NovelToon NovelToon
Toxic Love

Toxic Love

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen School/College
Popularitas:595
Nilai: 5
Nama Author: Eka Lita

Abigail, seorang murid Sekolah Menengah Atas yang berprestasi dan sering mendapat banyak penghargaan ternyata menyimpan luka dan trauma karena di tinggal meninggal dunia oleh mantan kekasihnya, Matthew. Cowok berprestasi yang sama-sama mengukir kebahagiaan paling besar di hidup Abigail.

Kematian dan proses penyembuhan kesedihan yang tak mudah, tak menyurutkan dirinya untuk menorehkan prestasinya di bidang akademik, yang membuatnya di sukai hingga berpacaran dengan Justin cowok berandal yang ternyata toxic dan manipulatif.

Bukan melihat dirinya sebagai pasangan, tapi menjadikan kisahnya sebagai gambaran trauma, luka dan air mata yang terus "membunuh" dirinya. Lalu, bagaimana akhir cerita cinta keduanya?

© toxic love

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Lita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 : Berusaha Menjadi Pelindung

"Justin!"

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tegur Yeon dengan nada tajam, matanya menyala menatap Justin. Ia tidak akan tinggal diam jika ada yang berani menyakiti Abigail.

“Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin berbicara. Aku sungguh menyayangi Abigail, dan aku tidak ingin dia bersama pria lain. Aku takut kehilangan dia!”

“Oh, benarkah?” tanya Yeon skeptis. Dalam hal seperti ini, ia tidak mudah percaya begitu saja pada kata-kata seseorang.

“Iya, sungguh. Aku benar-benar mencintai Abigail.”

"Hm, intonasinya masih kurang meyakinkan," ujar Yeon, tak terkesan. Abigail tetap terdiam di tempatnya, tampak merenung.

"Sayang!" Justin lalu meraih tangan Abigail dan mengecupnya. "Pulang nanti bareng aku, ya?"

Abigail mengangguk pelan, sebelum berbicara lagi, "Baik. Mengenai masalah foto itu, aku minta maaf karena memang aku merasa bersalah. Aku tidak menjelaskan apa-apa padamu sebelumnya."

Di hadapan Yeon, Justin menggeleng. "Iya, aku tidak apa-apa."

Saat jam istirahat, mereka berbicara sejenak sebelum melanjutkan pelajaran terakhir. Ketika bel pulang berbunyi, Justin mengajak Abigail untuk menerima sebuah hadiah istimewa darinya.

Senyuman mengembang di wajah Abigail. Namun tak lama, Justin kembali mengeluh karena kejadian itu masih menghantuinya. Tak ada yang berani membuka suara, termasuk Abigail. Baginya, kejadian tersebut murni urusan bisnis, tanpa ada keterlibatan perasaan.

"Ini," ujar Justin sambil memberikan buket bunga. "Untuk Abigail tercinta."

"Terima kasih, sayang!" jawab Abigail dengan senyum lebar. Tanpa sadar, ia melihat Justin meneteskan air mata di balik bunga tersebut.

"Lho, kenapa menangis?"

Di bawah rindangnya pepohonan dan angin sepoi-sepoi, Abigail bertanya dengan lembut, “Kenapa menangis, Justin?”

Justin sedikit menghapus air matanya. Lalu Abigail melanjutkan, "Di masa depan, aku ingin menjadi dokter. Karena itu, aku fokus mengejar prestasi untuk bisa masuk ke fakultas kedokteran."

Justin tampak murung. "Apakah aku tidak termasuk dalam impianmu?" tanyanya dengan nada sedih. Dia khawatir, setelah Abigail meraih mimpinya, dia akan dilupakan.

"Tentu kamu tetap ada di dalam hidupku," jawab Abigail dengan tulus. Dia tidak mengerti mengapa suasana hati Justin begitu sensitif.

“Yakin? Kemarin saja kamu tersenyum-senyum dengan pria lain. Huh, cinta wanita itu sering kali penuh kebohongan!” ujarnya dengan nada marah.

Abigail bingung bagaimana caranya memperbaiki suasana hati Justin yang tengah kacau. Dia mencoba menenangkan dengan merangkulnya dan mendengarkan segala keluh kesahnya yang mungkin saja berkaitan dengan dirinya.

"Apa yang sebenarnya kamu rasakan?" tanya Abigail lembut.

"Aku tidak suka melihatmu dekat dengan pria lain!" ucap Justin dengan nada yang lebih lembut, bahkan mulai menggunakan kata "aku" dan "kamu" agar terdengar lebih serius.

Abigail terdiam sejenak, berusaha menjelaskan. "Pria yang bersamaku kemarin itu anak dari pelanggan kakakku, Clara. Ibunya memiliki butik dan kakakku meminta aku untuk mengantarkan pesanan. Aku tidak sendirian, ada Yeon bersamaku. Kebetulan saja, kemarin ban mobil Yeon kempes, jadi kami harus berhenti dulu," jelas Abigail panjang lebar.

Justin kembali menangis. "Maafkan aku ya? Aku janji tidak akan bersikap seperti ini lagi. Kalau kamu harus mengantar barang, aku akan ikut. Boleh, kan?"

Justin menggeleng, tetap menangis. "Aku punya ketakutan, Abi. Ketakutan terbesarku adalah kehilangan. Aku pernah ditinggalkan oleh seseorang yang sangat aku sayangi. Rasanya aku dibuang, tidak dianggap, dan itu sangat menyakitkan."

Abigail tertegun, mencoba memahami ketakutan Justin. "Aku tidak akan melakukan hal seperti itu, percayalah. Aku berbeda dari orang-orang yang pernah hadir dalam hidupmu."

Sebuah air mata jatuh dari mata Abigail. Ia merasa bersalah, seolah segala hal yang terjadi adalah kesalahannya.

“Aku akan selalu mencintaimu, percaya padaku. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu,” ucap Abigail. Mendengar itu, Justin tersenyum tipis dan menghapus air matanya.

"Kalau begitu, bolehkah aku ikut olimpiade? Itu demi impianku masuk universitas kedokteran, untuk menjadi dokter juga," pinta Abigail penuh harap.

Justin tiba-tiba berdiri. Tatapannya berubah dingin. "Kalau kamu ikut olimpiade, selamanya kamu tidak akan melihat aku lagi!"

Mata Abigail terbelalak kaget.

"Kalau kamu ikut olimpiade, maka semua orang akan tahu kamu telah melukai perasaanku."

Abigail hanya bisa terdiam, menghela napas. "Baik, Justin. Aku tidak akan ke mana-mana."

O0O

"Ke mana ya Abigail? Kenapa belum pulang?"

Di tempat lain, saat senja mulai turun, Clara mencoba menghubungi Yeon berkali-kali. Namun panggilannya tidak diangkat. Pesan yang ia kirimkan ke Abigail pun tidak ada balasan. Clara menghela napas panjang, merasa khawatir.

"Yeon!"

Mengetuk pintu, Clara mendapati Yeon di balik pintu rumahnya. Clara merasa sedikit lega. Setelah Yeon masuk ke dalam rumah, mereka berbicara.

"Di mana Abigail?" tanya Clara khawatir, sambil menggenggam tangan Yeon erat.

"Hah, memang Abigail belum pulang?" Yeon balik bertanya.

"Kalian tidak pulang bersama?" tanya Clara frustasi, tampak jelas kekhawatiran di wajahnya.

"Tidak, beberapa hari ini Abigail pulang bersama pacarnya, namanya Justin."

Clara kembali menghela napas panjang. Pacar Abigail? Justin namanya. Tidak lama kemudian, terdengar ketukan di pintu. Clara yakin itu Abigail.

"Abi!" seru Clara.

Begitu pintu dibuka, Abigail muncul dan langsung menatap Clara serta Yeon. Yeon tersenyum kecil, menunjukkan bahwa ia tidak menceritakan apa pun tentang Abigail di sekolah.

“Besok libur sekolah,” ujar Clara lembut.

“Oh, ini bukumu, Abi. Tadi sempat tertinggal di tasku,” kata Yeon sambil menyerahkan sebuah buku pada Abigail. “Syukurlah aku bisa membawanya pulang.”

"Terima kasih, Yeon. Aku sudah mencarinya tadi sebelum pulang," ujar Abigail, tersenyum pada kakaknya, meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja. Sebelum sempat duduk, Abigail mengambil buku itu dari tangan Yeon.

"Pulang dulu, ya. Sudah malam," pamit Yeon. Clara mengangguk, meskipun ada sedikit perasaan curiga. Namun, ia lega karena Abigail tampak baik-baik saja.

1
Achazia_
awas naksir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!