NovelToon NovelToon
Agent UnMasked

Agent UnMasked

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Mata-mata/Agen / Roman-Angst Mafia
Popularitas:497
Nilai: 5
Nama Author: mommy JF

“Namamu ada di daftar eksekusi,” suara berat Carter menggema di saluran komunikasi.

Aiden membeku, matanya terpaku pada layar yang menampilkan foto dirinya dengan tulisan besar: TARGET: TERMINATE.

“Ini lelucon, kan?” Aiden berbisik, tapi tangannya sudah menggenggam pistol di pinggangnya.

“Bukan, Aiden. Mereka tahu segalanya. Operasi ini… ini dirancang untuk menghabisimu.”

“Siapa dalangnya?” Aiden bertanya, napasnya berat.

Carter terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, “Seseorang yang kau percaya. Lebih baik kau lari sekarang.”

Aiden mendengar suara langkah mendekat dari lorong. Ia segera mematikan komunikasi, melangkah mundur ke bayangan, dan mengarahkan pistolnya ke pintu.

Siapa pengkhianat itu, dan apa yang akan Aiden lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18: Aksara Mulai Berjalan

Keputusan ini bukanlah hal yang mudah bagi Aksara, terlebih ketika harus meninggalkan Aliyah. Namun ia tahu, perjalanan ini terlalu berbahaya untuk membawa serta seseorang yang ia sayangi. Dengan penuh keyakinan, Aksara berdiri di hadapan Oberoi dan Aliyah, wajahnya tegas, meski hatinya bergejolak.

“Aku akan pergi sendiri,” kata Aksara sambil menatap mata Aliyah yang mulai memerah.

Aliyah menggeleng, air matanya mulai mengalir. “Aku tidak bisa membiarkanmu pergi sendirian, Aksara. Aku ingin ikut. Aku tidak peduli bahaya apa pun itu.”

Oberoi yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. “Aliyah, dengarkan aku. Kau sudah melakukan banyak hal sejauh ini. Jika kau ikut, bukan hanya dirimu yang dalam bahaya, tapi juga akan menghambat Aksara. Percayalah, dia tahu apa yang harus dilakukan.”

Aliyah menunduk, kedua tangannya bergetar. Ia sadar apa yang dikatakan Oberoi ada benarnya, tapi hati kecilnya tidak rela berpisah begitu saja. Aksara maju, menggenggam tangan Aliyah dengan lembut.

“Aliyah,” suara Aksara lirih namun tegas, “aku ingin kau hidup. Jika sesuatu terjadi padaku, aku tidak ingin kau berhenti melanjutkan hidupmu. Ini... untukmu.”

Aksara mengeluarkan beberapa batang emas dari dalam tasnya dan menyerahkannya kepada Aliyah. “Jika aku tidak kembali dalam waktu yang kita sepakati, gunakan emas ini untuk hidup. Jangan menungguku. Jangan mengorbankan masa depanmu hanya untuk seseorang seperti aku.”

Aliyah terisak, tetapi ia menerima emas itu dengan tangan bergetar. “Kenapa kau harus berkata seperti itu, seolah-olah kau tidak akan kembali?”

Aksara tersenyum tipis. “Aku hanya ingin berjaga-jaga. Aku ingin kau tahu, jika aku selamat, aku pasti akan kembali padamu. Dan jika waktu tidak berpihak padaku… maka ini adalah salam perpisahan terakhirku.”

Kata-kata itu begitu menusuk hati Aliyah. Tangisannya semakin deras, sementara Oberoi menepuk bahu Aksara, memberi isyarat bahwa sudah waktunya pergi.

“Jaga Aliyah,” pinta Aksara pada Oberoi. “Aku percayakan semuanya padamu.”

Oberoi mengangguk dengan serius. “Hati-hati di luar sana. Kau tahu ini bukan perjalanan biasa.”

Setelah persiapan lengkap, termasuk senjata dan peralatan canggih yang diberikan oleh Oberoi, Aksara melangkah keluar, meninggalkan Aliyah yang masih berdiri mematung dengan mata penuh air mata.

“Pergilah, Aksara. Dan kembalilah dengan selamat,” bisik Aliyah pelan, meski ia tahu Aksara mungkin tidak lagi mendengar suaranya.

Langkah demi langkah terasa berat bagi Aksara. Namun ia tahu, ini adalah jalan yang harus ditempuh. Di luar sana, ancaman nyata menantinya, tetapi ia sudah siap menghadapi apa pun.

***

Di ujung jalan yang gelap dan sunyi, Aksara menoleh sekali lagi ke arah tempat persembunyian mereka, seolah mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya. Dengan tekad yang membara, ia melanjutkan perjalanan menuju titik temu yang sudah ditentukan. Langkahnya mantap meski pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan buruk.

Tiba-tiba, alat komunikasinya berbunyi. Sebuah pesan masuk dengan nada yang khas, pesan yang tidak terdaftar dalam sistem biasa. Matanya menyipit saat membaca isi pesan yang hanya terdiri dari satu kalimat:

“Kau sudah terlambat. Mereka sudah menemukanmu.”

Jantung Aksara berdegup kencang. Ia langsung siaga, tangan kanannya meraih senjata di pinggangnya, sementara pikirannya berpacu liar. Siapa yang mengirim pesan ini? Apakah ini jebakan, ancaman, atau justru peringatan dari seseorang yang diam-diam mengawasi pergerakannya?

Ia berhenti sejenak, menajamkan pendengaran. Hening. Hanya suara angin malam yang menggoyangkan ranting-ranting pohon di sekitarnya. Namun Aksara tahu lebih baik daripada mengandalkan kesunyian sebagai tanda aman. Mereka bIsa berada di mana saja, mengintai dari balik kegelapan.

“Siapa mereka?” gumam Aksara, mencoba menganalisis situasi. Ia tahu, lawan yang dihadapinya bukanlah musuh biasa. Jika pesan itu benar, artinya langkahnya telah diawasi sejak awal, dan seseorang kini berada lebih dekat daripada yang ia duga.

Ia memeriksa ulang alat pelacak yang dibawanya, memastikan tidak ada sinyal yang bocor atau alat yang bisa mengungkap posisinya. Namun hasilnya nihil, semua perangkat dalam kondisi aman. Ini membuatnya semakin waspada.

“Kau pikir aku akan jatuh dalam permainan kalian?” bisik Aksara dingin. Ia melangkah pelan, lebih hati-hati, matanya terus mengawasi setiap sudut jalan di depannya.

Beberapa menit berlalu, dan ia tidak menemukan siapa pun. Tapi ketegangan tidak mereda—justru semakin memuncak. Di tengah suasana yang mencekam, tiba-tiba terdengar bunyi langkah kaki yang berat dari kejauhan, seperti seseorang sengaja mendekat dengan perlahan.

Aksara menyembunyikan dirinya di balik rerimbunan pohon, tangannya menggenggam erat senjata yang telah diatur dalam mode senyap. Dari balik dedaunan, ia melihat bayangan seseorang yang berjalan mendekat. Sosok itu mengenakan mantel panjang, wajahnya tertutup tudung gelap.

“Siapa dia?” pikir Aksara, sambil menahan napas. Ia tidak bisa gegabah menyerang, tetapi juga tidak mungkin tetap diam terlalu lama. Sosok itu berhenti tepat di depan tempat persembunyiannya, lalu menunduk seolah-olah sedang mencari sesuatu.

Ketegangan mencapai puncaknya saat sosok itu berbicara, suaranya rendah namun tajam, “Aksara, aku tahu kau di sini. Keluar, atau aku akan memanggil mereka.”

Aksara terkejut. Bagaimana orang ini tahu namanya? Apakah ini orang yang sama yang mengirimkan pesan tadi, atau ada pihak lain yang terlibat?

Dengan napas tertahan, ia memutuskan untuk mengambil risiko. Perlahan, ia keluar dari persembunyiannya, senjatanya tetap terarah ke depan. Sosok itu mengangkat tangan, menunjukkan bahwa ia tidak bersenjata.

“Aku hanya pembawa pesan,” kata sosok itu dengan tenang. “Aku datang untuk memperingatkanmu. Jika kau melangkah lebih jauh, mereka tidak akan membiarkanmu hidup.”

“Siapa kau sebenarnya?” tanya Aksara dingin, tidak menurunkan senjatanya sedikit pun.

Sosok itu melepas tudungnya, memperlihatkan wajahnya yang ternyata adalah seseorang yang tidak asing bagi Aksara. Wajah itu, meskipun telah menua, adalah wajah yang pernah ia lihat bertahun-tahun lalu, di markas lama kelompoknya.

“Drake?” Aksara terperangah.

“Ya,” jawab Drake dengan nada berat. “Aku tahu kau mencariku, tapi ini bukan waktunya untuk banyak bicara. Kita harus pergi dari sini sebelum mereka datang.”

“Siapa yang kau maksud dengan mereka?” desak Aksara, masih tidak sepenuhnya percaya pada Drake.

“Orang-orang yang sama yang membuat hidupmu berantakan. Orang-orang yang sekarang juga mencarimu karena mereka tahu, kau adalah kunci untuk membuka rahasia terbesar mereka.”

Aksara mengernyit, mencoba memahami maksud Drake. Namun sebelum ia sempat bertanya lebih lanjut, terdengar suara kendaraan mendekat dari kejauhan. Drake segera menarik lengan Aksara.

“Tidak ada waktu. Jika kau ingin hidup, ikut aku sekarang!” katanya tegas.

Aksara ragu sejenak, tetapi nalurinya berkata bahwa Drake bisa dipercaya, setidaknya untuk saat ini. Dengan cepat, mereka berlari menembus kegelapan malam, meninggalkan tempat itu sebelum para pengejarnya tiba.

Sementara itu, dari kejauhan, sebuah kendaraan berhenti. Beberapa pria berseragam hitam turun, membawa senjata canggih yang dirancang khusus untuk melumpuhkan target hidup-hidup. Salah satu dari mereka mengamati jejak kaki di tanah, lalu berbicara melalui alat komunikasinya.

“Mereka baru saja pergi. Lanjutkan pencarian. Kita harus menangkap mereka sebelum fajar.”

***

Apa yang sebenarnya Drake ketahui tentang rahasia kelompok itu? Dan bisakah Aksara mempercayainya di tengah bahaya yang semakin dekat? Jawaban dari pertanyaan ini masih menjadi teka-teki yang harus dipecahkan…

Bersambung.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Hi semuanya, jangan lupa like dan komentarnya ya.

Terima kasih.

1
Aleana~✯
hai kak aku mampir....yuk mampir juga di novel' ku jika berkenan 😊
Erik Andika: mampir di channel ku kak kalo berkenan juga
ziear: oke kak
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!