Nia tak pernah menduga jika ia akan menikah di usia 20 tahun. Menikah dengan seorang duda yang usianya 2 kali lipat darinya, 40 tahun.
Namun, ia tak bisa menolak saat sang ayah tiri sudah menerima lamaran dari kedua orang tua pria tersebut.
Seperti apa wajahnya? Siapa pria yang akan dinikahi? Nia sama sekali tak tahu, ia hanya pasrah dan menuruti apa yang diinginkan oleh sang ayah tiri.
Mengapa aku yang harus menikah? Mengapa bukan kakak tirinya yang usianya sudah 27 tahun? Pertanyaan itu yang ada di pikiran Nia. Namun, sedikit pun ia tak berani melontarkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernikahan Nia
Malam hari Nia mengurung diri di kamar, ia tak ikut untuk makan malam karena perjodohan itu. Dita merasa bersalah karena adiknya itu mengorbankan kebahagiaanhya untuk menyelamatkan perusahaan yang selama ini menjadi sumber penghasilan.
Dari perusahaan itulah mereka bisa tumbuh dan mendapatkan kemewahan selama ini
"Ayah, apa tak ada jalan lain selain menikahkan Nia dengan Faris?" ucap Dita di tengah acara makan malam mereka yang tanpa Nia.
"Apa maksudmu, Nak? Semua sudah ditentukan, Nia akan menikah bulan depan jika Ayah membatalkannya sekarang itu sudah tak mungkin," ucap Seno. Ia juga merasa bersalah pada putrinya walau Nia sudah menyetujuinya. Namun, tetap saja ada perasaan sedih di hatinya, ia melihat kursi yang kosong, kursi itu biasanya selalu diisi oleh anak tirinya itu. Namun, tidak untuk malam ini, Seno hanya menghela nafas menggambarkan bagaimana perasaannya saat ini. Intan juga sejak tadi hanya diam, sesekali ia mengusap air matanya. Walau ia tak mengatakan rasa sakit di hatinya. Namun, Dita dan juga Seno tahu orang yang paling bersedih akan hal ini adalah Intan, Ibu dari Nia.
Setelah makan malam, Dita menghampiri adiknya di kamarnya. "Apa boleh Kakak masuk?" ucap Dita membuat Nia yang sedang termenung di kamarnya pun mengangguk. Dita masuk menghampiri Nia dan duduk di sampingnya.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya, Nia hanya kembali mengangguk. Namun, Dita bisa melihat jika raut wajah sedih terpancar jelas di wajah adiknya itu.
"Kalau kamu memang tak mau, kamu masih bisa membatalkannya, ini hidupmu. Jangan hanya karena mempertahankan perusahaan Ayah kamu menghancurkan hidupmu ini ya," ucap Dita menggenggam tangan adiknya.
"Sudahlah, Kak. Aku hanya ingin sendiri malam ini, masalah pernikahan itu semua akan terjadi. Aku sudah mengambil keputusan, lagian aku sudah bertemu dengan Faris, dia tak seburuk yang aku bayangkan. Walaupun memang dia sedikit kaku dan aku merasa takut dengannya," jawab Nia pelan.
Dita hanya menatap mata adiknya, ia juga tahu jika keputusan itu sudah tak bisa diganggu gugat lagi, jika membatalkannya sama saja mencari masalah dengan keluarga calon mertua adiknya itu.
"Ya udah, Kakak doakan semoga ini adalah keputusan yang tepat dan kamu bisa bahagia dengannya," ucap Dita sebelum ia keluar dari kamarnya. Setelah Dita keluar, Intan juga masuk ke kamar putrinya, ia langsung memeluk anaknya dan terisak.
"Maafkan, Ibu Nak. Ibu sudah menempatkanmu pada situasi yang sulit, tapi Ibu tak punya pilihan lain," ucap Intan masih memeluk erat putrinya.
"Sudah lah, Bu. Tak apa-apa ini sudah keputusan Nia, doakan saja semoga Nia bahagia dengan pernikahan ini," ucapnya yang mencoba menghibur ibunya. Ia mengusap air matanya sendiri, tak ingin membuat ibunya semakin sedih dengan melihat air matanya. Intan menatap intens pada putrinya.
"Nak, Ibu bertanya sekali lagi padamu, tolong jawab yang jujur. Jangan hanya karena ingin ikut membantu beban ayahmu kamu menerima pernikahan ini. Apa kamu yakin akan melanjutkan pernikahan ini?" tanya ibu sambil memegang kedua pipi putrinya. Nia pun mengangguk.
"Bismillah, Bu. Aku yakin," ucapnya membuat Intan pun kembali memeluk putrinya itu.
"Baiklah, doa terbaik Ibu berikan padamu, Nak. Kamu memang anak yang baik, anak yang patuh, Ibu bangga padamu," ucap Intan mengusap rambut putrinya dengan lembut dan penuh kasih sayang.
Sebulan kini telah berlalu, semua persiapan pernikahan sudah selesai tinggal tiga jam lagi acara akad nikah.
Saat ini Nia sudah tampil cantik dengan balutan busana pengantin yang dikenakannya. Calon suaminya bukanlah orang sembarangan membuat pesta yang sudah disiapkan merupakan pesta yang sangat megah.
Banyak tamu undangan yang sudah berdatangan, termasuk kedua mempelai dan juga semua keluarga besar.
Septian sengaja menyewa gedung untuk acara tersebut.
Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba, sudah saatnya Nia duduk di samping calon suaminya, begitupun dengan Faris. Ia pun sudah duduk di depan penghulu walau, ini adalah ijab kabul keduanya tetap saja ada perasaan gugup di hati Faris.
Faris melihat ke arah ayah dan ibunya, ia bisa melihat senyum bahagia di wajah keduanya. Tak lama kemudian, Nia pun datang diapit oleh kedua orang tuanya dan didudukkan di sampingnya. Faris terdiam saat disuguhkan dengan pemandangan yang sangat indah hari ini, ia akui jika calon istrinya itu begitu cantik dengan balutan gaun pengantin yang begitu indah.
"Maaf, Pak Faris. Apa bisa kita mulai?" sahut penghulu membuat Faris yang sejak tadi tanpa sadar memperhatikan calon istrinya itu pun melihat ke arah penghulu.
"Iya, Pak. Silakan dimulai," ucapnya. Pak penghulu pun mulai mengikrarkan ijab kabul dan langsung dijawab oleh Faris dengan satu tarikan nafas dan juga suara yang tegas dan lantang.
Kata sah menggemah di gedung itu, kedua saksi dan seluruh undangan ikut mengatakan satu kata yang mengubah status keduanya.
Faris bernafas lega, walau dia terlihat santai. Namun, ia sangat gugup. Hari ini statusnya yang sudah disandangnya 10 tahun lebih sebagai seorang duda kini kembali berstatus sebagai seorang suami. Ada sebuah harapan besar di hatinya, semoga pernikahannya ini adalah pernikahan terakhir dan akan langgeng selamanya.
Walau awalnya dia ragu mengingat usia mereka sangat jauh berbeda dengannya. Tapi, entah mengapa sejak pertama melihat sosok wanita itu, hatinya yang dulu kaku dan tak pernah merasakan perasaan cinta yang sudah lama di kuburnya, kembali dirasakannya. Ia melirik ke arah Nia yang sejak tadi hanya terdiam, ia tahu di situasi ini, pasti Nia sedih dengan pernikahan yang terpaksa ini.
'Aku tahu Nia, kau terpaksa menikah denganku. Tapi, aku akan membuatmu bahagia, aku akan membuatmu juga merasakan cinta yang sama seperti yang aku rasakan padamu,' batin Faris berjanji pada dirinya sendiri walau, ada rasa takut di hatinya jika Nia sampai kembali menghianatinya seperti apa yang dilakukan oleh istrinya yang terdahulu. Namun, ia tak akan jatuh pada lubang yang sama. Kali ini, ia akan menjaga istrinya dengan baik, tak akan membiarkan siapapun merebut Nia darinya. Biarlah dia yang mencintainya terlebih dahulu.
Faris tak akan membuat siapapun merusak pernikahannya kali ini, termasuk Nia sendiri ia tak akan membiarkan Nia menghianati pernikahan mereka walau, ia harus bertindak tegas nantinya.
Acara inti pun selesai, dilanjutkan dengan acara untuk menerima tamu. Faris sengaja merangkaikan acara ijab kabulnya dengan acara penerimaan tamu, sehingga hanya sekali saja mereka akan menyambut para tamu dan semua akan selesai saat sore nanti.
Ini adalah pernikahan keduanya, membuat Faris pun meminta kepada ayah dan ibunya untuk tak mengundang banyak tamu, hanya benar-benar tamu-tamu penting saja.
Tak begitu banyak tamu yang hadir , jam 03.00 sore acara sudah selesai. Para tamu undangan yang diundang telah menghadiri acara tersebut, seluruh keluarga pun bersiap untuk pulang termasuk Faris dan juga Nia yang sudah resmi menjadi istri dari seorang Faris, mau tak mau harus mengikuti kemana suaminya pergi. Nia memeluk erat ibunya.
"Semoga kamu bahagia, Nak," bisik Intan di telinga putrinya. Ada rasa sedih di hati sang ibu saat mengetahui hari ini ia akan berpisah dengan putrinya. Putri yang sudah dilahirkannya itu harus ikut bersama dengan suaminya di kediaman mereka.
Nia dan Faris naik ke dalam mobil yang sudah dipersiapkan. Mobil yang sudah dihias dengan sebuah pita besar di depannya, serta karangan bunga yang begitu indah. Keduanya pun naik dan melambailan tangan pada semua keluarga hari ini.
Faris sengaja tak pulang ke kediaman mereka, ia sudah menyiapkan apartemen untuk mereka berdua, untuk satu bulan ini Faris berencana akan tinggal di apartemennya agar ia dan Nia bisa mendekatkan diri sebelum membawa Nia ke kediaman keluarga besarnya.