Siapa sangka niatnya merantau ke kota besar akan membuatnya bertemu dengan tunangan saudara kembarnya sendiri.
Dalam pandangan Adam, Emilia yang berdiri mematung seolah sedang merentangkan tangan memintanya untuk segera memeluknya.
"Aku datang untukmu, Adam."
Begitulah pendengaran Adam di saat Emilia berkata, "Tuan, apa Tuan baik-baik saja?".
Adam segera berdiri lalu mendekat ke arah Emilia. Bukan hanya berdiri bahkan ia sekarang malah memeluk Emilia dengan erat seolah melepas rasa rindu yang sangat menyiksanya.
Lalu bagaimana reaksi tunangan kembaran nya itu saat tau yang ia peluk adalah Emilia?
Bagaimana pula reaksi Emilia diperlakukan seperti itu oleh pria asing yang baru ia temui?
Ikuti terus kisah nya dalam novel "My Name is Emilia".
***
Hai semua 🤗
ini karya pertamaku di NT, dukung aku dengan baca terus kisah nya ya.
Thank you 🤗
ig : @tulisan.jiwaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hary As Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Luka Mendalam
Mobil yang dikemudikan Ian pun sampai di depan pintu masuk utama rumah sakit. Dengan terburu-buru Adam segera keluar dari mobilnya disusul Ian yang keluar dari mobil lalu melemparkan kunci mobil begitu saja kepada security disana untuk memakirkan mobilnya.
“Dimana korban kecelakaan yang barusan dibawa kesini?” tanya Adam pada resepsionis tanpa basa-basi.
“Korban sedang ditangani di UGD, Pak. Kondisi korban cukup parah. Apakah bapak adalah keluarga korban?”
Adam tidak menjawab. Ia malah bergegas berlari menuju ke ruang UGD dengan perasaan tak menentu. Ian pun tak tinggal diam. Ia terus mengikuti langkah Adam di belakang.
Baru saja mereka sampai di depan ruangan itu, pintu ruangan tiba-tiba dibuka dari dalam. Seorang dokter terlihat keluar dari ruangan diikuti beberapa perawat yang mendorong brankar. Di atas nya terbaring lah sebujur tubuh yang ditutup kain putih hingga ke atas kepala, tak memberi celah sedikitpun untuk dilihat.
Jantung Adam berpacu dengan sangat cepat. Tubuhnya menegang seketika. Nafasnya terasa tercekat. Dadanya sesak terhenyak. Dengan mengumpulkan sisa kesadaran nya, ia mendekat ke arah brankar.
“Maaf kan saya, Tuan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkehendak lain.” Hanya itu yang dapat disampaikan oleh sang dokter dengan wajah sedihnya.
Tidaaaakkkk! Ini pasti bukan Emelda. Adam hanya memekik dalam hati. Ia harus memastikan dengan mata kepalanya sendiri.
Saat tangan nya bergerak ingin menyentuh kain penutup wajah itu, dokter berkata, “Tuan, tolong siapkan mental Anda Tuan. Karena wajah korban rusak parah akibat kecelakaan ini sehingga sangat sulit dikenali.”
“Aku akan memastikan dengan mata kepalaku sendiri.” Tegas Adam dengan lirih.
Tiba-tiba dokter terlihat mengeluarkan sesuatu dari saku jas dokternya. Itu adalah sebuah cincin berlian bermata ungu. Cincin pertunangan nya dan Emelda.
“Mungkin ini bisa membuat anda yakin, Tuan. Tadi saya mendapatkan nya di jari manis korban. Saya terpaksa melepas nya saat melakukan pemeriksaan.” Jelas sang dokter.
Mata Adam terbelalak melihat benda yang ditunjukan dokter. Dengan tangan yang sangat gemetar ia meraih cincin itu. Cincin yang ditempahnya khusus untuk tunangan tersayang nya.
Runtuh lah sudah pertahanan Adam. Hatinya terasa diremas-remas. Mau tidak mau ia harus menerima kenyataan bahwa yang terbaring di atas brankar itu adalah mayat tunangannya, Emelda.
“Tidaaaaaaaakkkkkkk. Ini tidak mungkin terjadi! Emeldaku tidak mungkin pergi!”
Adam berteriak histeris sambil memeluk erat mayat yang tertutup kain putih itu. Ia sangat tidak rela menerima kepergian Emelda secepat itu.
“Tunanganku tidak boleh mati. Kau tidak boleh pergi Emelda. Kau tidak boleh pergi dari sisi ku.”
Adam terus berteriak seolah teriakan nya dapat mengembalikan Emelda untuk hidup kembali. Tak terdengar suara yang lain selain suara ratapan nya. Semua yang ada disana ikut prihatin dan bersedih melihat nasibnya.
Padahal baru saja kabar kebahagiaan mereka tersiar ke seluruh penjuru negeri. Berita tentang pertunangan seorang CEO ternama dengan wanita cantik pujaan hatinya. Sekarang semua berbanding terbalik, kabar duka justru menghampiri mereka.
Ian pun ikut bersedih hingga meneteskan air mata melihat keadaan Adam. Selama bertahun-tahun menjadi asisten Adam, baru kali ini ia melihat Adam sangat terpukul seperti itu. Kepergian Emelda memberikan luka mendalam untuk Adam.
Ian pun berusaha membujuk Adam tapi tak berhasil. Adam tetap tak bergeming dengan posisinya. Ia masih saja terus menangis sambil memeluk mayat Emelda.
Selang beberapa waktu kemudian datanglah seorang wanita paruh baya mendekati mereka. Wanita berwajah anggun dan keibuan itu adalah ibu nya Adam. Begitu mendapat kabar tentang kecelakaan menantunya, ia mencoba menghubungi Adam tapi tidak ada jawaban. Akhirnya ia menghubungi kantor, lalu ia diberitahu bahwa Adam dan Ian sudah lebih dulu ke rumah sakit.
Melihat kondisi putra semata wayangnya yang sedang menangis membuat hati sang ibu ikut pilu. Ia tau putra nya pasti sangat sedih sekaligus terpukul dengan kepergian Emelda yang sangat mendadak.
Perlahan ia mendekati putranya, mencoba untuk menenangkan putra nya.
“Adam, bersabar lah Nak. Ibu tau ini tidak akan mudah untuk mu, tapi kita juga tidak bisa menentang takdir Tuhan, Nak.” Kata ibu coba menenangkan Adam sambil mengusap punggung nya.
Adam berbalik lalu berhamburan memeluk ibunya dengan sangat erat seolah ingin berbagi rasa sedih yang menyesakkan dada nya.
“Ibu, aku tidak sanggup hidup tanpa nya, Bu. Aku tidak bisa hidup tanpanya.” Kata Adam sambil menangis sesenggukan.
“Sabar Sayang, Sabar. Tenangkan dirimu. Menangis lah sepuasnya jika itu membuatmu lebih baik. Ibu akan selalu ada di sampingmu, Nak.”
Ibu pun terlihat meneteskan air mata. Berusaha tegar menyemangati putra semata wayang nya yang sedang berduka.
Aura kesedihan menyelimuti rumah sakit itu. Semua yang ada disana seakan ikut merasakan apa yang Adam rasakan.
Tapi bagaimanapun juga waktu yang berlalu tetap tak bisa terulang kembali. Kini Emelda yang sangat Adam cintai sudah pergi selama-lamanya tanpa mengucapkan kata perpisahan sebagai kenangan.
nana naannananaa