"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 21. Apa yang dilakukan Pak Karso?
"Terus, sekarang Dinda, mau apa?"
"Stttt ...diam dulu! Aku mau ngintip ke dalam!", bisik Lia.
Hah!
Mahesa tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia membiarkan saja apa yang akan dilakukan oleh istri nya itu.
Mahesa sungguh tak menyangka jika Lia akan senekat itu mengintip ke dalam. Diam - diam, dia pun mengeluarkan ajian Kabut Halimun untuk melindungi Lia agar tubuh istrinya itu terlindung dari penglihatan orang.
Mahesa tentu saja mengetahui apa yang dilakukan oleh Pak Karso di dalam sana. Lelaki itu sedang melakukan ritual Selasa Kliwon. Sebenarnya dia memang melakukan ritual sakral itu ini Setiap Selasa malam saja. Hanya saja, kebetulan malam ini bertepatan dengan Selasa Kliwon.
Pak Karso memang melakukan ritual pesugihan. Maka dari itulah, rumah makan nya selalu rame di datangi pengunjung.
Pesanan sampai membludak. Sehingga kadang karyawan nya sampai kewalahan menghadapi pesanan dan banyak nya pengunjung rumah makan.
Sebenarnya, di samping dia harus melakukan ritual sakral itu seminggu sekali, dia juga harus menyediakan tumbal setahun sekali.
Dahlia terus mengamati ruangan rumah makan itu dari jendela kaca yang ada di sana. Suasana dalam ruangan di rumah makan itu sangat gelap. Tapi ada cahaya redup ke kuning - Kuningan yang berasal dari ruangan Pak Karso.
Dahlia semakin penasaran, cahaya apa yang ada di dalam ruangan Pak Karso. Dia pun memutar arah berjalan menuju jendela kaca ruangan pak Karso. Jendela itu letaknya agak sulit di jangkau karena terletak di sebelah barat yang terhalang oleh pagar tembok. Nekat, Lia ingin memanjat pagar tembok yang lumayan tinggi untuk dapat mengintip melalui jendela ruangan pak Karso.
"Hei,... apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Mahesa cemas.
"Aku ingin mengintip ruangan Pak Karso. Tadi kulihat ada cahaya kekuning - Kuningan dari kamar Pak Karso. Aku penasaran itu cahaya apa. Apa Pak Karso di dalam baik - baik saja", ucap Lia.
"Aduh,... tapi nanti kamu bisa terjatuh jika memanjat ke atas. Sudahlah,... lupakan saja. Ayo kita cari makanan saja dari pada cari celaka ", ucap Mahesa.
"Tidak bisa,... aku mau tahu, itu tadi cahaya apa? Oh iya, kalau kanda tidak ingin aku memanjat tembok, bisakah kamu membawaku ke balik tembok itu." pinta Lia.
Jika perkara pintu gerbang saja dapat dengan mudah di buka Mahesa, tentunya suaminya itu juga dapat dengan mudah menembus tembok karena bukankah bangsa jin mampu menembus tembok.?
Lagi,...mau tak mau, Mahesa akhirnya terpaksa membawa tubuh istrinya berjalan menembus tembok beton sampai di depan jendela kamar kerja Pak Karso yang tertutup rapat.
Lia menundukkan kepalanya dan mengintip ke dalam ruangan melalui celah tirai yang sedikit terbuka.
Netranya menangkap pemandangan yang membuat matanya terbelalak. Dahlia hampir tak mempercayai akan penglihatan nya sendiri.
Di dalam sana, Pak Karso sedang berhadapan dengan sesosok makhluk bertubuh tinggi besar dan berwarna hitam. Makhluk itu sedang memakan sesajen yang terhidang di atas meja di depannya dengan sangat lahap. Tak beberapa lama, sesajen yang berupa daging ayam mentah, bunga - bunga dan kemenyan itu sudah habis berpindah ke perut makhluk itu.
Kini makhluk itu terlihat sedang berbicara dengan Pak Karso. Tapi Lia tak bisa mendengar apa yang mereka berdua sedang bicarakan. Entah apa yang mereka bicarakan Dahlia tidak tahu. Pendengaran nya seperti di tutup. Itu membuat Lia merasa kesal.
Semua itu sebenarnya pekerjaan Mahesa.
Mahesa sengaja menutup pendengaran Lia agar istrinya itu tidak mendengar segala perjanjian dan kesepakatan antara pak Karso dan sosok tinggi besar hitam itu karena hal itu sifatnya privasi yang seharusnya tidak boleh diketahui oleh orang lain selain pak Karso sendiri.
"Nah, .. sudah tahu sekarang kan, Dinda? Sekarang ayo kita pergi dari tempat ini. Kita tidak boleh terus berdiam diri di sini." ujar Mahesa.
Pangeran jin itu menarik jemari tangan istrinya agar bergegas meninggalkan tempat itu. Sementara Lia masih terpaku tak bisa bergerak setelah melihat tontonan yang mengerikan itu.
"Itu di sana ada orang yang berjualan. Tadi katanya lapar", tunjuk Mahesa pada penjual nasi goreng keliling yang mangkal tak jauh dari rumah makan.
Perkataan Mahesa membuyarkan seluruh lamunan Lia.
"Ehh,... benar. Dinda memang lapar, Kanda. Dinda mau beli nasi goreng aja. Kanda mau nasi goreng juga?", ujar Lia.
"Tidak,...beli untuk kamu aja", kata Mahesa. "Aku akan menunggumu di sini", ucap Mahesa lagi.
Lia mengangguk dan bergegas menuju ke tempat penjual nasi goreng kaki lima yang sedang mangkal di depan sebuah toko yang sudah tutup.
Lia memesan satu bungkus nasi goreng dengan isi lengkap. Setelah melihat pemandangan yang mengerikan tadi rasa lapar Lia menjadi meningkat. Dia ingin cepat - cepat sampai di mess dan memakan nasi goreng yang dia beli.
Sebenarnya Lia bukan takut hantu. Yang dia takutkan adalah perbuatannya yang mengintip Pak Karso. Dia takut ketahuan dan kalau sampai ketahuan justru hal itu akan lebih berbahaya baginya.
Pak Karso tentu saja tidak akan tinggal diam jika sampai ritual nya kepergok orang.
Dahlia sampai bergidik, ngeri membayangkan jika sampai dirinya ketahuan Pak Bisa jadi jiwanya akan terancam dalam bahaya.
Selesai membeli nasi goreng, Lia kembali ke tempat di mana suaminya tadi menunggunya.
"Kanda...", panggil Lia.
"Iya, Dinda. Sudah selesai beli nasi gorengnya?", tanya Mahesa.
"Sudah,...ayo kita kembali ke mes!", ajak Lia.
"Baiklah,...ayo kemarilah!", perintah Mahesa pada istrinya.
Lia menurut dan mendekati Mahesa. Mahesa menarik tubuh Lia ke dalam pelukannya.
"Sekarang pejamkan matamu!", perintah Mahesa.
Lia memejamkan mata ketika merasakan Mahesa membawa tubuh nya melesat pergi meninggalkan tempat itu dan kemudian dalam sekejap dia sudah berada kembali di dalam kamarnya.
"Sekarang bukalah matamu. Kita sudah sampai", perintah Mahesa pada istrinya.
"Kanda,...." panggil Lia.
"Syeuttt,... katanya tadi kamu lapar. Sekarang kamu makan, Dinda!", Ujar Mahesa.
"Iya, Kanda", ucap Lia. Lia pun makan nasi goreng itu dengan lahap karena memang dia sangat lapar. Dalam sekejap nasi goreng itu habis tak bersisa. Mahesa tersenyum menatap istrinya.
"Kanda, tadi kok kita pulangnya tidak lewat pintu gerbang lagi?" , tanya Lia yang kini sedang berbaring di paha suaminya.
"Hemm, ....tentu saja kita harus pulang dengan cara tadi. Soalnya Pak Karso sudah hendak pulang. Kalau Dinda lewati jalan menuju ke pintu gerbang, sudah pasti Dinda akan berpapasan dengan Pak Karso", ujar Mahesa.
"Oh,... begitu ", Lia mengangguk mengerti.
"Terus gerbang nya gimana, Kanda?", tanya Lia lagi.
"Sudah,... biarkan saja", ucap Mahesa.
Tentu saja Mahesa berkata seperti itu karena sebenarnya sejak tadi tanpa sepengetahuan Lia, Mahesa sudah menutup kembali pintu gerbang itu sehingga ketika esok hari pak Karso tak curiga.
Mereka kemudian melanjutkan obrolan dan tentu saja kemudian di tutup dengan kegiatan malam yang biasa dilakukan oleh suami istri.
#Jangan lupa untuk like dan subscribe novel aku