Di sebuah kota yang tampak tenang, Alvin menjalani hidup dengan rutinitas yang seolah-olah sempurna. Seorang pria berusia awal empat puluhan, ia memiliki pekerjaan yang mapan, rumah yang nyaman. Bersama Sarah, istrinya yang telah menemaninya selama 15 tahun, mereka dikaruniai tiga anak: Namun, di balik dinding rumah mereka yang tampak kokoh, tersimpan rahasia yang menghancurkan. Alvin tahu bahwa Chessa bukan darah dagingnya. Sarah, yang pernah menjadi cinta sejatinya, telah berkhianat. Sebagai gantinya, Alvin pun mengubur kesetiaannya dan mulai mencari pelarian di tempat lain. Namun, hidup punya cara sendiri untuk membalikkan keadaan. Sebuah pertemuan tak terduga dengan Meyra, guru TK anak bungsunya, membawa getaran yang belum pernah Alvin rasakan sejak lama. Di balik senyumnya yang lembut, Meyra menyimpan cerita duka. Suaminya, Baim, adalah pria yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aufklarung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Hari itu, suasana di rumah terasa sedikit berbeda. Setelah percakapan hangat mengenai kuliah Rey di Singapura, tiba-tiba Meyra, yang sudah duduk di kursi, tampak termenung. Ia menatap keluar jendela, melihat hujan rintik-rintik turun dengan lembut, seakan ikut meresapi perasaan hatinya. Lalu, dengan suara pelan, ia berkata, “Sebelum pergi ke Singapura, tolong pergi ke makam Mama Sarah, ya. Setidaknya, kunjungi. Sudah satu tahun kita tidak ke makam Mama Sarah.”
Rey menatap mommy nya, melihat mata Meyra yang sedikit berkaca-kaca. Kemudian, dengan senyum lembut dan penuh kasih, Rey berkata, “Baiklah, mommy ku yang cantik, tak terkalahkan.” Ia berkata pada Meyra
Namun, Alvin, yang sejak tadi diam, tiba-tiba merubah ekspresinya. Wajahnya terlihat sedikit cemburu dengan kata-kata Rey. Ia menatap anaknya dengan mata tajam, seolah mempertanyakan sesuatu. “Apa maksud kata-katamu, Rey?” Alvin bertanya, suaranya terdengar agak serak, sedikit tidak sabar.
Rey yang melihat tatapan ayahnya hanya mengangkat alis dan memutar bola matanya. “Astaga, si papi! Posesifnya nggak berubah ya, dari dulu sampai sekarang. Sama anak sendiri pun cemburu,” jawab Rey sambil tersenyum nakal, merasakan ada sedikit kehangatan dalam suasana yang mulai sedikit canggung itu.
Meyra yang mendengar percakapan mereka segera menyelamatkan situasi dengan tertawa ringan. “Astaga, papi. Rey hanya memuji mommy-nya, kok,” kata Meyra, berusaha melerai ketegangan antara suami dan anaknya.
Rey, yang merasa sedikit terhibur dengan reaksi ibunya, melanjutkan dengan nada bercanda, “Papi, mommy itu bukan perempuan yang bisa berpaling ke lain hati. Mommy itu bucin sama suaminya yang tua ini,” katanya sambil tertawa lebar, mencoba meringankan suasana.
Alvin yang mendengar kata-kata Rey hanya diam saja. Matanya masih memandang dengan tatapan penuh kasih kepada Meyra. Meskipun sedikit cemburu, ia tahu betul bahwa hubungan mereka sudah begitu kuat, dan tak ada yang bisa mengubahnya. “Iya, iya,” jawab Alvin akhirnya, sambil tersenyum tipis. Ia merasa malu karena terbawa perasaan, namun hatinya tetap bangga melihat anak-anaknya yang selalu memperhatikan mommy nya dengan begitu penuh kasih sayang.
Meyra menoleh ke Alvin, dan dengan senyum lembut, ia berkata, “Papi, Rey hanya bercanda. Dia tahu betapa papi dan mommy saling mencintai. Jangan cemburu terus, ya.” Meyra menggenggam tangan Alvin, memberikan kehangatan yang hanya bisa diberikan oleh seorang istri kepada suaminya.
Rey, yang melihat keduanya, merasa bahagia. Meskipun terkadang ada sedikit kekocakan dalam keluarga mereka, ia tahu bahwa cinta yang ada di dalam rumah ini sangat kuat. Ia merasa diberkati memiliki orang tua yang saling mendukung dan mengasihi satu sama lain, begitu juga kepada dirinya dan adiknya, Rheana.
Alvin menghela napas panjang, lalu dengan senyuman khasnya, ia berkata, “Baiklah, kalau kamu sudah bilang begitu. Tapi ingat, kamu ini masih anak laki-laki mommy, jadi tetap harus menghormati mommy dan papi, ya.”
Rey tertawa lagi, “Tentu, Papi. Tapi kalau aku sudah jadi CEO nanti, kamu nggak perlu khawatir. Aku yang akan bayar semua tagihan makan malam.” Ia melirik Meyra dengan penuh kasih sayang, membuat mommy dan papi nya tersenyum.
Sebelum mereka melanjutkan obrolan, Meyra menambahkan dengan suara lembut, “Terima kasih, Rey. Mommy dan papi sangat menghargai keputusanmu untuk mengunjungi kuburan Mama Sarah. Itu penting bagi kami. Kami ingin memastikan bahwa meskipun kita sibuk dengan kehidupan, kita tidak pernah melupakan mereka yang telah pergi.”
Rey mengangguk, perasaan hatinya tiba-tiba menjadi lebih tenang. “Iya, Mommy. Aku akan pergi setelah selesai persiapannya. Kita pasti selalu ingat Mama Sarah.”
Rheana dan Cessa yang sejak tadi duduk di pojok ruang tamu hanya bisa saling bertukar pandang, tertawa kecil, dan terkekeh mendengar percakapan antara Rey, Meyra, dan Alvin. Mereka berdua tampak bingung sekaligus geli dengan suasana yang terjadi.
Rheana yang tidak bisa menahan tawa akhirnya mengeluarkan komentar, “Papi ini ada-ada aja, ya, Mom?” katanya sambil menahan tawa, matanya tak bisa berhenti melirik ke arah ayahnya yang sedang berbicara serius dengan Rey.
Cessa yang sejak tadi hanya diam, akhirnya ikut bicara dengan suara yang agak lucu, “Aku sih nggak ngerti, kenapa sih Papi harus cemburu sama Kak Rey? Padahal kan Kak Rey udah besar, kenapa harus ada rasa cemburu kayak gitu?” tanyanya, matanya mengedipkan pandangan heran.
Meyra terkekeh, lalu memandang kedua putrinya dengan penuh kasih. “Kamu berdua itu memang lucu-lucu. Papi itu sebenarnya sayang banget sama Mommy dan Kak Rey, cuma kadang cara dia nggak bisa dipahami. Dia kan pria yang nggak suka menunjukkan perasaannya dengan mudah.”
Rheana dan Cessa masih belum bisa menahan tawa, tetapi mereka paham maksud ibunya. “Tapi kenapa sih, Mom, Papi harus selalu merasa cemburu gitu?” tanya Rheana lagi, kali ini lebih penasaran.
Meyra tertawa kecil, “Papi itu tipe orang yang sangat melindungi, apalagi sama keluarga kita. Dia hanya ingin melihat Mommy dan Rey selalu aman, dan kadang itu membuatnya sedikit berlebihan. Tapi, kalau kalian perhatikan, dia juga orang yang sangat baik dan penuh perhatian.”
Rheana dan Cessa saling melirik dengan cengiran di wajah mereka. “Iya, tapi jadi lucu banget, deh, Papi tuh kalau udah kayak gitu,” kata Cessa sambil tertawa.
Meyra mengangguk setuju, “Memang, kadang kelakuan Papi itu bikin kita semua tertawa. Tapi, itulah cara dia menunjukkan cinta, meski agak berlebihan.”
Rheana berpikir sejenak, lalu berkata, “Hmm, berarti nanti kalau aku punya pacar, Papi bakal cemburu juga ya?” tanyanya dengan nada menggoda.
Meyra tersenyum lebar. “Pasti. Papi itu memang begitu, dan aku rasa dia akan sangat protektif sama kalian, apalagi kalau kalian sudah mulai besar dan punya hubungan serius. Tapi itu karena dia cinta sama kalian, bukan karena nggak percaya.”
Akhirnya, suasana di ruang tamu menjadi lebih santai dan penuh tawa. Rheana dan Cessa merasa lega setelah mendengar penjelasan ibunya tentang Papi yang kadang cemburu berlebihan. Meskipun demikian, mereka tahu bahwa di balik segala kekhawatiran dan proteksi itu, ada cinta yang tak terhingga dari kedua orang tua mereka.
Halo, Pembaca Setia! ✨
Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca cerita ini. Dukungan kalian sangat berarti dan membantu saya untuk terus berkarya!
Jika kalian menikmati cerita ini, ada beberapa cara untuk mendukung saya:
🌟 Beri Komentar & Like – Komentar kalian memberikan semangat dan inspirasi bagi saya untuk terus menulis!
🌟 Tambahkan ke Perpustakaan – Dengan menambahkannya ke perpustakaan, kalian membantu meningkatkan popularitas cerita ini.
🌟 Bagikan ke Teman – Cerita ini akan semakin berkembang jika lebih banyak orang tahu!
🌟 Berikan Hadiah atau Tip – Jika kalian ingin mendukung lebih jauh, hadiah dari kalian akan membantu saya secara langsung dan mendorong saya untuk lebih produktif.
✨ Dukungan sekecil apapun berarti besar dan bisa membantu cerita ini mencapai lebih banyak pembaca. Mari kita lanjutkan perjalanan cerita ini bersama-sama! ✨
Salam Hangat dari saya😘😘