Aku menyukaimu! Tapi, Aku tahu Aku tak cukup pantas untukmu!
Cinta satu malam yang terjadi antara dia dan sahabatnya, membawanya pada kisah cinta yang rumit. Khanza harus mengubur perasaannya dalam-dalam karena Nicholas sudah memiliki seseorang dalam hatinya, dia memilih membantu Nicholas mendapatkan cinta sang gadis pujaannya.
Mampukah Khanza merelakan Nicholas bersama gadis yang di cintai nya? Atau dia akan berjuang demi hatinya sendiri?
Ayo ikuti kisah romansa mereka di sini! Di Oh My Savior
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 : Perasaan asing
Nic tak bisa mengalihkan diri dari rasa penasarannya, dia ingin bertanya tapi tak berani, itu privasinya Khanza, apa haknya untuk bertanya, tapi dia adalah temannya tidak masalah kan kalau bertanya itu sah sah saja. Tapi, jika dia bertanya itu akan terlihat jika dia terlalu sok, ikut campur urusan orang, 'aaaahh, sial. Apa yang aku pikirkan sih, kenapa akhir-akhir ini malah terus merhatiin Khanza, masa bodoh dia mau hubungi siapa, mau pacaran ke, kawin ke, itu kan urusan dia.' Mood Nic seketika berubah, dia sendiri tak mengerti ada apa sebenarnya dengan dirinya.
"Ayo pulang!" Ucap Nic ketus.
"Udah selesai makannya?" Khanza menatap piring Nic yang masih tersisa setengah dari makanannya.
"Tuh masih ada," tambahnya lagi.
"Nanti lanjut di rumah," jawabnya dingin.
Khanza yang sudah terbiasa dengan suasana hati Nic yang sering berubah-ubah tak merasa heran, dia pun membayar tagihan makan mereka lantas menyusul Nic yang lebih dulu berjalan menuju parkiran.
Nic nampak tengah bicara di telpon, satu kata yang Khanza tangkap di Indra pendengarannya, Cherry.
'Baru tadi siang ketemu dah telponan aja, gak bosen apa,' gumam Khanza dalam hati.
"Kapan jadwal pemotretan Cherry?" Tanya Nic tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.
"Minggu depan." Jawab Khanza datar.
"Oh," Nic mengalihkan pandangan keluar jendela.
"Kalau kau mau, aku akan mengadakan janji makan malam dengannya besok," tawar Khanza.
"Dia seorang model, pasti sangat sibuk."
"Kau tenang saja, untukmu aku akan membuat dia meluangkan waktunya." Ujar Khanza. Tak ada jawaban dari Nic, dia hanya diam saja, Khanza menyimpulkan jika Nic memang menginginkannya, itulah dia tak pernah mau mengatakan apa keinginannya yang sebenarnya, disinilah peran Khanza sebagai asisten sekaligus temannya Nic di perlukan.
Mobil pun akhirnya sampai di pelataran rumah, Nic turun sedang Khanza seperti biasa memarkirkan mobil terlebih dahulu ke garasi sebelum dia pulang ke apartemennya sendiri.
Padahal Shelia menyuruh Khanza untuk tinggal bersama mereka di rumah ini, namun Khanza menolak, dia bukannya tak menghargai niat baik keluarga Nelson, tapi dia hanya ingin hidup mandiri tak ingin bergantung pada siapa pun.
Setelah itu pun Khanza hendak kembali dengan mobilnya sendiri, namun dering telpon membuat dahinya seketika berkerut,
"Mamah?!" Pekiknya, meski orang yang dia panggil Mamah tak pernah menganggap dia sebagai putrinya, namun Khanza tak pernah bisa berhenti memanggilnya dengan sebutan Mamah.
"Ha-halo Mah," ucap Khanza ragu-ragu.
"Siapa yang Mamah mu!" Ujarnya ketus dari sebrang telpon, "Papamu sakit!" Ucapnya tanpa basa-basi.
"Dimana Papah sekarang?" Tanya Khanza dengan nada pelan.
"Di rumah sakit." Jawabnya.
"Baik, Aku kesana sekarang." Khanza hendak menutup telponnya, namun suara Mamahnya yang berucap kembali membuatnya mengurungkan niatnya.
"Tidak usah, kirimkan saja uangnya, kau tidak perlu datang! Lagi pula kau anak kesayangannya kau yang harus membiayai rumah sakitnya." Ujarnya dengan nada tak mengenakkan.
"M-mah, tidak bisakah aku datang kesana? Aku rindu kalian," ucap Khanza parau.
"Tidak bisa! Sejak kau pergi, sejak saat itu pula kau tidak akan pernah bisa kembali!" ucapnya tegas. Mata Khanza menganak sungai.
'Hmph, sebenci itukah Mamah padaku. Tapi, mengapa aku tak bisa membencimu? Membencimu, seperti kau membenciku.' Lirihnya dalam hati.
Khanza menoleh ke arah samping, diluar dugaan ternyata Nic ada disana, Khanza segera menghapus air mata dari sudut matanya dan menurunkan kaca jendela agar dia dapat bicara dengan Nic, "ada apa?" tanya Khanza.
"Turun! Kau jangan pulang malam ini." Perintahnya dengan wajah datar.
"Kenapa?"
"Ehem, ada pekerjaan mendadak, malam ini harus segera di selesaikan." Ujarnya tak mau menatap mata Khanza, Khanza tahu jika Nic berbohong. Sepertinya dia mendengar perbincangan Khanza dan Mamahnya di telpon tadi.
"Baiklah." Jawab Khanza menyetujui, lagi pula malam ini dia tak ingin sendirian.
Khanza turun dari mobil dan ikut masuk bersama Nic, nuansa rumah yang penuh kehangatan ini membuat Khanza merasa nyaman. Justru karena itu, dia takut terlena dengan kebaikan mereka, jika suatu hari Nic menikah akan seperti apa jadinya hubungan mereka jika Khanza terlalu dekat, "tunggu aku di ruang belajar," ucap Nic seraya berlalu.
"Nona Khanza, anda masih di sini?" sapa Ren yang berjalan dari arah dalam.
"Ah ya, malam ini aku menginap disini." Khanza tersenyum simpul. Mata Ren nampak berbinar senang, laki-laki berumur 22 tahun itu tak mampu menyembunyikan rasa senangnya.
"Emh, keputusan yang benar Nona, lagi pula ini sudah terlalu malam tidak baik jika seorang gadis pulang sendirian, terlalu berbahaya." ujarnya.
"Ya, sebetulnya itu bukanlah masalah, toh aku bisa bela diri," balas Khanza, "kalau begitu aku masuk dulu Ren." Khanza berlalu meninggalkan Ren yang masih nampak tersenyum.
"Berdua dengan anak itu benar-benar membuatku tak nyaman," gumam Khanza pelan, sembari berjalan cepat menuju ruang belajar. Tampak Nic sudah berada di sana dengan pakaian santai nya.
"Pergilah mandi dan ganti pakaian mu," ujar Nic setelah melihat Khanza memasuki ruangan.
"Hem, baiklah." Tanpa harus berucap untuk yang kedua kalinya, Khanza pergi menuju kamar tamu yang biasanya Ia tempati di rumah ini.
Air hangat dan aroma sabun yang harum juga menenangkan membuat Khanza betah berlama-lama dalam bath tub, hingga tanpa sadar Ia pun terlelap.
Nic melirik jam yang menempel di dinding, waktu telah menunjukan pukul 21:30. Sudah cukup lama Khanza pergi, namun sampai saat ini dia belum juga kembali, "kemana gadis itu pergi, apa dia tenggelam di dalam bak mandi," gerutu Nic kesal. Dia lantas bangkit dan berjalan menuju kamar yang Khanza tempati.
Tok...Tok...!
Nic mengetuk pintu kamar pelan, namun tak ada suara yang terdengar dari dalam, dia kembali mengetuk pintu, namun hasilnya tetap sama. Dia mencoba memutar gagang pintu dan pintu pun terbuka, dengan ragu-ragu Nic mendorong pintu hingga terbuka sedikit dia melongokkan kepala kedalam, tak nampak siapa pun di ruangan itu.
"Khanza!" panggil Nic sembari masuk, "pergi kemana anak itu?" gumam Nic, dia mendekat kearah kamar mandi dan mengetuk pintu, namun yang Ia dapati sama halnya dengan sebelumnya, dia memutar gagang pintu namun kali ini pintu terkunci dari dalam.
Dor...Dor...!! Nic menggedor-gedor pintu cukup keras sembari memanggil-manggil nama Khanza, Namun tetap tak ada sahutan. Hingga Shelia dan Richard datang dengan wajah sedikit panik karena mendengar keributan yang di sebabkan anaknya.
"Ada apa Nic?" tanya Shelia.
"Khanza di dalam Mih, aku takut dia melakukan hal yang bodoh!" ucap Nic dengan ekspresi wajah panik, bukan tanpa alasan dia berpikir begitu, Nic mendengar dengan jelas perbincangan Khanza dengan Ibunya tadi.
"Kalau begitu dobrak saja pintunya!" ucap Richard ikut panik.
"Ayo!"
Dhuak...!!