Novel ini menggunakan POV 1 (Lydia). Apabila ada yang mengatakan arti keluarga adalah motivator terbaik, tempat memberikan ketenangan, tempat bersandar paling nyaman. Nyatanya itu semua tidak di dapatkan oleh Lydia. Ia terpaksa mengambil keputusan bekerja menjadi pembantu. Bukan karena dia kekurangan uang, hanya saja Lydia merasa bahwa rumah masa kecilnya sudah tidak senyaman dulu.
Lydia adalah anak sulung dari tiga bersodara, usianya kini sudah 36tahun, tiga adik perempunya sudah menikah. Hanya ia sendiri yang belum menemukan jodohnya. Gunjingan dari tetangganya terus ia dengar hingga ia tidak kerasa lagi tinggal dikampung halamannya dan juga keluarga. Mirisnya lagi bukan hanya tetangga, tetapi ketiga adiknya pun seolah memusuhi dirinya dengan alasan ia akan merebut suami mereka. Rumah dan lingkungan yang dulu nyaman, kini menjadi tempat yang ingin ia hindari.
Mampukah Lydia mendapatkan arti keluarga yang sesungguhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ocybasoaci, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pekerjaan Yang Berat
"Ayuk Sayang kita masuk!" Majikan aku menarik pundak aku dan menempelkan dagunya di atas kepala, membuat untuk sesaat tubuhku beku. Aku mengayunkan kaki mengikuti langkah Aarav dengan jantung yang hampir loncat. Sungguh sempurna sandiwara ini. Itu yang ada dalam pikiranku.
Aku bisa melihat dari ekor mataku, bagaimana marahnya Mbak Siska terlebih ketika majikan aku membukakan pintu mobil untukku, padahal kita tinggal masuk pagar dan aku sudah bisa masuk dengan jalan kaki, tetapi justru majikan aku membuat adegan tambahan yang membuat sandiwara kami seolah benar-benar nyata. Wajah Mbak Siska bahkan terlihat sangat merah ketika aku diperlalukan selayaknya putri keraton.
Mobil pun perlahan melaju meninggalkan mantan istri dari majikan aku, aku bisa melihat dari kaca sepion tengah Mbak Siska beberapa kali kakinya menghentakan aspal, menandakan bahwa dalam dadanya sangat kesal.
"Udah biarkan, dia memang seperti itu. Bersyukur aku bisa lepas dari wanita itu. Oh, iya ngomong-ngomong terima kasih yah, rencana kita berhasil." Aarav terlihat sangat bahagia, sedangkan aku memalingkan wajahku melihat Aarav yang terus terseyum.
Batinku bergemuruh hebat, dalam hatiku langsung melayangkan protes dengan ucapan Aarav yang menyebut 'kita'. Sejak kapan aku dan dia terlibat rencana, bukankah rencana ini murni ide dari dia. Ah, ingin rasanya aku marah dengan laki-laki tampan yang saat ini duduk di sampingku.
Aku pun hanya bisa tersenyum, lagi-lagi aku tidak punya kuasa untuk marah pada majikan aku. Otakku menepis ketakutan yang mungkin saja akan muncul masalah baru, dengan terbongkarnya hubungan pura-pura ini, dan wanita seksi itu akan marah.
Namun aku mencoba berpikir santai toh ini semua adalah masalah Aarav jadi kenapa aku yang dibuat khawatir dengan masalah yang belum tentu terjadi.
Aku mengambil tas yang ada di kursi penumpang tengah dan turun mengikuti majikan aku, pertama-tama aku dikenalkan dengan security yang berjaga yaitu Pak Darso yang bisa aku tebak, mungkin sekitar kepala lima, dan kata majikan aku nanti ada satu lagi security yang berjaga sebagai ganti Shift dengan Pak Darso itu adalah Pak Maman. Setelah aku berkenalakn dengan Pak Darso aku pun kembali mengayunkan kaki untuk mengikuti Aarav masuk ke rumah yang lagi-lagi mewah, hanya saja aku melihat kurang terawat.
Rumah besar dengan dua lantai dan model yang modern minimalis terlihat kurang menarik karena banyaknya rumput tinggi dan debu.
Mungkin karena memang majikan aku yang selalu sulit menemukan asisten rumah tangga yang pas, sehingga rumahnya tidak ada yang membersihkan. Bi Lastri juga sempat berkata, sudah hampir dua minggu rumah majikan aku tanpa asisten rumah tangga yang membersikan rumahnya. Bayangkan rumah besar dua minggu tidak di bersihkan, otakku langsung berdenyut.
Glek!! Aku menelan salivaku ketika memikirkan pekerjaan yang sedikit berat, itu karena rumah majikan aku ternyata dalamnya lebih berantakan lagi. Aku akui rumahnya memang bagus luas bahkan ada kolam renang dan wahana bermain anak, hingga aku menduga kalau majikan aku sudah punya anak bersama dengan mantan istrinya yaitu Mbak Siska. Namun sayang, berantakan sekali rumahnya.
Aku memejamkan mataku dengan kuat, membayangkan tugas-tugas yang berat, dan juga dalam otakku sudah mulai menyusun rencana dari mana harus mulai bekerja.
"Rumah aku memang sedikit berantakan, itu karena dalam waktu beberapa bulan ini aku kurang fokus mengatur rumah dan Bibi yang bertugas membersikan rumah pun berganti-ganti, tapi kamu kerjakan semua ini pelan-pelan saja, jangan terlalu cape dan harus selesai dalam waktu singkat, santai saja karena kalau kamu kecapean malah sakit aku yang repot lagi," ucapnya membuat aku sedikit lega, cara majikan aku berbicara sebenarnya sangat lembut dan enak di dengar, sehingga membuat aku cukup nyaman bekerja dengan dia padahal ini adalah pertemuan pertama.
Aku masih teringat ucapan Bi Lastri dan juga Nyonya Misel serta teman-teman satu profesiku yang mengatakan majikan aku itu cukup sulit untuk diambil hatinya, tetapi aku justru merasakan majikan aku itu ramah dan baik. Bersyukurlah aku karena ternyata ketakutan aku tidak terbukti.
"Baik Tuan, ngomong-ngomong kamar saya di mana?" tanyaku biar aku merapihkan pakaianku dulu dan setelah itu mungkin aku sedikit merapihkan rumah, sebelum tidur saat ini baru hampir magrib, lumayan aku bisa gunakan untuk bekerja sebentar sebelum istirahat, dan di lanjutkan dengan kegiatan esok hari.
"Sebenarnya kamar pembantu ada di samping kolam ikan itu, (Aarav menunjuk kolam ikan) tapi kamu sebaiknya jangan tidur di kamar itu, aku takutnya Siska datang dan tahu kamu tidur di kamar pembantu terbongkar dong rencana kita. Jadi kamu ikut aku, kamu akan tidur di samping kamar aku, di mana kamar itu adalah kamar yang diperuntukan untuk anak aku." Majikan aku kembali menganyunkan kakinya menuju lantai dua. Dan aku di minta tidur di kamar anaknya yang kata dia ada pintu penghubung di dalam, sehingga kalau Mbak Siska datang bisa berpura-pura tidur dalam satu kamar.
#Ah modus sekali kamu, Aarav!! Dasar bandit kau wahai kaum Adam!! Awas ajah berani main-main, othor sentil lato-lato kamu!
Glekk!!! Lagi, aku menelan saliva kasar, tidak menyangka aku dan majikanku jaraknya sangat dekat, dan aku juga tidur di kamar anaknya. Mana ada pintu doraemon lagi.