Hanya karena Fadila berasal dari panti asuhan, sang suami yang awalnya sangat mencintai istrinya lama kelamaan jadi bosan.
Rasa bosan sang suami di sebabkan dari ulah sang ibu sendiri yang tak pernah setuju dengan istri anaknya. Hingga akhirnya menjodohkan seseorang untuk anaknya yang masih beristri.
Perselingkuhan yang di tutupi suami dan ibu mertua Fadila akhirnya terungkap.
Fadila pun di ceraikan oleh suaminya karena hasutan sang ibu. Tapi Fadila cukup cerdik untuk mengatasi masalahnya.
Setelah perceraian Fadila membuktikan dirinya mampu dan menjadi sukses. Hingga kesuksesan itu membawanya bertemu dengan cinta yang baru.
Bagaimana dengan kehidupan Fadila setelah bercerai?
Mampukah Fadila mengatasi semua konflik dalam hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6.
Malam ini Sinta dan Dwi sedang duduk di sofa setelah selesai dengan riasan dan penampilan mereka. Sudah sejak sore tadi ketiganya berada di salon.
Hari ini mereka akan datang ke acara pernikahan Febri dengan istri barunya.
Menurut yang ada di undangan, akad nikah sudah terjadi di siang harinya. Dan malam ini adalah pesta resepsinya.
Fadila sengaja tidak mengganggu akad nikah karena ia ingin menekan Febri dengan kehadirannya di keramaian.
"Wow ... Wow ... Wow ..." Dwi menatap kagim pada Fadila yang baru saja keluar dari ruang ganti di salon yang mereka datangi.
"Astaga ... Kamu cantik banget, Fa. Aku jadi gak menegenali kamu kalau saja gak tahu kamu yang masuk ke sana tadi." Sinta berseru heboh melihat penampilan Fadila.
"Nah, bener tuh, Sin. Ini sih lebih cocok jadi model." Dwi mendekati Fadila bersama Sinta.
"Kalian ini, jangan buat aku malu." Fadila jadi salah tingkah di tatap penuh kekaguman oleh kedua sahabatnya.
Apa lagi selama ini ia tidak pernah berdandan dan berpakaian mewah. Pakaian yang kemarin di beli Fadila memang cukup mewah, sesuai dengan harganya.
Tapi itu bukan Fadila sendiri yang bayar, melainkan mami Gina. Wanita itu ikut anak-anaknya kemarin saat pergi berbelanja. Dan sekaligus membelanjakan ketiganya dengan manja tanpa memikirkan harga.
"Kamu tunjukkan kehebatan kamu, Fa. Jangan goyah meski nanti dia rayu atau bujuk kamu," ucap Dwi memperingatkan sahabatnya yang hatinya sangat lembut dan mudah menghiba.
"Iya, Fa. Ingat semua kesakitan yang sudah dia berikan sama kamu, juga penghianatannya terhadap kepercayaan kamu selama ini." Sinta juga ikut mengingatkan Fadila.
"Kalian tenang saja, kali ini aku gak bakalan goyah sama rayuan busuknya lagi. Sekarang ayo kita datangi si brengsek itu." Fadila menatap tajam ke arah depan dengan pancaran kemarahan di wajahnya.
Ketiga perempuan itu berjalan keluar dari salon dengan sangat anggunnya. Bahkan para pengunjung lainnya menatap ketiganya penuh kagum.
"Surat-suratnya sudah kamu bawa, Fa?" Tanya Sinta menatap Fadila yang duduk di kursi belakang mobil.
Kali ini ketiga perempuan itu di antar sopir suruhan papi Vian. Tidak mungkin sudah cantik masih harus mengendarai sendiri.
"Sudah, semuanya beres." Fadila mengacungkan jempolnya.
"Tenang saja, pengawalku selalu siap sedia. Biar mereka nanti yang bawakan surat-surat itu, kita hanya perlu memancing Febri supaya dia mau tanda tangan saat itu juga." Dwi menujuk sebuah mobil yang selalu mengikuti mereka kemanapun.
Monil pengawal pribadi Dwi yang di berikan papanya. Pengawal yang di bayar secara oribadi oleh keluarga Dwi, bukan bawaan dari pangkat Jendral papanya Dwi.
"Sudah seperti di negeri dongeng saja kita ini, pakai di kawal segala." Fadila terkekeh di ikuti kedua temannya.
Mobil terus melaju menuju hotel di mana acara di gelar. Sesampainya di lobi hotel, para pengawal Dwi turun dari mobil mereka untuk membukakan pintu sang nona.
Fadila bersama kedua sahabatnya masuk ke dalam hotel dan di arahkan ke aula besar yang di gunakan untuk resepsi pernikahan.
"Boleh saya tahu apa hubungan Nona dengan tuan Arvian?" Tanya wanita yang menerima undangan.
"Kami bertiga putrinya," sahut Sinta santai.
"Maaf, Nona. Satu kartu undangan untuk dua orang, jadi sisanya tidak boleh masuk." Dwi menatap tajam wanita yang melarang mereka masuk.
Wanita penerima kartu undangan itu mundur sedikit mendapat tatapan tajam dari Dwi.
"Apa kamu pegawai hotel? Atau pesuruh dari pemilik acara?" Tanya Sinta.
"Saya dari pihak WO acara pernikahan ini," sahut wanita itu.
"WO Graha, ya? Apa kamu ingin Devi memecatmu karena menghalangi kami?" Ancam Dwi yang langsung membuat wanita di depannya kincep karena Dwi mengenal atasannya.
"Maaf, Nona. Jangan laporkan saya." Wanita itu menunduk takut.
"Sudahlah, lanjutkan pekerjaan kamu. Kami ini tamu spesial di sini, kalau sampai kami terlambat maka kamu yang akan di salahkan." Fadila semakin menakut-nakuti wanita di depannya.
"Maafkan saya, Nona. Silahkan masuk."
Fadila dan kedua sahabatnya masuk ke dalam aula dengan senyum kemenangan. Bahkan diam-diam ketiganya melakukan tos.
Acara pernikahan yang sangat mewah dan moderen. Sangat berbeda jauh dengan pernikah Fadila dulu.
Langkah Fadila terus melaju hingga ia melihat keberadaan suaminya yang sedang tersenyum dan tertawa bahagia bersama pengantin wanita.
Ada pula ibu Rita yang begitu bahagia berhadapan dengan para wanita sosialita. Hati Fadila sangat sakit melihat semua itu, betapa ia sangat kecawa dengan apa yang di lakukan ibu dan anak itu padanya.
"Ayo, Fa. Jangan terlihat lemah di hadapan para serigala kulit ular itu," ucap Sinta menepuk pundak Fadila agar tak terlarut dalam kesedihan.
"Bukan berkulit ular, Sin. Tapi serigala berbulu domba." Dwi meralat ucapan Sinta yang menurutnya salah.
"Kebagusan kalau domba, lebih cocok ular. Sama-sama berbisa mereka." Sinta mengkode Dwi ke arah seorang wanita yang sangat bahagia. Bahagia di atas penderitaan Fadila tentunya.
"Itu bukan serigala berkulit ular, tapi nenek lampir makan ular." Dwi dan Sinta terkekeh bersama hingga menyadari sesuatu.
"Eh, Fadila." Tunjuk Sinta pada teman mereka yang sudah berjalan menuju pelaminan dengan sangat anggunya.
Saat Dwi dan Sinta sibuk membicarakan masalah serigala. Fadila memantapkan hatinya untuk melangkah maju ke pelaminan. Ia ingin segera menyelesaikan semua urusannya dengan pria itu.
Fadila berjalan dengan snagat percaya diri dan anggun seperti dandanannya saat ini. Bahkan tak sedikit orang-orang yang melihatnya berdecak kagum.
Febri yang tadinya asik bercanda ria bersama istri keduanya langsung terdiam saat seseorang berdiri di hadapannya dan istrinya.
"Siapa kamu?" Tanya Baby, istri ke dua Febri.
Fadila menatap remeh madunya.
"Tanya suami kamu, siapa aku?" Fadila tersenyum miring menatap Febri yang terkejut kala mengenali suaranya.
"Kamu ... Kamu Fadila?" Tanya Febri tak percaya.
"Iya," sahut Fadila santai yang membuat Febri shok.
"Jangan bohong kamu! Fadila itu sangat sederhana dan kampungan." Mendengar ucapan menghina dari Febri, senyuman Fadila menghilang seketika.
"Apa perlu semua kedok kamu aku buka di sini? Sudah baik aku tidak merusak akad nikahmu, tapi kamu malah menghinaku sesuka hatimu. Sungguh suami yang sangat baik hati." Fadila menatap datar Febri.
Baby yang mendengar ucapan wanita di depannya yang mengaku sebagai istri dari suaminya langsung meradang. Ia memang tahu kalau suaminya memiliki istri, tapi tidak menyangka kalau istri tua suaminya akan datang.
"Kamu ... Fadila?" Baby menunjuk Fadila dengan wajah merendahkan.
"Gak sangka kamu berani datang ke acara pernikahan kami. Gimana sama acaranya? Mewahkan? Tentu saja mewah. Karena aku adalah istri yang di akui, sedangkan kamu istri yang di sembunyikan." Cibir Baby dengan wajah sombongnya.
Memang benar selama ini Fadila di sembunyikan oleh Febri. Setiap pria itu bertemu temannya, Fadila tak pernah di ajak. Bahkan setiap ada acara di perusahaan yang harus membawa pasangan, Febri juga tak membawanya.
"Ya, sangat mewah. Sampai aku ingin menunjukkan siapa kalian yang sebenarnya di sini. Mungkin kalian akan semakin terkenal nantinya." Fadila tersenyum smirk menatap Baby yang kaget dengan keberanian Fadila.