Nada Azzahra, siswa baru di SMA Nusantara Mandiri, adalah gadis ceria yang mudah bergaul. Kepribadiannya yang ramah dan penuh semangat membuatnya cepat mendapatkan teman. Namun, kedatangannya di sekolah ini mempertemukannya dengan Bara Aryasatya, cowok tengil yang ternyata adalah "musuh bebuyutan"-nya semasa SMP.
Di masa SMP, Nada dan Bara bagaikan Tom & Jerry. Pertengkaran kecil hingga saling usil adalah bagian dari keseharian mereka. Kini, bertemu kembali di SMA, Bara tetap bersikap menyebalkan, hanya kepada Nada. Namun, yang tak pernah Nada sadari, di balik sikap tengilnya, Bara diam-diam menyimpan rasa cinta sejak lama.
Setiap hari ada saja momen lucu, penuh konflik, dan menguras emosi. Bara yang kikuk dalam mengungkapkan perasaannya terus membuat Nada salah sangka, mengira Bara membencinya.
Namun, seiring waktu, Nada mulai melihat sisi lain dari Bara. Apakah hubungan mereka akan tetap seperti Tom & Jerry, ataukah perasaan yang lama terpendam akan menyatukan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Murid Pindahan
Hari itu, suasana di sekolah Nada terasa lebih ramai dari biasanya. Di sepanjang perjalanan menuju kelas, bisik-bisik dari para siswa terdengar jelas di telinga Nada. Mereka tampaknya sedang membicarakan seseorang yang baru saja pindah ke sekolah mereka. Kata-kata seperti "ganteng banget," "kayaknya dia dari sekolah elite," dan "beneran deh, dia kayak artis" terus bergema di sekitar Nada.
Nada yang mendengar percakapan itu, merasa penasaran. Siapa sih sebenarnya orang yang dibicarakan? pikirnya. Sepertinya dia memang menarik perhatian banyak orang, mengingat seberapa hebohnya para siswa membicarakan sosok ini.
Sesampainya di kelas, suasana tidak banyak berubah. Beberapa teman di dalam kelas masih sibuk membicarakan anak pindahan itu, berbicara dengan antusias. Nada yang duduk di bangkunya hanya bisa mengernyitkan dahi, tidak tahu harus berkomentar apa. Semua orang tampaknya penasaran, bahkan lebih tertarik pada anak baru itu daripada pelajaran yang sedang berlangsung.
Seolah menjadi magnet, cerita tentang anak pindahan ini semakin kuat menarik perhatian semua orang, bahkan beberapa murid yang tidak biasanya bicara tiba-tiba ikut bergosip. Nada pun tak bisa menahan rasa ingin tahunya, meskipun ia sebenarnya merasa sedikit terganggu dengan semua perhatian yang berfokus pada orang itu.
Siapa dia? Nada bertanya-tanya dalam hati, mencoba membayangkan seperti apa sosok yang bisa membuat seluruh sekolah heboh begitu.
Sesampainya di kelas, Bara, Dimas, dan Rio langsung menuju tempat duduk mereka. Namun, suasana kelas yang sudah dipenuhi obrolan tentang siswa baru membuat mereka semakin bingung. Para siswa masih terus membicarakan anak pindahan yang menjadi pembicaraan hangat di seluruh sekolah.
“Eh, ada yang tau siapa dia sebenarnya? Kenapa tiba-tiba jadi pusat perhatian begini?” tanya Rio, sambil melirik ke arah teman-temannya.
Dimas yang sudah mendengar gosip-gosip tadi hanya mengangkat bahu. “Mungkin dia punya latar belakang yang nggak biasa, atau mungkin dia memang ganteng banget sampai semua orang pada heboh.”
Bara yang sudah duduk dengan wajah serius ikut menebak. “Bisa jadi, tapi kalau dia hanya karena tampangnya doang, kenapa sampai se-heboh itu? Pasti ada yang lebih dari sekadar penampilan.”
Nada yang mendengar percakapan itu tidak bisa menahan rasa penasaran dan ikut nimbrung. “Mungkin dia punya gaya yang beda, atau mungkin dia bawa pengaruh besar dari sekolah sebelumnya.”
Namun, begitu nada menyebutkan hal itu, Bara tiba-tiba merasa sedikit tidak nyaman. Ia menatap nada dengan pandangan yang agak tajam, seolah tidak ingin membicarakan hal itu lebih jauh. Kenapa sih dia tertarik banget dengan cowok baru itu? pikir Bara dalam hati, meskipun ia berusaha menyembunyikan rasa cemburunya.
Bara yang biasanya santai dan suka bercanda kini mulai merasa terganggu, entah mengapa. Ia memilih untuk diam, meskipun dia tahu nada hanya mencoba ikut berbicara. Tiba-tiba, suasana di sekitar mereka terasa sedikit canggung, meskipun Rio dan Dimas melanjutkan tebak-tebakan mereka.
Nada yang merasa Bara agak berbeda hari ini, tidak terlalu menyadari perubahan sikapnya, namun ia bisa merasakan ada ketegangan yang tidak biasa. Tapi dia tetap melanjutkan percakapan, berharap suasana bisa kembali ringan seperti biasanya.
Tak lama setelah itu, Jessica dan Gisel datang dengan wajah ceria dan penuh semangat. Sepertinya mereka sudah tidak sabar untuk bergabung dalam obrolan hangat yang sudah mulai bergulir di meja mereka.
“Eh, kalian udah denger belum? Katanya anak pindahan itu beneran ganteng banget!” ujar Jessica dengan suara heboh, langsung ikut nimbrung.
Gisel yang selalu mendukung sahabatnya pun tidak kalah antusias. “Iya, katanya dia dari sekolah lain yang terkenal, lho. Ga cuma ganteng, tapi juga pinter. Kalian gak penasaran banget sih?”
Nada yang sudah mulai merasa kebingungan dengan perbincangan itu, akhirnya mengangguk. “Iya, aku juga penasaran. Tapi kenapa semua orang jadi heboh banget sih?”
“Makanya, itu dia! Semua orang pada mikir dia bakal jadi cowok populer di sini, deh!” jawab Gisel dengan senyum lebar. “Jadi, kalian pada tau nggak sih dia itu siapa?”
Bara yang mendengar percakapan ini mulai merasa tidak nyaman. Setiap kali pembicaraan itu mengarah ke siswa pindahan, dia semakin merasa tidak enak. “Kenapa sih kalian semua pada heboh gitu? Cuma anak baru, biasa aja kan?” Bara mencoba untuk terdengar santai, meskipun hatinya sedikit tersinggung.
Dimas dan Rio yang juga ikut dalam obrolan hanya tertawa, seakan tidak terlalu mempermasalahkan topik ini. Mereka lebih menikmati kebersamaan di meja yang penuh tawa, meskipun jelas mereka semua penasaran tentang anak baru itu.
Namun, berbeda dengan Nada yang agak bingung dengan respon Bara, Jessica dan Gisel malah semakin heboh membicarakan sosok anak pindahan itu. “Pokoknya kalau dia masuk kelas, harus banget deh kita deketin dia. Pasti asik banget diajak ngobrol,” kata Jessica sambil melirik Gisel.
Gisel mengangguk setuju, “Bener banget! Jangan sampe dia kesepian karena belum ada yang kenal.”
Saat itu, Dimas dan Rio pun ikut bergabung dalam tebak-tebakan, mereka tetap melanjutkan obrolan tanpa terlalu peduli dengan perubahan sikap teman mereka itu.
Di kursi mereka yang berada di bagian tengah kelas, Nada, Jessica, Gisel, Dimas, dan Rio masih asyik bercengkerama. Topik obrolan tetap tidak jauh dari murid pindahan yang sejak pagi menjadi pusat perhatian sekolah. Jessica yang terkenal paling heboh masih terus melontarkan teori-teorinya.
“Aku yakin deh, dia tuh pasti cowok cool gitu. Pasti suka olahraga juga, liat aja nanti!” katanya sambil bertepuk tangan kecil, seolah menegaskan kesimpulannya sendiri.
“Iya, ya! Kalau dia sekeren itu, kita harus ngajak dia gabung sama kita,” sahut Gisel sambil menyikut Nada dengan penuh semangat.
Nada yang sudah larut dalam percakapan mereka ikut tertawa kecil. “Tapi kita belum tahu apa-apa tentang dia, loh. Bisa jadi malah dia biasa aja?”
“Eh, enggak mungkin! Seluruh sekolah udah ngomongin dia. Berarti ada sesuatu yang spesial, dong,” jawab Jessica cepat, seolah tak mau argumennya dipatahkan.
Di tengah tawa mereka, Bara hanya duduk diam di kursinya. Wajahnya menunjukkan ketidak tertarikan yang jelas, namun sesekali matanya melirik ke arah Nada yang tampak begitu antusias. Perasaan kesal mulai memenuhi pikirannya. Kenapa Nada harus ikut heboh seperti itu? Bukannya ini cuma anak pindahan biasa?
Rio yang duduk di sebelah Bara akhirnya menyadari perubahan suasana hati temannya. Ia menyenggol pelan lengan Bara. “Bro, kenapa diem aja? Ikut nimbrung lah. Seru ini!”
Bara hanya menggeleng, mencoba tersenyum tipis. “Enggak, gue gak tertarik ngomongin orang yang bahkan gue belum kenal.” Nada yang mendengar jawaban itu sempat melirik Bara, tapi memilih tidak mengomentari.
Obrolan mereka terus berlanjut, semakin seru. Dimas bahkan ikut menambahkan spekulasi konyol tentang siapa sebenarnya murid pindahan itu. Namun sebelum mereka sempat berdebat lebih jauh, suara bel masuk berbunyi nyaring, membuat mereka serentak berhenti bicara.
“Eh, udah masuk aja. Ayo, ke tempat masing-masing!” seru Gisel sambil bangkit dari tempat duduknya.
Jessica mengangguk cepat. “Yaudah, kita lanjut nanti aja. Pasti seru banget kalo udah ketemu anak pindahan itu.”
Mereka berenam pun kembali ke tempat masing-masing, Nada masih tersenyum kecil mendengar obrolan tadi. Bara, yang diam-diam terus memperhatikan Nada, hanya bisa menghela napas pelan, mencoba menahan rasa kesalnya.
Tak berselang lama, pintu kelas terbuka, dan wali kelas mereka masuk dengan buku absensi di tangan. Suasana kelas perlahan menjadi tenang, dan semua siswa bersiap untuk memulai pelajaran pertama hari itu.