
mungkin jodoh ay Ra sama dewa dan Egi dgn Fina.
keadaan lah yg membuatnya seperti itu.
terimakasih akibatnya
tanyakan pada dirimu ayra......
mungkin ini jodohmu.
terimakasih atas tidak terima
harus nurut PD suami.
kecuali kdrt.
4 bukan waktu yg sebentar BG seorang laki laki.
kalau dia selingkuh itu wajar
istrinya terlalu terjebak masa lalu.
kurang suka dg ayra karakternya.
jangan egois ayra ....
jalani aja biar waktu yg bicara
cinta TDK harus memiliki.
kalau bersama dewa ,Maya TDK menyukainya...
nanti timbul lagi masalah baru.
kalau dgn Egi...cinta Egi seluas samudra,ditonta baik.
kalau menurutku..
lebih baik dicintai....daripada mencintai...
kalau dapat dua duanya.
mencintai dan dicintai.
Krn ayra tidak mencintainya